Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Kesehatan

Belum Sukses Promil? Terapi Masa Subur Lebih Berpeluang Hamil Spontan, Begini Triknya

Banyak pasangan suami istri yang mengalami gangguan kesuburan yang tidak diketahui penyebabnya atau biasa disebut infertilitas idiopatik.

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Anita K Wardhani
zoom-in Belum Sukses Promil? Terapi Masa Subur Lebih Berpeluang Hamil Spontan, Begini Triknya
freepik
Ilustrasi cara menghitung masa subur 

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Banyak pasangan suami istri yang mengalami gangguan kesuburan yang tidak diketahui penyebabnya atau biasa disebut infertilitas idiopatik (unexplained infertility).

Namun apakah pasangan dengan kondisi ini bisa mencapai kehamilan?

Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan sekaligus Konsultan Fertilitas, Endokrinologi & Reproduksi Rumah Sakit Pondok Indah dr. Gita Pratama, Sp.OG-KER, M,RepSc mengatakan bahwa pasangan dengan infertilitas idiopatik masih memiliki kemungkinan untuk hamil.

Namun ada terapi yang harus dijalani oleh pasangan dengan kondisi seperti ini.

Ada beberapa cara untuk mencapai kehamilan pada pasangan yang mengalami infertilitas idiopatik.

Yang pertama adalah manajemen ekspektatif, pasangan infertilitas idiopatik disarankan melakukan hubungan seksual secara teratur sebanyak 2 kali dalam satu hari.

Baca juga: Sempat Pertanyakan Kehamilan Nadya Mustika, Rizki DA Enggan Bahas Soal Usia Kandungan

Baca juga: Peluang Hamil Pasangan Infertilitas Idiopatik Lebih Besar Dari Pasangan Tidak Subur Lainnya

Berita Rekomendasi

Hal ini dilakukan pada masa subur sang istri, yakni 10 hingga 17 hari setelah hari pertama haid terakhir.

Karena pasangan dengan kondisi infertilitas jenis ini memiliki kesempatan hamil spontan yang lebih besar dibandingkan pasangan infertilitas dengan penyebab lainnya.

"Tingkat kehamilan spontan pada pasangan dengan infertilitas idiopatik cukup tinggi, karenanya melakukan hubungan teratur 1-2 hari sekali pada masa subur (10-17 hari setelah hari pertama haid terakhir) sangatlah penting untuk mendapatkan kehamilan," ujar dr Gita, dalam keterangan resminya, Senin (22/3/2021).

Manajemen ekspektatif ini dapat dilakukan khususnya pada suami yang memiliki istri berusia di bawah 35 tahun serta usia pernikahan di bawah 2 tahun.

Setiap tahunnya 305 dari 100 ribu ibu hamil di Indonesia meninggal dunia. Sepertiga dari kematian tersebut terjadi karena preeklamsia. Preeklamsia adalah kondisi peningkatan tekanan darah disertai dengan adanya protein dalam urine. Kondisi ini terjadi setelah usia kehamilan lebih dari 20 minggu.
Setiap tahunnya 305 dari 100 ribu ibu hamil di Indonesia meninggal dunia. Sepertiga dari kematian tersebut terjadi karena preeklamsia. Preeklamsia adalah kondisi peningkatan tekanan darah disertai dengan adanya protein dalam urine. Kondisi ini terjadi setelah usia kehamilan lebih dari 20 minggu. (IST)

Kemudian terapi yang kedua adalah inseminasi intrauterine.

dr Gita menjelaskan, jika saat menjalani terapi manajemen ekspektatif, pasangan infertilitasi idiopatik tidak juga mencapai kehamilan, maka terapi yang disarankan adalah inseminasi intrauterine.

Terapi tipe ini turut menggabungkan pemberian obat tertentu sebagai pendukung.

Obat ini fungsinya dapat memicu peningkatan kesuburan pasangan tersebut.

"Apabila kehamilan juga tidak didapatkan dengan manajemen ekspektatif saja, maka disarankan untuk melakukan inseminasi intrauterine yang dikombinasikan dengan pemberian obat-obatan penyubur seperti klomifen sitrat, letrozole, atau gonadotropin," jelas dr Gita.

Ia memaparkan bahwa inseminasi merupakan metode yang dilakukan melalui cara memasukkan sperma langsung ke dalam rongga rahim.

