6 Mitos Seputar Kleptomania, Benarkah Tidak Bisa Diobati?
Apa itu kleptomania dan benarkah kleptomania tidak bisa disembuhkan? Ini 6 mitos seputar kleptomania yang harus diketahui.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Kleptomania adalah gangguan yang ditandai dengan keinginan untuk mencuri terus-menerus.
Ada banyak mitos dan kesalahpahaman seputar kleptomania.
Menghilangkan mitos umum tentang kleptomania dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang seperti apa sebenarnya kondisi ini.
Dilansir therecoveryvillage.com, berikut adalah 6 mitos tentang kleptomania dan penjelasan fakta sebenarnya.
1. Mitos: Kleptomaniak bisa mengendalikan keinginannya untuk mencuri
Fakta: Kleptomania adalah dorongan mencuri yang tidak dapat dikendalikan
Baca juga: Karyawan Alfamart Diancam Terduga Pelaku Klepto, Hotman Paris: Jangan Minta Maaf Jika Tak Bersalah
Profesional medis menganggap kleptomania sebagai gangguan kontrol impuls.
Gangguan kontrol impuls didefinisikan sebagai kondisi di mana individu tidak dapat menahan impuls (dorongan) yang dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain.
Dalam kasus kleptomania, dorongan untuk mencuri sangat kuat dan tidak dapat dikendalikan.
Orang dengan kleptomania mungkin sangat menyadari konsekuensi dari mencuri, namun mereka tetap harus mencuri untuk memuaskan keinginannya.
Seperti gangguan kontrol impuls lainnya seperti perjudian, individu mungkin mencoba untuk berhenti, tetapi tidak bisa.
Kleptomania memiliki berbagai pilihan pengobatan termasuk obat resep dan psikoterapi.
2. Mitos: Penderita kleptomania hanya mencuri barang berharga
Fakta: Penderita kleptomania sering mencuri benda-benda yang tidak penting
Sebagai bagian dari kriteria diagnostik untuk kleptomania, orang dengan kondisi ini tidak mencuri benda berdasarkan nilainya, melainkan mereka untuk memenuhi keinginan mereka untuk mencuri.
Dalam banyak kasus, kleptomaniak mencuri barang yang mungkin tidak mereka butuhkan atau mereka inginkan.
Barang itu kemudia hanya akan disimpan dan tidak pernah terlihat lagi.
Orang yang mengalami kleptomania atau mengutil harus berkonsultasi dengan profesional medis.
Bahkan jika mereka takut atau malu, kleptomania dapat diobati dengan sukses seperti kecanduan lainnya.
Perlu dicatat bahwa profesional medis tidak akan melaporkan aktivitas pencurian pasien kleptomania.
Jadi penderita kleptomania tidak perlu takut dilaporkan ke polisi saat mencoba mencari bantuan medis profesional.
3. Mitos: Kleptomaniak tidak merasa menyesal atas tindakan mereka
Fakta: Penderita kleptomania sering merasa menyesal karena mencuri
Menurut Mayo Clinic, orang yang didiagnosis dengan kleptomania sering mengalami perasaan menyesal, malu, takut, dan rasa bersalah yang ekstrem setelah mencuri suatu benda.
Beberapa orang mungkin merasa takut bahwa tindakan mereka akan menyebabkan penangkapan atau ditemukan oleh penegak hukum.
Sayangnya, bagi mereka yang berjuang dengan kondisi ini, dorongan kuat untuk mencuri dapat menyerang kapan saja dan di mana saja.
Kleptomaniak sering mencuri dari tempat acak seperti supermarket dan mal, atau di tempat yang lebih intim seperti rumah teman atau anggota keluarga.
Jika tertangkap, hubungan dan kesehatan mental orang yang didiagnosis dengan kleptomania bisa menjadi buruk.
4. Mitos: Penderita kleptomania mencuri karena tidak mampu membeli barang tersebut
Fakta: Kleptomaniak sering mencuri barang yang bisa mereka beli dengan mudah
Mayo Clinic menyatakan bahwa orang dengan kleptomania sering kali dapat dengan mudah membeli barang yang mereka curi, tetapi mereka tetap memilih mencuri.
Jika seseorang mencuri suatu barang hanya karena harganya mahal, maka mereka tidak akan memenuhi kriteria diagnostik untuk kleptomania, tetapi dapat dianggap sebagai pengutil.
Dalam beberapa kasus, penderita kleptomania diam-diam akan mengembalikan barang curian kepada pemiliknya atau memberikannya sebagai hadiah kepada orang lain.
Mengutil dan kleptomania memang mirip tetapi dapat dibedakan dengan melihat apakah pencurian itu direncanakan atau spontan.
Sering kali, seorang pengutil akan merencanakan terlebih dahulu objek yang ingin mereka curi.
Sedangkan pada umumnya tidak ada proses pemikiran atau perencanaan yang mendasari seseorang dengan kleptomania.
Pengutil cenderung merasa cemas sebelum mencuri, sedangkan kleptomaniak sering merasa cemas dan bersalah setelah mencuri, meskipun hal ini tergantung pada individu dan objek yang dicuri.
5. Mitos: Kleptomania bisa dijadikan pembelaan hukum
Fakta: Kleptomania tidak dapat digunakan sebagai pembelaan hukum
Meskipun kleptomania adalah kondisi kesehatan mental yang sah yang diakui oleh lembaga medis, kleptomania tidak dapat digunakan sebagai pembelaan pidana yang sah.
Dengan kata lain, seorang individu harus bertanggung jawab penuh atas tindakan mencuri mereka dan dapat dituntut meskipun didiagnosis kleptomania.
Dalam kasus yang jarang terjadi, tim pembela kriminal mungkin berhasil berargumen bahwa terdakwa sama sekali tidak memiliki kendali impuls — tetapi ini tidak terjadi pada sebagian besar kleptomaniak.
Kebanyakan orang yang didiagnosis dengan kondisi ini memiliki beberapa rasa kontrol impuls, terutama dalam masalah moral.
Dalam kasus di mana tim pembela memperdebatkan kegilaan dan kleptomania, individu tersebut biasanya masih harus menjalani hukuman.
Namun, mereka mungkin dapat menerima perawatan di rumah sakit jiwa daripada di penjara.
6. Mitos: Penderita kleptomania tidak bisa diobati
Fakta: Ada beberapa perawatan untuk kleptomania
Meskipun kleptomania tidak memiliki obat khusus, ada beberapa perawatan yang terbukti efektif untuk mengobati kondisi ini.
Psikoterapi individu adalah yang paling sering dilakukan, dan termasuk terapi perilaku kognitif (CBT).
Tujuan keseluruhan dari psikoterapi adalah agar individu menyadari mengapa mereka bertindak berdasarkan dorongan untuk mencuri.
Orang-orang yang menjalani terapi juga akan mempelajari teknik-teknik untuk mengekang keinginan mereka untuk mencuri, serta teknik-teknik untuk menghilangkan stres.
Obat resep tertentu dapat digunakan untuk mengendalikan dorongan mencuri, di antaranya inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI).
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)