Efek Vaksin Sinovac Demam dan Pegal, Menkes Minta Kepala Daerah Fokus Efek Vaksinasi
Menkes mengatakan, efek yang dirasakan usai seseorang diberikan vaksin adalah pegal-pegal dan demam.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, efek yang dirasakan usai seseorang diberikan vaksin adalah pegal-pegal dan demam.
Proses vaksinasi covid 19 sebentar lagi akan dilakukan di Indonesia. Menkes menyatakan, proses tersebut akan mulai dilakukan pada Rabu(13/1/2021).
Nantinya, Presiden Joko Widodo akan mengawali proses vaksinasi perdana beserta jajaran Kabinet Indonesia Maju dan pejabat di tingkat pemerintah pusat.
"Penyuntikan pertama akan dilakukan pada Rabu (13/1/2021) minggu depan di Jakarta oleh Bapak Presiden Jokowi," kata Menkes Budi di Gedung Kemendagri, Jakarta, Selasa (5/1/2021).
Selanjutnya vaksinasi di daerah pada hari berikutnya secara serentak, dengan prioritas tenaga kesehatan.
Baca juga: Vaksinasi Covid-19 Serentak Mulai 13 Januari 2021, Mardani: Harusnya Sabar Tunggu BPOM dan MUI
Budi berharap, kepala daerah dapat turun untuk melihat proses vaksinasi pada tenaga kesehatan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat.
"Kemudian pada saat penyuntikan tenaga kesehatan, tolong kepala daerah, Bapak/Ibu Gubernur, turun untuk membangkitkan confidence ke masyarakat," ujarnya.
Baca juga: Vaksinasi Pertama di Indonesia Dimulai Rabu 13 Januari, Bagaimana Tingkat Keamanannya? Ini Kata BPOM
Menkes mengatakan, efek yang dirasakan usai seseorang diberikan vaksin adalah pegal-pegal dan demam.
Karena itu, Budi menyebut efek samping tersebut perlu menjadi perhatian kepala daerah. Ia pun meminta tenaga kesehatan tidak disuntik vaksin dalam satu waktu.
"Arahan dari Bapak Presiden, karena kemungkinan akan ada sedikit dampak, misalnya pegal sedikit, demam sedikit, jadi dalam satu Puskesmas."
"Misalnya ada 4 perawat, jangan sampai di hari yang sama kita vaksin semua, kita antisipasi betul efek itu, maka vaksin dulu untuk 2 orang," ujar Menkes.
Menkes Budi juga meminta kepala daerah untuk mempersiapkan orang-orang yang akan mendapatkan prioritas program vaksinasi, yang akan dibagi menjadi dua tahap.
"Bapak/Ibu Gubernur, kepala daerah, tolong persiapan, pilih orangnya, karena tanggal 14 - 15 kita akan mulai lakukan vaksinasi di daerah, terutama provinsi. Kemudian untuk proses vaksinasi, terutama tenaga kesehatan, tolong dibagi 2 tahap," ujar Menkes.
Kepala daerah juga diminta untuk memastikan fasilitas kesehatan terdaftar dalam aplikasi P-care BPJS yang menampilkan pendataan dan input data fasilitas kesehatan "mampu vaksin" yang dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota.
Sebelumnya, Indonesia memilih vaksinasi sebagai jalan keluar dari pandemi Covid-19. Sebanyak 181 juta orang penduduk akan mendapat dua dosis vaksin secara bertahap dalam kurun 3,5 tahun.
Meski vaksinasi akan segera dimulai, izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) belum diterbitkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Dinyatakan Aman
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah melakukan uji klinis terhadap vaksin Sinovac.
BPOM sudah memeroleh dua data setelah dua bulan penyuntikan vaksin, yakni data immunogenitas dan efikasi.
Data ini bisa menepis keraguan masyarakat dalam menerima vaksin.
