PBB Legalkan Ganja untuk Pengobatan, DPR Tidak Setuju, Pemerintah RI Diminta Segera Terbitkan Aturan
Koalisi Advokasi Narkotika untuk Kesehatan meminta agar pemerintah Indonesia mempertimbangkan potensi pemanfaatan ganja untuk keperluan medis.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Advokasi Narkotika untuk Kesehatan meminta agar pemerintah Indonesia mempertimbangkan potensi pemanfaatan ganja untuk keperluan medis di dalam negeri, setelah Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) mengubah aturan terkait penggunaan ganja.
Dalam keterangan yang diterima Kamis (3/12/2020) sebagai langkah konkret, pemerintah perlu menindaklanjutinya dengan menerbitkan regulasi yang memungkinkan ganja digunakan untuk kepentingan medis.
"Kesempatan ini harus dapat dijadikan momentum bagi pemerintah Indonesia untuk merombak kebijakan narkotika yang berbasiskan bukti (evidence-based policy). Adanya hasil voting lembaga PBB ini sudah dapat dijadikan sebagai legitimasi medis dan konsensus politis yang harus diikuti negara-negara anggotanya termasuk Pemerintah
Indonesia selama ini yang mengklaim selalu merujuk pada ketentuan Konvensi Tunggal
Narkotika 1961," tulis keterangan tersebut.
Disampaikan pula bahwa, koalisi sebelumnya telah mendampingi tiga orang ibu dari anak-anak yang mengalami cerebral palsy pada 19 November 2020 untuk mengajukan permohonan uji materil terhadap UU Narkotika ke Mahkamah Konstitusi yang melarang penggunaan Narkotika Golongan I untuk kepentingan kesehatan.
Baca juga: Petugas Tol Bawa Ganja, Langsung Diamankan Tim Khusus Satresnarkoba Polrestabes Surabaya
Baca juga: Singapura Kecewa PBB Hapus Ganja dari Daftar Narkotika Berbahaya
Menurut mereka, keputusan PBB itu bisa dijadikan legitimasi medis dan konsensus politik untuk ditindak negara-negara pengikutnya, termasuk pemerintah Indonesia.
Mereka pun menyinggung pernyataan pemerintah yang selama ini selalu mengacu pada ketentuan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 ketika memperdebatkan kemungkinan penggunaan ganja untuk medis.
"Kesempatan ini harus menjadi momentum bagi pemerintah untuk merombak kebijakan narkotika yang berbasiskan bukti (evidence-based policy)," tambah mereka.
Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menyetujui rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) melegalkan ganja untuk keperluan medis.
Keputusan ini bisa mendorong upaya legalisasi ganja di seluruh dunia.
Meski demikian, pemungutan suara untuk mengambil kebijakan ini tergolong alot.
Sebab, dari total 53 negara, 27 negara setuju, 25 tidak setuju, dan 1 negara abstain.
Para ahli mengatakan, pemungutan suara tidak akan berdampak langsung pada pelonggaran kontrol internasional karena pemerintah masih akan memiliki yurisdiksi tentang cara mengklasifikasikan ganja.
Namun banyak negara melihat konvensi global ini sebagai pedoman dan pengakuan PBB sebagai kemenangan simbolis bagi para pendukung perubahan kebijakan narkoba yang mengatakan bahwa hukum internasional sudah kedaluwarsa atau ketinggalan zaman.
"Ini adalah kemenangan bersejarah yang sangat besar bagi kami, kami tidak bisa berharap lebih,"kata Kenzi Riboulet-Zemouli, seorang peneliti independen untuk kebijakan narkoba.
Dia mengatakan bahwa ganja telah digunakan sepanjang sejarah untuk tujuan pengobatan dan keputusan pada hari Rabu mengembalikan status itu guna digunakan dalam dunia medis.
Perubahan ini kemungkinan besar akan memperkuat penelitian medis dan upaya legalisasi di seluruh dunia.
Pemungutan suara ini adalah 'langkah' besar ke depan dan mengakui dampak positif ganja pada pasien, menurut Dirk
Heitepriem, Wakil Presiden di Canopy Growth, sebuah perusahaan berbasis di Kanada.
"Kami berharap ini akan memberdayakan lebih banyak negara untuk menciptakan kerangka kerja yang memungkinkan pasien yang membutuhkan untuk mendapatkan akses ke pengobatan,"ujarnya.
Ganja Jenis CBD
Secara umum, ganja terdiri dari dua jenis CBD (cannabidiol) dan THC (tetrahydrocannabinol). Ganja yang kerap digunakan untuk pengobatan adalah jenis CBD, hal ini lantaran CBD memiliki sedikit zat berbahaya.
Sementara THC adalah zat yang memberikan efek ketika mengkonsumsi ganja.
Penelitian terbatas menunjukkan bahwa CBD dapat mengurangi kecemasan, mengurangi peradangan dan meredakan nyeri, hingga membunuh sel kanker, epilepsi, dan memperlambat pertumbuhan tumor.
Cannabinoid juga diakui memiliki bahan kimia aktif yang mirip dengan bahan kimia yang dihasilkan tubuh guna meningkatkan nafsu makan, ingatan, hingga rasa sakit.
Ganja tipe Epidiolex yang terbuat dari CBD digunakan sebagai bahan terapi bagi penderita epilepsi yang sangat parah atau sulit diobati.
Dalam percobaan dan penelitian itu, beberapa orang mengalami penurunan kejang yang dramatis setelah mengonsumsi ganja itu.
Dikutip dari halaman berita kesehatan Inggris WebMD. Pasien yang harus mendapatkan terapi ganja bisa mengkonsumsinya dalam berbagai bentuk di antaranya brownies, lollipop, vaporizer atau meneteskan zat ganja cair di bawah lidah.
Spesialis penyalahgunaan zat di Fakultas Kedokteran Universitas Pennsylvania Perelman, Marvel Bonn-Miller menjelaskan ganja juga membutuhkan efek yang lama usai dikonsumsi terkait kepentingan pengobatan.
"Jika Anda memakannya, dibutuhkan waktu yang jauh lebih lama. Butuh 1 hingga 2 jam untuk merasakan efek dari produk yang dapat dimakan,"jelasnya.
Wakil rakyat di Senayan justru tidak setuju ganja dilegalkan untuk kepentingan medis.
Namun, Komisi IX DPR yang membidangi kesehatan tetap menghormati keputusan Komisi PBB yang merestui rekomendasi WHO untuk menghapus ganja dari kategori obat paling berbahaya di dunia dan bisa digunakan untuk keperluan medis.
Menurutnya, restu Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tersebut tidak serta merta dapat diimplementasikan di seluruh negara, apalagi Indonesia memiliki Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Narkotika.
"Kita punya amanah rakyat yang harus di hormati oleh siapapun juga, termasuk WHO dan PBB sekalipun. Di mana ganja diatur tegas dan pelarangnya, masuk dalam golongan 1," ujar Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo.
"Bahkan kalau tidak salah Indonesia secara resmi menolak terhadap usulan pelonggaran soal ganja oleh WHO," sambung Rahmad.
Menurut Rahmad, semua pihak saat ini terus melakukan perang terhadap berbagai jenis narkoba, yang telah membuat ribuan anak bangsa meninggal dunia.
"Jadi, amanah rakyat Indonesia harus dihormati dan kawal sampai kita benar-benar terbebas dari narkoba. Tidak boleh dibiarkan dalam bentuk pelonggaran aturan narkoba untuk bentuk apapun yang melawan undang-undang, kita harus tegas,"paparnya.(Tribun
Network/sen/mal/WebMD/reuters/wly)