Epidemiolog Duga Kasus Monkeypox Sudah Ada di Indonesia Jauh Sebelum Diumumkan Resmi Pemerintah
Seperti yang diketahui, Kementerian Kesehatan mengumumkan ada satu orang pasien terkonfirmasi cacar monyet (monkeypox) di Indonesia.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Epidemiologi Griffith University Dicky Budiman menyebutkan kelompok berisiko Monkeypox ada di mana-mana, termasuk di Indonesia.
Bahkan, Dicky menyebut jika kemungkinan kasus Monkeypox di Indonesia sudah ada sebelum pemerintah mengumumkan secara resmi ada paisen yang terkonfirmasi virus tersebut.
Seperti yang diketahui, Kementerian Kesehatan mengumumkan ada satu orang pasien terkonfirmasi cacar monyet (monkeypox) di Indonesia.
Juru bicara Kemenkes dr. Mohammad Syahril, Sp.P, MPH, mengatakan orang tersebut adalah laki-laki berusia 27 tahun asal Jakarta.
Baca juga: Cacar Monyet Ditemukan di Indonesia, Seperti Apa Gejala Penyakit Itu dan Bagaimana Pencegahannya?
Lebih lanjut Dicky menyebutkan jika sesuai karakter data, umumnya penyakit Monkeypox berada pada kelompok berusia.
Dan mayoritas berasal dari kelompok berisiko. Yaitu gay, pekerja seks komersial dan mereka yang melakukan seks aktif. Dengan usia produktif dan bergerak aktif.
"Indonesia kita juga tahu ada kelompok ini. dan mereka juga sama, karakter di setiap negara. Sehingga ketika terdeteksi satu wilayah atau negara, bukan berarti baru terdeteksi saat itu, tidak," ungkapnya pada Tribunnews, Minggu (21/8/2022).
Ia pun mencontohkan Amerika Serikat yang bahkan diduga sudah ada kasus Monkeypox beberapa bulan sebelumnya. Dan diduga telah jauh-jauh hari terjadi penularan antar komunitas.
"Dan itu cenderung banyak terjadi di banyak negara, termasuk di Indonesia. Karena bicara perilaku seks, menjadi mekanisme penularan, itu ada di hampir semua negara. Itulah sebabnya saya sampaikan di awal jika ini masalah waktu saja," paparnya lagi.
Karena mayoritas memang gejala yang dimunculkan terhitung ringan. Ditambah kelompok berisiko cukup tertutup.
Ia pun mengatakan jika muncul kasus, namun tidak terbukti tidak ada riwayat perjalanan keluar negeri. Atau, kontak dengan orang luar negeri berarti telah terjadi penularan komunitas.
"Dan itu tidak mengagetkan seperti itu. Yang harus dilakukan adalah pertama melacak kasus kontak. Karena ini penyakit tidak main-main, penularannya tidak semudah Covid-19. Tapi ini kalau kontak erat terjadi ya mudah," tegasnya.