Semua Orang Bisa Bantu Selamatkan Nyawa Korban Henti Jantung Mendadak
Kasus Henti Jantung Mendadak (Sudden Cardiac Arrest/SCA) diketahui banyak berujung kematian di Indonesia.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus Henti Jantung Mendadak (Sudden Cardiac Arrest/SCA) diketahui banyak berujung kematian di Indonesia.
Bisa dikatakan ini merupakan “silent killer” karena bisa datang kapan saja dan dimana saja.
Korban henti jantung mendadak bisa diselamatkan dengan pengetahuan dasar dan pelatihan Resusitasi Jantung Paru (CPR) .
Siapa saja bisa membantu keselamatan korban henti jantung mendadak dan membantu meningkatkan kesempatan hidup korban.
Pertolongan pertama yang cepat, khususnya penggunaan teknik CPR, merupakan faktor penting dalam meningkatkan peluang untuk bertahan hidup dan pemulihan.
Data yang sama juga menunjukkan bahwa frekuensi SCA akan meningkat seiring dengan peningkatan penyakit jantung koroner (PJK) dan stroke, yang diperkirakan mencapai 23,3 juta kematian pada tahun 2030.
Sementara itu, dari data PERKI pada tahun 2016 menemukan bahwa angka kejadian henti jantung mendadak berkisar antara 300.000 - 350.000 insiden setiap tahunnya.
Meskipun demikian, ada juga kecenderungan peningkatan peluang hidup ketika ada lebih banyak orang yang berada di lokasi kejadian (bystander) melakukan pertolongan pertama dengan CPR.
Tak tinggal diam dengan fakta tersebut, Philips Indonesia sebagai bagian dari Royal Philips (NYSE: PHG, AEX: PHIA), pemimpin dalam teknologi kesehatan, menyelenggarakan sesi pelatihan Resusitasi Jantung Paru (CPR) dan AED.
Pelatihan yang digelar dalam rangkaian memeringati Hari Jantung Sedunia dengan
Sesi pertama telah diadakan untuk karyawan Philips pada bulan Agustus lalu.
Pada pertengahan September ini sesi pelatihan di XXI Club, Djakarta Theater, diberikan kepada 40 peserta yang terdiri dari Kementerian Kesehatan, Yayasan Jantung Indonesia, wartawan atau perwakilan kantor media dan blogger dalam upaya menyebarkan kesadaran tentang CPR bagi masyarakat yang lebih luas.
Sebagai bagian dari sesi pelatihan, Philips Indonesia mengadakan forum diskusi yang menghadirkan dokter spesialis jantung, dr. Jetty R. H. Sedyawan, Sp.JP (K), FIHA, FACC yang juga menjabat sebagai Sekjen PERKI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia).
Juga hadir dr. Erizon Safari, MKK, Kepala Unit Ambulans Gawat Darurat (AGD) dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta dan Presiden Direktur Philips Indonesia, Suryo Suwignjo, untuk membahas pentingnya meningkatkan kesadaran mengenai CPR di kalangan masyarakat umum.
Philips berharap bahwa sesi pelatihan ini dapat mempersiapkan siapa saja untuk membantu korban henti jantung mendadak, kapan saja dan di mana saja.
Kementerian Kesehatan pada tahun 2014[1] memperkirakan bahwa ada 10.000 orang per tahun - atau 30 orang per hari - yang mengalami henti jantung mendadak.
Dalam diskusi tersebut, dr. Jetty menyebutkan tentang masa emas – tiga menit pertama setelah terjadinya henti jantung mendadak.
Jika CPR dilakukan dalam kerangka waktu ini, ada kemungkinan besar korban akan bertahan hidup tanpa terjadi kerusakan pada otak.
Namun, setelah masa tiga menit ini berlalu, semakin tinggi risiko korban menderita kerusakan otak akibat serangan tersebut.
“Jendela waktu kecil ini menentukan kesempatan hidup korban dan setiap detiknya sangat berharga. Memastikan ketersediaan AED di ruang publik dan melatih orang untuk menjadi first-responder (orang yang pertama kali menemukan korban dan menolongnya, berbekal pengetahuan untuk melakukan CPR) adalah kunci untuk menyelamatkan lebih banyak nyawa. Ini adalah sesuatu yang perlu sadari oleh masyarakat, bahwa semua orang bisa menyelamatkan nyawa,” kata dr. Jetty.
Sebagai perusahaan teknologi kesehatan, Philips Indonesia memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
Oleh karena itu, perusahaan telah menyelenggarakan pelatihan CPR untuk karyawannya bulan lalu.
“Saya juga ikut serta dalam sesi pelatihan tersebut. Di pelatihan ini kita diajarkan untuk melakukan teknik dasar CPR yang mereplikasi pernapasan vital dan fungsi detak jantung. Di Philips, kami ingin mendukung lebih banyak orang untuk mampu menjadi penyelamat. Kami berharap dengan berbagi pengalaman ini, para peserta bisa menginspirasi orang lain untuk menjadi first-responder,” kata Presiden Direktur Philips Indonesia, Suryo Suwignjo.
Sebagai bagian dari pelatihan, para peserta juga dilatih untuk mencari dan menggunakan Automated External Defibrillators (AED), yang terlihat di beberapa area umum dan perkantoran.
Dengan pengetahuan yang tepat, bahkan mereka yang tidak memiliki pengalaman atau latar belakang pendidikan di bidang kedokteran dapat meningkatkan kesempatan hidup korban henti jantung mendadak.
“Inisiatif ini juga telah dilakukan di negara lain, seperti Singapura, Korea, dan sekarang di Indonesia. Ini hanya sebagian dari ambisi global kita yang lebih besar untuk meningkatkan kesadaran seputar henti jantung mendadak. Orang-orang yang berada di lokasi terdekat dengan korban memiliki dampak yang besar pada kesempatan hidup korban—apakah korban dapat bertahan hidup atau tidak pada saat terserang SCA. Mengetahui bagaimana melakukan CPR dan menggunakan defibrillator dapat menyelamatkan nyawa,” tutup Suryo Suwignjo.