Penggunaan Obat Antibiotik Bakal Diatur, Ada 1,2 Juta Kematian Akibat Resistensi Mikroba
AMR menyebabkan sulitnya proses pengobatan dan semakin banyak penyakit yang tidak dapat diobati.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Angka kematian karena resistensi antibiotik akibat mikroba atau antimicrobial resistance (AMR) cukup tinggi. Wakil Menteri Kesehatan RI dr. Dante Saksono Harbuwono pun menyebut hal itu sebagai silent pandemic.
Sebanyak 1,2 juta kematian terjadi karena antibiotik yang tidak mempan lagi terhadap infeksi tertentu.
"Resistensi antibiotik akibat mikroba terjadi karena protokol pengobatan yang sembarangan. Akibatnya infeksi pada pasien bertambah parah dan ini yang menyebabkan angka kematian tinggi," ujar Dante dalam pertemuan Side Event AMR dalam rangkaian G20, Rabu (24/8/2022) di Bali yang disiarkan melalui youtube.
Indonesia menginisiasi pembahasan aturan penggunaan antibiotik dalam side event AMR karena Indonesia merupakan negara tropis dengan angka infeksi tinggi.
Pembahasan ini diperlukan untuk mengatur penggunaan antibiotik yang lebih rasional, sehingga kematian akibat kesalahan penggunaan antibiotik menjadi berkurang.
Selain itu, resistensi antibiotik akibat mikroba bisa berasal dari hewan dan tumbuhan. Wamenkes menyoroti pendekatan one health dalam merespons masalah tersebut.
“Melalui pendekatan one health, di mana infeksi itu bisa berasal dari hewan, tumbuhan. Itu juga penting dilakukan karena ternyata banyak sekali penggunaan antibiotik pada hewan dan tumbuhan yang tidak rasional yang menyebabkan resistensi pada manusia,” ujar Wamenkes Dante.
Baca juga: Antibiotik yang Resistensi Sebabkan 1,2 Juta Kematian, Ketahui Penyebabnya
Ia menuturkan, pandemi Covid- 19 mengajarkan kita mengenai kesiapsiagaan dibalik ancaman kegagalan di berbagai bidang. Hal yang sama berlaku untuk resistensi antimikroba.
"Kita harus bersiap secara kolektif untuk mencegah bencana akibat AMR. Tidak ada satu industri pun yang dapat menghadapi ancaman ini sendirian. AMR membutuhkan banyak partisipasi dari berbagai pemangku kepentingan,” ucap Dante.
Pada tingkat nasional, Kementerian Kesehatan RI berkomitmen untuk bekerja sama dengan kementerian teknis lainnya dan secara bersamaan melakukan transformasi sistem kesehatan.
Baca juga: Hal yang Terjadi Jika Resisten Antibiotik Tak Segera Diatasi
“Di antara inisiatif yang dilakukan, kami menawarkan penyelesaian masalah AMR, yakni dengan pembentukan inisiatif sains berbasis genom biomedis pada pengobatan yang bersifat presisi,” ujarnya
Pihaknya akan mempercepat upaya penanggulangan AMR terutama di Indonesia.
Negara-negara G20 juga memiliki peran strategis untuk mendorong pencegahan dan pengendalian AMR yang berkelanjutan di tingkat nasional dan global.
Wamenkes juga menjelaskan sejak penemuan antimikroba 70 tahun yang lalu, jutaan orang telah terhindar dari penyakit.
Baca juga: Jangan Sembarang, Perhatikan Penggunaan Antibiotik, Ketahui Risikonya
Potensi antibiotik untuk mengobati atau mencegah penyakit telah menyebabkan peningkatan penggunaannya sampai obat tersebut disalahgunakan, diperoleh tanpa resep dokter dan sering disalahgunakan pada manusia, hewan, tumbuhan, dan lingkungan.
Akibatnya, muncul masalah resistensi antibiotik akibat mikroba (AMR) yang berevolusi.
“Dampak luas AMR terus meningkat secara diam-diam di berbagai sektor termasuk ekonomi. Para ahli memperkirakan AMR dapat menyebabkan PDB tahunan global turun sebesar 3,8 persen pada tahun 2050. Kita harus mencegah hal ini terjadi dan membuat perubahan yang langgeng,” ujar Wamenkes.
AMR dapat menyebabkan sulitnya proses pengobatan. Semakin banyak penyakit yang tidak dapat diobati maka perawatan penyelamatan jiwa menjadi jauh lebih berisiko, dan biaya perawatan kesehatan meningkat.
“Dalam semangat memperkuat arsitektur kesehatan global, kita harus memfokuskan kembali upaya kita untuk mengatasi AMR,” ujar Wamenkes Dante.
Setiap negara harus bersama-sama menahan AMR melalui sejumlah upaya, antara lain melalui pendekatan one health, peningkatan surveilans AMR, peningkatan kapasitas laboratorium dan diagnostik.
Pengawasan lintas sektoral untuk penggunaan dan konsumsi antimikroba sangat penting untuk memahami dan memantau AMR.
Data yang memadai juga mempengaruhi pengambilan di tingkat nasional, regional, dan global.
Peningkatan penelitian dan pengembangan AMR juga harus dilakukan, terutama pada obat-obatan baru, vaksin, terapeutik, dan diagnostik (VTD), termasuk layanan diagnostik antimikroba.
Begitupun dengan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi yang harus dilakukan lebih luas.
Upaya lainnya dilakukan dengan meningkatkan investasi di bidang penelitian, peningkatan kapasitas, dan pemanfaatan teknologi.
“AMR mengancam kesehatan, ekonomi, dan pencapaian SDGs. Untuk menumbuhkan kapasitas penelitian dan pengembangan global, kita harus mengamankan pendanaan yang cukup dan berkelanjutan,” ucap Wamenkes Dante.(Tribun Network/rin/wly)