Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Kesehatan

Ketua Umum PP IBI : Kental Manis Tak Cocok Dikonsumsi Balita

Penelitian 28,96% dari total responden mengatakan kental manis adalah susu pertumbuhan, dan sebanyak 16,97% ibu memberikan kental manis untuk ana

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Ketua Umum PP IBI : Kental Manis Tak Cocok Dikonsumsi Balita
Net
Ilustrasi Kental Manis 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Upaya penanggulangan stunting harus di mulai jauh kebelakang, yaitu dengan memberi perhatian pada kesehatan remaja dan terutama calon ibu.

Sebab stunting bukan hanya persoalan saat anak mengalami persoalan gizi. Pencegahan stunting harus diawali dengan memastikan calon ibu benar-benar siap menghadapi 1000 HPK.

Ketua Umum PP Ikatan Bidan Indonesia Dr. Emi Nurjasman M.Kes, mengingatkan kepada bidan yang melakukan pemeriksaan kandungan ibu hamil, informasi-informasi tersebut harus disampaikan secara komprehensif.

“Pola hidup, pola makan, dan juga nutrisi yang sebaiknya dikonsumsi ataupun yang harus dihindari oleh ibu dan bayi,” kata Emi dalam keterangannya, Senin (22/3/2021).

Emi juga meminta hasil penelitian YAICI bersama PP Aisyisiyah mengenai konsumsi kental manis pada balita untuk dapat dikoordinasikan dengan pihak-pihak terkait lainnya, agar ke depannya dapat mengeluarkan rekomendasi.

“Kita tahu konsumsi kental manis oleh balita itu tidak tepat karena itu perlu direkomendasikan, bisa saja nanti ada tambahan larangan kental manis tidak untuk dikonsumsi balita, serta di dalam kemasan harus ada warning juga,” kata Emi Nurjasman.

Baca juga: Geger Kambing Baru Lahir Bermata Satu, Tak Bisa Berjalan dan Hanya Minum Susu Botol

Perkembangan kesehatan saat remaja sangat menentukan kualitas seseorang untuk menjadi individu dewasa.

Berita Rekomendasi

Masalah gizi yang terjadi pada masa remaja akan meningkatkan kerentanan terhadap penyakit di usia dewasa serta berisiko melahirkan generasi yang bermasalah gizi.

Merujuk pada Riskesdas tahun 2018, sekitar 65% remaja tidak sarapan, 97% kurang mengonsumsi sayur dan buah, kurang aktivitas fisik serta konsumsi gula, garam dan lemak (GGL) berlebihan.

Pola konsumsi dan kebiasaan yang tidak baik tersebut mengakibatkan tingginya angka anemia pada remaja, yaitu 3 dari 10 remaja mengalami anemia.

Anemia pada remaja akan menyebabkan timbulnya masalah kesehatan seperti penyakit tidak menular, produktivitas dan prestasi menurun, termasuk masalah kesuburan.

Karena itu, edukasi gizi menjadi penting, tidak hanya untuk ibu tapi juga remaja, milenial dan para calon orangtua.

Baca juga: Efek Samping Rutin Minum Kental Manis Pada Anak

Hal ini juga sejalan dengan data UNICEF pada 2017, bahwa adanya perubahan pola makan seperti kenaikan konsumsi makanan tidak sehat seperti jenis makanan instan dan juga makanan tinggi kandungan GGL.

Dampaknya adalah, kebiasaan ini menjadikan calon ibu tidak memiliki bekal pengetahuan yang cukup pada saat menjadi ibu.

Maka tidak heran, hingga saat ini masih banyak ditemukan balita mengkonsumsi makanan instan sebagai asupan makanan sehari-hari.

Tak hanya itu, konsumsi kental manis sebagai minuman susu oleh balita bahkan bayi pun masih jamak ditemukan dengan frekwensi yang cukup tinggi 2 hingga 8 gelas per hari.

Padahal kental manis bukanlah minuman untuk dikonsumsi anak mengingat kandungan gulanya yang cukup tinggi.

Sebelumnya YAICI bersama PP Aisyiyah telah melakukan penelitian mengenai konsumsi kental manis pada balita di beberapa wilayah di Indonesia.

Penelitian dilakukan pada 2020 di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, NTT dan Maluku.

Dari penelitian ditemukan 28,96% dari total responden mengatakan kental manis adalah susu pertumbuhan, dan sebanyak 16,97% ibu memberikan kental manis untuk anak setiap hari.

Dari hasil penelitian juga ditemukan sumber kesalahan persepsi ibu, dimana sebanyak 48% ibu mengakui mengetahui kental manis sebagai minuman untuk anak adalah dari media, baik TV, majalah/ koran dan juga sosial media dan 16,5% mengatakan informasi tersebut didapat dari tenaga kesehatan.

Temuan menarik lainnya adalah, kategori usia yang paling banyak mengkonsumsi kental manis adalah usia 3 – 4 tahun sebanyak 26,1%, menyusul anak usia 2 – 3 tahun sebanyak 23,9%.

Sementara konsumsi kental manis oleh anak usia 1 – 2 tahun sebanyak 9,5%, usia 4-5 tahun sebanyak 15,8% dan 6,9% anak usia 5 tahun mengkonsumsi kental manis sebagai minuman sehari-hari.

Dilihat dari kecukupan gizi, 13,4% anak yang mengkonsumsi kental manis mengalami gizi buruk, 26,7% berada pada kategori gizi kurang dan 35,2% adalah anak dengan gizi lebih.

“Dari masih tingginya persentase ibu yang belum mengetahui penggunaan kental manis, terlihat bahwa memang informasi dan sosialisasi tentang produk kental manis ini belum merata, bahkan di ibu kota sekalipun,” jelas Ketua Harian YAICI, Arif Hidayat.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas