Profil RSPI Sulianti Saroso, Lokasi Perawatan 2 WNI Positif Corona: Dulu untuk Tampung Pasien Cacar
Dua WNI dinyatakan positif menderita virus corona dan dirawat di RSPI Sulianti Saroso. Inilah profil RSPI Sulianti Saroso.
Penulis: Sri Juliati
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Rumah Sakit Pusat Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso menjadi lokasi perawatan intensif dua warga Indonesia yang positif mengidap virus corona.
Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan dua warga negara Indonesia (WN) positif terjangkit virus corona.
Menurut Jokowi, dua WNI yang positif virus corona sempat melakukan kontak dengan WN Jepang yang datang ke Indonesia.
WN Jepang itu terdeteksi virus corona setelah meninggalkan Indonesia dan tiba di Malaysia.
Baca: Tinjau 2 Pasien Virus Corona WNI, Menkes: Pasien Dalam Kondisi Baik
Baca: 2 WNI di Depok Positif Virus Corona, Pemerintah Jamin Pasien Ditanggung BPJS Kesehatan
Sementara itu, dua WNI yang mengidap virus corona adalah seorang ibu yang berusia 64 tahun dan anaknya yang berusia 31 tahun.
Keduanya tinggal di Depok, Jawa Barat.
Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto mengatakan, dua pasien virus corona itu tengah menjalani perawatan intensif di RSPI Sulianti Saroso, Jakarta Utara.
“(Sekarang dirawat) di Rumah Sakit Pusat Infeksi Sulianti Saroso di ruang khusus yang tidak terkontak dengan yang lain,” ucap Terawan, dikutip dari Kompas.com.
Baca: Indonesia Resmi Terjangkit Corona, Media Diimbau Jaga Rahasia Identitas Pasien dan Tak Umbar Sensasi
Baca: Wali Kota Depok Sebut 50 Warganya Terindikasi Corona Karena Interaksi dengan 2 Pasien Positif
RSPI Sulianti Saroso yang berada di Sunter, Jakarta Utara ini adalah rumah sakit rujukan nasional dan pusat kajian penyakit infeksi di Indonesia.
RSPI Sulianti Saroso populer karena menjadi rumah sakit rujukan awal seiring merebaknya kasus SARS, Flu burung, hingga difteri di Jakarta.
Nama RSPI Sulianti Saroso berasal dari nama seorang dokter Indonesia, Julie Sulianti Saroso.
RSPI Sulianti Saroso diresmikan pada 21 April 1994, demikian dikutip dari buku RSPI Prof Dr Sulianti Saroso Menjaga Indonesia dari Penyakit Infeksi yang dirilis di web resmi RSPI Sulianti Saroso.
RSPI Sulianti Saroso berperan dalam penanganan dan pencegahan sejumlah Kejadian Luar Biasa (KLB) di Indonesia.
Fasilitas RSPI Sulianti Saroso dilengkapi sarana prasarana yang sesuai prinsip biosafety dan biosecurity bertaraf internasional, yaitu tersedianya Ruang Isolasi Ketat bertekanan negatif.
Isolasi ketat adalah ruangan bertekanan negatif dengan tenaga kesehatan yang bekerja di dalamnya harus terlindungi mulai dari kepala hingga kaki.
Pada 2003, RSPI Sulianto Saroso ditunjuk sebagai rumah sakit rujukan kasus SARS.
Selain itu, semenjak tahun 2005, RSPI Sulianti Saroso juga merupakan Rumah Sakit rujukan dalam menangani KLB Flu Burung (H5N1).
Pada 2015, RSPI Sulianti Saroso juga berperan dalam penanganan dan pencegahan penyakit Mers CoV (MCoV) atau Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (Sindrom Pernapasan Timur Tengah karena Virus Corona).
Pada 2017, RSPI Sulianti Saroso menjadi rumah sakit rujukan untuk penyakit infeksi difteri yang ditetapkan sebagai kasus KLB di tahun tersebut.
Asal Nama
Nama RSPI Sulianti Saroso diambil dari nama seorang dokter yang berperan besar terhadap dunia kesehatan Indonesia, Prof Dr Julie Sulianti Saroso MPH.
Ia pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Pencegahan, Pemberantasan dan Pembasmian Penyakit Menular (P4M) pada 1967-1975.
Pada 1975-1978, ia menjabat sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes).
Ia berhasil meyakinkan komisi internasional WHO bidang pemberantasan penyakit cacar, Indonesia telah terbebas dari penyakit cacar yang kala itu tengah melanda dunia.
Selain itu, Sulianti Saroso juga pernah menjadi ketua Health Assembly atau Majelis Kesehatan Dunia pada 1973.
Sejarah RSPI Sulianti Saroso
RSPI Sulianti Saroso berawal dari pendirian Stasiun Karantina di Pulau Onrust, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.
Stasiun ini berdiri sejak 1917-1958.
Fungsi utama Stasiun Karantina itu untuk menampung penderita cacar yang berasal dari Jakarta dan sekitarnya.
Tahun 1930-an, Pulau Onrust juga menjadi Asrama Haji sebelum para jemaah haji diberangkatkan ke Arab Saudi.
Para calon haji di Pulau Onrust ditempatkan di sana agar bisa beradaptasi dengan udara laut.
Sebab pada zaman dahulu, mereka naik kapal laut menuju ke Arab Saudi.
Setelah itu, Stasiun Karantina berubah menjadi Rumah Sakit Karantina di Tanjung Priok dan beroperasi mulai 1958-1994.
Fungsi utama Rumah Sakit Karantina menangani penderita penyakit menular dari kapal yang memerlukan karantina.
Fungsi Stasiun Karantina di Tanjung Priok saat itu berimbang dengan menangani penderita cacar pada tahun 1964-1970 sebanyak 2.358 orang.
Sejak Indonesia dinyatakan bebas cacar pada tahun 1972, Stasiun Karantina berubah menjadi Rumah Sakit Karantina (RS Karantina).
RS Karantina ini bertugas menyelenggarakan pelayanan, pengobatan, perawatan, karantina, dan isolasi penyakit
menular tertentu.
Dalam perjalanannya, RS Karantina tak hanya menangani pasien karantina atau pasien yang ditengarai menderita penyakit menular yang diatur oleh pemerintah.
Namun juga penyakit-penyakit menular atau infeksi lainnya.
Seiring dengan pertambahan jenis pelayanan, maka butuh ruangan dan fasilitas yang semakin luas dan lengkap.
Akhirnya RS Karantina dipindahkan secara resmi ke wilayah Sunter pada 1994 dan berubah nama menjadi RSPI Sulianti Saroso.
Pembangunan gedung dan infrastruktur RSPI Sulianto Saroso mendapat bantuan hibah murni (grant) dari
Pemerintah Jepang.
Pembangunan gedung RSPI Sulianti Saroso dimulai sejak 17 Juni 1992 dan selesai pada 24 September 1993.
Gedung RSPI Sulianti Saroso diresmikan pada tanggal 21 April 1994.
Mulai 1 Desember 1993, dilaksanakan proses perpindahan kegiatan pelayanan pasien dari RS Karantina di Tanjung Priok ke RSPI Sulianti Saroso di Sunter.
(Tribunnews.com/Sri Juliati)