Mengobati Kanker Tiroid dengan Metode Terapi Nuklir
Pengobatan kanker tiroid selain dilakukan melalui pembedahan dilanjutkan dengan metode ablasi yaitu pembersihan sisa pembedahan dengan metode nuklir.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ketua Perhimpunan Kedokteran Nuklir Indonesia (PKNI) dr. Eko Purnomo, Sp.KN-TM(K) menjelaskan, proses pengobatan kanker tiroid selain dilakukan melalui pembedahan dilanjutkan dengan metode ablasi yaitu pembersihan sisa pembedahan dengan metode terapi nuklir.
“Biasanya masyarakat khawatir ketika mendengar kata nuklir, tetapi sebenarnya tidak perlu khawatir karena terapi nuklir ini bukan ditembakan tetapi metode ini merupakan metode terapi yang dilakukan dengan melalui sistem oral (diminum), sehingga pasien tidak perlu diinfus ataupun disuntik“, kata ketua PKNI dalam kegiatan talkshow beberapa waktu lalu.
Baca juga: Dengan Metode Ablasi, Mandaya Hospital Tangani Kanker Tiroid Tanpa Operasi
Kondisi lainnya ketika kondisi kanker ini mengalami refrakter (tidak mempan dengan ablasi), prinsip dan metode terapi harus diubah melalui metode sistemik, yaitu metode kemoterapi atau metode terbaru terapi target.
“Terapi target dilakukan dengan cara pasien mengonsumsi obat melalui oral kemudian akan dievaluasi 1 – 2 bulan apakah pasien memberikan respons baik atau tidak” ujar dr. Toman Lumban Toruan, Sp.PD-KHOM.
Dokter bedah onkologi di RS Royal Mandaya dr. Arif Kurniawan, Sp.B(K)Onk
mengatakan, seringkali gangguan yang terjadi pada tiroid justru tidak dirasakan oleh pasien itu sendiri.
Namun orang-orang di sekitarnya melihat perubahan tersebut ataupun melakukan deteksi yang tidak sengaja melalui Ultrasonografi (USG).
Baca juga: Penanganan Varises dan Tiroid Bisa Dilakukan Tanpa Pembedahan
Dengan begitu deteksi dini dan awareness masyarakat terhadap kanker tiroid ini perlu ditingkatkan agar masyarakat bisa mendapatkan penanganan lebih dini.
Selain dari pendeteksian dini, pengobatan dan penatalaksanaan pada pasien pun harus tepat.
Menurut GLOBOCAN tahun 2020, kanker tiroid menempati urutan ke-12 dengan kasus kanker terbanyak yaitu mencapai 13.1141. Kasus kanker tiroid ini 2-3 kali lebih berisiko pada pasien wanita dibandingkan pria.
Seorang pejuang kanker tiroid Dela Listiya, S.T yang bergabung dalam Yayasan Pitatosca, menceritakan mengenai gejala awal dirinya terdiagnosa kanker tiroid.
Dela bercerita bahwa kesadaran itu justru bukan dari dirinya sendiri, tetapi kerabat dan keluarga yang menyadari bahwa adanya pembesaran pada lehernya.
“Saya melihat ada perubahan pada diri saya seperti berjerawat, mudah stres dan beberapa celana saya kebesaran dan teman-teman saya juga berkomentar bahwa bagian leher saya terlihat sangat besar. Baru setelah itu saya melakukan pemeriksaan awal”, kata Dela.