Ini Fatwa Etik Dokter dalam Menggunakan Media Sosial yang Diterbitkan MKEK IDI
Ketua MKEK IDI Pukovisa Prawiroharjo menuturkan, fatwa tersebut bersifat mengikat bagi seluruh tenaga medis di Indonesia.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Hasanudin Aco
Lalu, pada penggunaan media sosial termasuk dalam hal memuat gambar, dokter wajib mengikuti peraturan perundangan yang berlaku dan etika profesi.
Gambar yang dimuat tidak boleh membuka secara langsung maupun tidak langsung identitas pasien, rahasia kedokteran, privasi pasien/keluarganya,
privasi sesama dokter dan tenaga kesehatan, dan peraturan internal
RS/klinik.
Dalam menyampaikan kondisi klinis pasien atau hasil pemeriksaan
penunjang pasien untuk tujuan pendidikan, hanya boleh dilakukan atas
persetujuan pasien serta identitas pasien seperti wajah dan nama yang
dikaburkan.
Hal ini dikecualikan pada penggunaan meda sosial dengan
maksud konsultasi suatu kasus kedokteran sebagaimana yang diatur pada
poin 6.
Kemudian, pada penggunaan media sosial dengan tujuan memberikan edukasi kesehatan bagi masyarakat, sebaiknya dibuat dalam akun terpisah dengan akun pertemanan supaya fokus pada tujuan.
Bila akun yang sama digunakan untuk pertemanan, maka dokter harus memahami dan mengelola ekspektasi masyarakat terhadap profesi kedokteran.
Kesembilan, penggunaan media sosial dengan tujuan edukasi imu kedokteran dan kesehatan yang terbatas pada dokter dan atau tenaga kesehatan hendaknya menggunakan akun terpisah dan memilah sasaran informasi khusus dokter/tenaga kesehatan.
Kesepuluh, penggunaan media sosial dengan tujuan pertemanan, dokter dapat bebas berekspresi sebagai hak privat sesuai ketentuan etika umum dan peraturan perundangan yang berlaku dengan memilith plattorm media sosial yang diatur khusus untuk pertemanan dan tidak untuk dilihat publik.
Dokter perlu selektif memasukkan pasiennya ke daftar teman pada akun
pertemanan karena dapat mempengaruhi hubungan dokter-pasien.
Dokter dapat membalas dengan baik dan wajar pujian pasien/masyarakat atas pelayanan medisnya sebagai balasan di akun pasien/ masyarakat
tersebut.
Namun sebaiknya dokter menghindari untuk mendesain pujian
pasien/ masyarakat atas drinya yang dikirim ke pubik menggunakan akun
media sosial dokter sebagai tindakan memuji diri secara berlebihan.
Terakhir, pada kondisi di mana dokter memandang aktivitas media sosial sejawatnya terdapat kekeliruan, maka dokter harus mengingatkannya melalui jalur pribadi.
Apabila dokter tersebut tidak bersedia diingatkan dan memperbaiki perilaku aktivitasnya di media sosial, maka dokter dapat melaporkan kepada MKEK