Soal Kemungkinan Penyebab Hepatitis Akut, Adenovirus Jadi Teori Terkemuka di Inggris
Hingga kini, penyebab hepatitis akut belum diketahui. Para peneliti global berusaha mencari tahu untuk mengungkap hal itu.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Saat tim peneliti global lainnya membunyikan alarm tentang kemungkinan hubungan antara hepatitis akut dengan virus corona (Covid-19).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun meluangkan waktu untuk menyelidiki berbagai kemungkinan penyebabnya.
Seorang ilmuwan senior di program HIV, Hepatitis dan Infeksi Menular Seksual Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Philippa Easterbrook mengubah persepsi pada pekan ini.
Ia mengatakan ada 'beberapa penyempurnaan hipotesis kerja' yang diajukan oleh Badan Keamanan Kesehatan Inggris.
Baca juga: Cegah Hepatitis pada Anak, Ahli Ingatkan Orangtua Terapkan Pola Hidup Bersih dan Sehat
"Hipotesis utama tetap yang melibatkan adenovirus, namun saya pikir dengan pertimbangan penting tentang peran Covid-19 juga, baik sebagai koinfeksi maupun sebagai infeksi masa lalu," kata Easterbrook saat konferensi pers pada Selasa lalu.
Dikutip dari laman www.cbc.ca, Minggu (15/5/2022), Badan Keamanan Kesehatan Inggris (UKHSA) mencatat dalam catatan pengarahan terbarunya bahwa ada lebih dari 170 kasus hepatitis akut yang diidentifikasi pada anak di bawah usia 16 tahun di Inggris sejak 1 Januari 2022, yang belum dikaitkan dengan virus hepatitis biasa.
Sebelas diantaranya membutuhkan tindakan transplantasi hati.
Sedangkan sekitar 70 persen dari kasus tersebut dinyatakan positif adenovirus, namun sedikit di bawah 20 persen dinyatakan positif virus SARS-CoV-2 yang selama ini berada di balik Covid-19.
Pengujian serologis juga sedang dilakukan oleh lembaga tersebut, yakni metode yang digunakan untuk melihat apakah sampel pasien mengandung antibodi dari infeksi sebelumnya.
Pada Jumat lalu, catatan pengarahan bersama WHO dan Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa mengatakan pengujian serologis di seluruh Eropa pada sejumlah kecil pasien menunjukkan sekitar 74 persen positif untuk antibodi terhadap SARS-CoV-2.
"Semuanya sulit untuk diuraikan, karena virus dapat menyebabkan penyakit ringan pada satu orang dan hasil yang sangat berbeda pada orang lain, seperti halnya Covid-19," tegas seorang Ilmuwan klinis di Klinik Hati Rumah Sakit Barat Toronto, Dr. Jordan Feld.