"Dari data keamanan, vaksin ini sudah cukup aman. Tidak ada kejadian efek samping serius yang dilaporkan berkaitan dengan penggunaan vaksin ini."
"Sedangkan immunogenitasnya juga sudah menunjukan tingkat pembentukan antibodi yang bagus responsnya dalam tubuh," kata Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari BPOM Lucia Rizka Andalusia.
Saat ini BPOM masih menunggu sejumlah data uji klinis lainnya. Lucia menyebutkan ada beberapa keuntungan yang diperoleh Indonesia dengan melakukan uji klinis.
"Bahwa kita mempunyai data uji klinis. Kita punya data pengalaman penggunaan di Indonesia," terang dia.
Kendati begitu, BPOM membuka peluang memakai data hasil uji klinis sejumlah vaksin Covid-19 dari negara lain, guna mempercepat program vaksinasi di Indonesia. Syaratnya protokol uji klinis negara lain sama dengan Indonesia.
Menurutnya, tidak ada kewajiban melakukan uji klinis di dalam negeri sebelum menggunakan vaksin. Apalagi bila ada negara tetangga yang sudah melakukan uji klinis sebelumnya.
Bahkan, ada beberapa jenis vaksin yang telah digunakan di Indonesia, tanpa melalui uji klinis di Indonesia.
"Ingat, sudah banyak vaksin sebelum pandemi Covid-19, dan hanya sedikit yang melakukan uji klinis di Indonesia. Vaksin influenza, vaksin polio, itu uji klinisnya tidak di Indonesia."
"Meski diproduksi di Bio Farma, tetapi uji klinisnya tidak dilakukan di Indonesia dan secara regulasi memungkinkan," terangnya.
Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito memastikan pihaknya terus mengawal keamanan dan mutu vaksin Covid-19 baik sebelum dan sesudah vaksin beredar.
Ia mengatakan, sejak kedatangan vaksin di Indonesia pada 6 Desember 2020 (tahap I) dan 31 Desember 2020 (tahap II), Badan POM melakukan sampling dan pengujian vaksin.
Pada proses penerimaan vaksin di bandara, Badan POM juga melakukan pengecekan kesesuaian dokumen serta kesesuaian suhu tempat penyimpanan vaksin CoronaVac di dalam Envirotainer.
Persyaratan lainnya yang penting diperhatikan dalam memastikan kualitas vaksin adalah Lot Release.
Lot release merupakan persyaratan dari World Health Organization (WHO), berupa proses evaluasi yang dilakukan oleh Otoritas Obat setiap negara terhadap hasil uji dan/atau review dokumen mutu lot/batch suatu produk vaksin untuk menjamin mutu setiap lot/batch vaksin tersebut.
“Badan POM telah menerbitkan sertifikat Lot Release terhadap 1,2 juta vaksin CoronaVac yang datang pada tanggal 6 Desember 2020. Pengujian dalam rangka Lot Release ini dilakukan di Laboratorium Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional,” jelas dia.
Penny menjelaskan, BPOM telah melakukan evaluasi terhadap data hasil uji pre-klinik dan uji klinik fase 1 dan fase 2 untuk menilai keamanan dan respon imun yang dihasilkan dari penggunaan vaksin.
Saat ini, Badan POM masih menunggu penyelesaian analisis data uji klinik fase 3 untuk mengonfirmasi khasiat/efikasi vaksin CoronaVac.
"Data-data tersebut diperlukan dalam rangka penerbitan Persetujuan Penggunaan Darurat/Emergency Use Authorization (EUA)," ujar dia.
Untuk menjamin mutu vaksin, ujar Penny, BPOM telah melakukan evaluasi terhadap data mutu vaksin, yang mencakup pengawasan mulai dari bahan baku, proses pembuatan hingga produk jadi vaksin sesuai dengan standar penilaian mutu vaksin yang berlaku secara internasional.
Salah satunya melalui inspeksi langsung ke sarana produksi vaksin CoronaVac.