Sperma ini pun tentunya telah ditingkatkan kualitasnya.

"Cara ini akan meningkatkan keberhasilan kehamilan dengan meniadakan faktor serviks dan antibodi antisperma yang sering dikaitkan sebagai penyebab infertilitas idiopatik," tegas dr Gita.

Lalu ada pula terapi lainnya yang umum dilakukan pasangan yang mengalami infertilitas idiopatik, yakni 'program bayi tabung' atau in vitro fertilization.

Program bayi tabung ini, kata dia, dapat menjadi salah satu solusi apabila kehamilan tidak juga didapatkan setelah kegagalan dalam menjalani terapi inseminasi intrauterine.

"Program bayi tabung merupakan Teknologi Reproduksi Berbantu (TRB) di mana pembuahan sel telur oleh sel sperma terjadi di luar tubuh wanita (in vitro), kemudian embrio hasil pembuahan ditempatkan kembali ke dalam rahim," papar dr Gita.

Menurutnya, pasangan infertilitas idiopatik ini cenderung memiliki kesempatan besar dalam memperoleh kehamilan melalui program ini.

Angka keberhasilannya pun cukup tinggi, yakni mencapai 30 hingga 40 persen.

"Keberhasilan program bayi tabung pada pasangan yang mengalami infertilitas idiopatik mempunyai angka keberhasilan yang cukup tinggi yakni 30 hingga 40 persen," tutur dr Gita.

Lebih lanjut ia menegaskan bahwa masih ada kesempatan bagi pasangan dengan kondisi infertilitas idiopatik untuk memiliki anak.

Hal itu karena saat ini dunia medis telah didukung teknologi yang maju.

"Seiring dengan teknologi yang semakin berkembang, selalu ada harapan untuk memiliki keturunan," kata dr Gita.

Sehingga ia mengimbau seluruh pasangan dengan kondisi ini untuk selalu berpikir positif dan memeriksakan kesehatan organ reproduksi mereka secara berkala.

"Cek kondisi organ reproduksi anda dan pasangan secara berkala, tetap berpikir positif, dan jalani program kehamilan dengan penuh kesabaran. Be patience, and sure you'll be pregnant (bersabarlah, anda masih punya kesempatan untuk hamil)," pungkas dr Gita.

Perlu diketahui, jika pasangan suami istri telah melakukan hubungan seksual secara teratur selama satu tahun tanpa menggunakan alat kontrasepsi namun gagal mencapai kehamilan, maka hal ini disebut sebagai infertilitas.

Pasangan dapat disebut subur, saat sang istri mengalami kehamilan setelah melakukan hubungan seksual secara rutin selama satu tahun tanpa alat kontrasepsi.

Angka pasangan yang mengalami kehamilan pada rentang waktu 12 bulan melakukan hubungan seksual ini pun bahkan mencapai 80 persen.

"Kurang lebih 80 persen pasangan suami dan istri akan hamil dalam 12 bulan pertama berhubungan seksual tanpa kontrasepsi," jelas dr Gita.

Namun menurutnya, jika pasangan infertilitas tidak melakukan penundaan kehamilan, tentunya mereka membutuhkan konsultasi medis.

"Apabila pasangan suami istri tidak juga mendapat kehamilan setelah setahun, maka pasangan tersebut membutuhkan pelayanan medis lebih lanjut," kata dr Gita.

Penyebab yang paling disoroti dalam menangani pasangan infertilitas adalah infertilitas idiopatik atau ketidaksuburan yang tidak diketahui penyebabnya.

Pasangan yang disebut mengalami kondisi ini biasanya telah melakukan serangkaian pemeriksaan lengkap yang berkaitan dengan tingkat kesuburan mereka.

Namun yang terjadi adalah sang istri tidak juga hamil, meskipun hasil pemeriksaan menyatakan bahwa semuanya normal.

Angka mereka yang mengalami gangguan kesuburan dengan infertilitas idiopatik ini pun bisa mencapai 10 persen.

"Infertilitas idiopatik merupakan keadaan ketika pasangan sudah melakukan pemeriksaan lengkap seperti pemeriksaan analisis semen, penilaian fungsi ovulasi, dan uji patensi tuba dinyatakan normal, namun tetap tidak bisa hamil. Infertilitas idiopatik terjadi pada sekitar 10 persen pasangan dengan gangguan kesuburan," pungkas dr Gita.
--

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas