Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Kesehatan

10 Saran Ahli untuk Para Pemimpin Dunia dalam Implementasikan Program One Health

Agar One Health ini tidak sekedar menjadi konsep, maka perlu kesepakatan kebijakan di tingkat nasional hingga ke kabupaten kota

Penulis: Choirul Arifin
Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in 10 Saran Ahli untuk Para Pemimpin Dunia dalam Implementasikan Program One Health
dok. pribadi
Prof Tjandra Yoga Aditama, mantan direktur WHO Asia Tenggara. 

Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sistem ketahanan kesehatan global terus dibayangi potensi ancaman kesehatan dari penularan penyakit.

Seperti kondisi pandemi COVID-19 saat ini, maupun ancaman lain seperti hepatitis akut misterius, cacar monyet (monkey pox), dan lain-lain.

Ancaman ini bukan hanya menarik perhatian pimpinan pemerintah, tetapi juga masyarakat luas yang kini lebih waspada setelah kejadian pandemi COVID-19 melanda dunia.

“Kalau kita bicara pandemi COVID-19 saat ini, kita bisa menyikapinya dengan mengantisipasi pandemi berikutnya yang mungkin saja bisa terjadi. Kita belum tahu kapan dan penyakitnya seperti apa, tetapi kita harus fokus pada masalah kesehatan hewan dan manusia, karena penting dan bisa berhubungan dengan pandemi,” ujar Prof Tjandra Yoga Aditama, mantan Direktur WHO Asia Tenggara yang kini didapuk sebagai ketua (chair) dalam rangkaian pertemuan G20 Side Event One Health di Indonesia.

Sebagian dari penyakit menular itu berhubungan dengan aspek penularan melalui hewan ke manusia, ataupun keamanan pangan, serta lingkungan tempat tinggal. Karena itulah konsep One Health menjadi solusi baru untuk memecahkan masalah kesehatan yang berhubungan dengan kesehatan manusia, hewan, keamanan pangan, dan lingkungan.

Baru-baru ini pada 17 Maret 2022, WHO (World Health Organization), FAO (Food Asociation Organization), WOAH (World Organization of Animal Health), dan UNEP (United Nations Environment Programme) dan dikenal sebagai Quadripartite, menandatangani kesepakatan bersama (Memorandum of Understanding/MoU) tentang new era of One Health.

Baca juga: IFG Akuisisi Mandiri Inhealth Secara Bertahap, Tahun Ini Beli Saham 10 Persen

Berita Rekomendasi

Berhubungan dengan itu, pada presidensi G20 2022 saat ini Indonesia berperan penting dalam mendorong pemimpin negara anggota G20 supaya fokus dalam mengambil tindakan pencegahan, persiapan, dan respon terhadap pandemi (pandemic prevention, preparedness,
response/PPR). Salah satu pendekatan yang coba diusung dan dibahas lebih jauh adalah inisiatif One Health yang dinilai sangat vital.

“Karena seperti yang kita tahu pandemi COVID-19 tadinya diduga berhubungan dengan kelelawar atau trenggiling, begitu juga dengan wabah flu burung yang berhubungan dengan unggas, sangat terkait dengan kesehatan hewan,” ujar Prof. Tjandra.

Pemimpin negara di dunia maupun pimpinan pemerintahan di Indonesia, perlu melakukan 10 hal menurut Prof. Tjandra, agar bisa mengimplementasikan inisiatif One Health dengan lebih nyata.

“Pertama, agar One Health ini tidak sekedar menjadi konsep, saya usul kalau sudah ada kesepakatan di tingkat global, sehingga perlu kesepakatan kebijakan di tingkat nasional hingga ke kabupaten kota. Sehingga implementasi One Health ini bisa dilaksanakan melalui tuntutan politik yang lebih kuat lagi,” kata Prof Tjandra.

Kedua, lebih lanjut Prof. Tjandra menjelaskan, baru-baru ini juga sudah dibuat Joint Plan of Action oleh Quadripartite yang terdiri dari 6 action track. Action tack yang pertama berkaitan
dengan penguatan sistem kesehatan. Kedua mengurangi risiko terjadinya kejadian luar biasa dan pandemi.

Ketiga mengendalikan dan mengeliminasi penyakit zoonosis, penyakit tropika
terabaikan, dan waterborne disease. Keempat, berkaitan tentang keamanan pangan. Kelima, tentang antimicrobial resistance atau ancaman mikroba yang mengganggu sistem ketahanan
kesehatan. Lalu action track keenam, terkait dengan aspek lingkungan agar lebih terintegrasi dengan model One Health.

