Cara Memulihkan Trauma pada Anak Korban Penculikan
Berada dalam kondisi terisolasi dan perasaan terancam pada lingkungan yang asing bisa membuat anak menjadi trauma.
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kasus penculikan anak masih kerap terjadi di Indonesia.
Berada dalam kondisi terisolasi dan perasaan terancam pada lingkungan yang asing bisa membuat anak menjadi trauma.
Dosen Fakultas Psikologi (FPsi) Universitas Airlangga (UNAIR) Dr Primatia Yogi Wulandari SPsi MSi Psikolog menyampaikan seorang anak membutuhkan lingkungan yang aman dan nyaman. Sementara itu, korban penculikan akan berada jauh dari lingkungan sekitarnya, bahkan mengalami tindakan fisik dan pelecehan seksual. Hal tersebut membuat psikologis korban terdampak.
Baca juga: Perhimpunan Dokter Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi Jalankan Program Outreach di Papua
“Anak yang mengalami trauma akan tampak berbeda dari segi perilaku yang ditampakkan, seperti lebih banyak diam dan termenung, menyendiri, mimpi buruk, hingga menangis histeris,” tutur dikutip dari laman unair.ac.id, Minggu (5/6/2022).
Orangtua besar berperan penting dalam pemulihan trauma pada anak.
Pasalnya, korban penculikan membutuhkan proses dan waktu sesuai dengan tingkat keparahan trauma. Ia menuturkan orangtua dan lingkungan sekitar berperan besar dalam memberikan rasa aman pada korban.
“Jadi pendengar yang baik bagi anak. Dengarkan cerita anak tanpa ada judgement apapun. Jangan memaksa anak untuk bercerita secara rinci tentang kejadian penculikan itu. Biarkan anak mengungkapkannya ketika ia ingin cerita,” jelas perempuan yang kerap Mima ini.
Selain itu, membangun rasa aman dalam kegiatan sehari-hari dan memberi keyakinan bahwa situasi telah baik juga perlu ditanamkan bersama dengan orang-orang sekitar.
Baca juga: Warga Melapor Terkait Penculikan Anak, Ternyata Terduga Pelaku Adalah Ayah Korban
Dosen FPsi itu menambahkan, mencurahkan kasih sayang yang ekspresif juga dapat membuat anak merasa disayangi.
“Bila anak mengalami stress berat atau trauma, lebih baik dirujuk ke professional untuk dilakukan konseling. Lakukan juga pemeriksaan fisik bila anak menunjukkan ketidaknyaman secara fisik,” tegas Mima.
Pengawasan optimal wajib dilakukan ketika anak berada di tempat umum untuk mencegah anak menjadi korban penculikan.
“Hindari mengunggah informasi pribadi anak secara detail di media sosial, seperti nama, alamat rumah, sekolah, nomor telepon,” imbuhnya.
Ia juga menyarankan agar orangtua selektif dalam memilih pengasuh atau tempat penitipan anak. Orangtua perlu mempertimbangkan informasi dan catatan terkait latar belakang dari orang bersangkutan tersebut.
Mima juga berpesan agar para orang tua dapat mengajari anak bersikap ketika menghadapi orang asing. Ia menambahkan, perlu juga mengajari anak melakukan perlawanan dan mempertahankan keselamatan.
“Misalnya, tidak menerima pemberian, memberikan kode tertentu yang hanya diketahui anak dan orangtua, sehingga kalau ada orang asing mendekati anak atas nama orangtua, anak harus meminta kode tersebut,” jelasnya.