“Berdasarkan hasil evaluasi mutu yang telah dilakukan, Badan POM dapat memastikan bahwa vaksin ini tidak mengandung bahan-bahan yang berbahaya,” kata Kepala Badan POM.
Aspek lain yang menjadi sasaran pengawalan Badan POM adalah pengawalan mutu vaksin di sepanjang jalur distribusi, mulai keluar dari industri farmasi hingga digunakan dalam pelayanan vaksinasi kepada masyarakat.
Hal ini penting karena vaksin merupakan produk yang rentan mengalami kerusakan jika suhu penyaluran dan penyimpanan tidak sesuai persyaratan, yaitu pada suhu 2°-8°C.
Pengawasan dan pemantauan mutu vaksin ini dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan POM di seluruh Indonesia terhadap sarana industri, distributor, instalasi farmasi provinsi, instalasi farmasi kabupaten, atau sarana pelayanan kesehatan.
Sudah Halalkah?
Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Muti Arintawati belum bisa menegaskan kehalalan vaksin Sinovac untuk menangkal Covid-19. Menurutnya, masih ada informasi yang perlu dilengkapi.
Muti tidak membeberkan secara detail informasi yang dimaksud. Hanya, kuantitasnya terbilang sedikit karena proses audit sudah rampung.
"Masih ada sedikit informasi yang harus dilengkapi. Sehingga tentunya kami tidak bisa kemudian memberikan kesimpulan. Dan kesimpulan halal tidaknya juga tidak ada di LPPOM, tetapi di Komisi Fatwa (MUI)," ujarnya.
LPPOM MUI memastikan tidak pasif dalam menerima informasi vaksin, tetapi secara intensif melakukan kajian yang dikerjakan auditor LPPOM MUI.
Dia mencontohkan, studi literatur, jurnal, dan keterangan pakar mengenai bahan baku vaksin juga digali.
"Katakan ada sekian banyak asam amino yang digunakan dalam media (pembuatan vaksin)."
"Apakah asam amino memang kita perlu kritisi kehalalannya? Atau, mana asam amino yang dari sisi proses produksinya itu tidak kritis dari sisi kehalalannya," jelasnya.
Keputusan halal atau tidaknya vaksin dari Komisi Fatwa MUI juga tergantung keputusan BPOM.
Menurutnya, hal itu berkaitan dengan keamanan vaksin yang kini sedang diuji.
"Kalau semua informasi sudah lengkap, MUI tetap menunggu keputusan dari BPOM tentang safety, tentang thoyyib tadi untuk memutuskan kemudian apakah bisa dikeluarkan sertifikat halal atau tidak," ucapnya.
Sedangkan Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) memutuskan membolehkan penggunaan vaksin Covid-19 buatan Sinovac, meskipun belum mengetahui kadungan zat pada bahan pokok pembuatan vaksin tersebut.
"Statement Kiai Wapres (Wakil Presiden Ma'ruf Amin) menjadi pertimbangan kami untuk tidak melanjutkan pembahasan halal-haramnya," kata Sekretaris LBM PBNU Sarmidi Husna.
Dia berpandangan, pernyataan Ma'ruf dilandaskan atas kegentingan situasi kehidupan akibat dampak Covid-19.
Karena itu, penggunaan vaksin tidak berlabel halal dapat digunakan oleh umat Islam.
Sarmidi menekankan, pemerintah juga perlu meminta organisasi masyarakat Islam lainnya untuk dapat mengikuti pernyataan Ma'ruf, untuk menanggulangi bahaya dan dampak keberlangsubgan hidup akibat pandemi.
Kendati begitu, Sarmidi mengungkapkan, pihaknya telah berupaya mengkaji dan mencari tahu kadar halal dalam bahan dasar pembuatan vaksin.
Salah satunya, meminta penjelasan dari PT Bio Farma.(Tribun Network/ras/rin/wly)