Agar pendekatan One Health ini terimplementasi dengan benar, maka harus diikuti oleh rencana aksi nasional (national action plan), serta untuk negara Indonesia yang luas, diikuti dengan rencana aksi sub nasional (sub national action plan).

“Ini sebenarnya bukan hal yang baru, karena program antimicrobial resistance (AMR) dulu sudah diinisiasi dalam global action plan (GAP). Saya berharap join plan of action sudah disetujui ditingkat global maka ada national action plan bahkan sub national action plan kedepannya,” kata Prof. Tjandra.

Ketiga, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, perlu dilakukan peningkatan kesadaran secara terus menerus, agar masyarakat umum terutama tokoh-tokoh publik, mengetahui betapa pentingnya One Health ini bagi masyarakat. Pasalnya, tidak mungkin program ini bisa berjalan
sendiri tanpa keterlebitan seluruh pihak, terutama pada aspek kesehatan hewan dan juga lingkungan.

“Keempat, Selain edukasi ke masyarakat luas, harus ada advokasi khusus kepada penentu kebijakan publik seperti kepala daerah, anggota DPR, atau politisi, untuk lebih memperkenalkan One Health agar tercipta dukungan politis dari kalangan penentu kebijakan publik,” tegas Prof Tjandra.

Baca juga: Ketua Satgas IDI Tegaskan Jika Pandemi Telah Berubah Endemi, Covid-19 Tak Hilang Sepenuhnya

Kelima, harapan lainnya yang disampaikan Prof. Tjandra adalah, One Health nantinya ini bisa disusun ke dalam sebuah regulasi sehingga ada aspek legalnya, bukan sekedar program kerja biasa. Legislasi memang sangat diperlukan karena sifat pendekatan One Health yang multi sektoral, ada aspek kesehatan manusia, pertanian, hewan, dan juga lingkungan di dalamnya.

“Keenam, kita juga harus melibatkan masyarakat, asosiasi profesi, akademisi. Supaya multi sektor ini berjalan, maka harus ada leadership dari pemerintah pusat, Gubernur, Bupati, atau Walikota, agar rodanya benar-benar berjalan dan memiliki sistem kerja. Bentuk sistem kerjanya bisa seperti Satuan Gugus Tugas ataupun Komite Nasional, sehingga keempat komponen One Jealth ini bisa berjalan bersama-sama,” kata Prof. Tjandra.

Menurutnya pendekatan One Health harus memiliki aksi yang nyata, sehingga Satgas atau Komite Nasional yang nantinya dibentuk harus mampu memetakan situasi dan membuat target dalam satu dua tahun kedepan.

Poin ketujuh yang disampaikan Prof. Tjandra, untuk bisa memasyaratkan One Health ini juga sangat baik apabila dihubungkan dengan program-program lain yang lebih dahulu dikenali masyarakat, seperti pandemi dan global health security.

Pada poin ke delapan, Prof. Tjandra juga menyampaikan akan perlunya kegiatan nyata di lapangan.

“Seperti yang sudah saya sampaikan, apabila ada kejadian luar biasa, maka implementasi One Health ini adalah satgas yang turun bersama-sama. Misalnya ada dugaan wabah penyakit yang mungkin tertular dari hewan maka di sini tidak bisa hanya tim kesehatan masyarakat saja yang turun sendiri, sudah harus satu tim dengan kesehatan hewan dan lingkungan juga. Ini untuk melihat interaksi antar aspek manusia, hewan, keamanan pangan, dan lingkungan pada kejadian tersebut. Dari kondisi ini bisa kita bagikan success story untuk jadi lesson learned ke daerah lain.”

Usulan Prof. Tjandra pada poin kesembilan adalah monitoring dan evaluasi yang harus dilakukan setelah implementasi di lapangan berjalan.

Alat ukur untuk memonitor dan mengevaluasi pendekatan One Health dibahas dalam agenda presidensi G20, karena Indonesia menawarkan pembuatan semacam self assessment questionair untuk memonitor situasi.

Alat ukur ini sudah diuji coba di beberapa negara, dan hasilnya nanti akan diberikan ke Quadripartite.

Kesepuluh, Prof. Tjandra mengusulkan perlunya penelitian dan pengembangan (research and development/R&D) dalam pendekatan One Health.

Menurutnya, penanggulangan masalah kesehatan seperti pandemi, tidak akan berjalan tanpa riset dan pengembangan solusi ataupun
program.

“Sepuluh hal inilah yang harus berjalan baik di negara anggota G20, termasuk di Indonesia, agar arsitektur kesehatan kita menjadi lebih punya daya tahan (resilience),” tutup Prof Tjandra. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas