Akademisi UI Minta Publik Tidak Perlu Panik Mengenai Etilen Glikol pada Kemasan PET
etilen glikol dan dietilen glikol setelah terjadinya sejumlah kasus gangguan gagal ginjal akut pada anak di Gambia yang diduga akibat mengkonsumsi
Penulis: Nurfina Fitri Melina
Editor: Vincentius Haru Pamungkas
TRIBUNNEWS.COM - Ahli Teknologi Polimer dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI), Mochamad Chalid mengatakan masyarakat tidak perlu khawatir terhadap kandungan etilen glikol (EG) pada kemasan pangan berbahan PET karena memiliki kadar rendah dan proses yang aman.
"Publik tidak perlu panik terkait kandungan EG dan DEG dalam kemasan botol PET karena ada batas-batas zat tersebut dalam produk pangan yang bisa ditoleransi," ujar Chalid di Jakarta.
Chalid menjelaskan, sebenarnya kandungan etilen glikol pada kemasan botol air minum PET masih dalam tahap aman dan selalu dalam pengawasan BPOM. Sehingga, meskipun berasal dari senyawa yang sama, namun proses dan kadarnya berbeda.
Pada obat, kandungan EG dianggap berbahaya karena digunakan untuk melarutkan bahan-bahan obat dan masuk ke tubuh karena ikut diminum.
Sementara untuk kemasan PET, senyawa tersebut dipakai sebagai aditif untuk mengikat polimer dan hanya bermigrasi jika terjadi kondisi ekstrem, yakni terpapar panas yang mencapai 200 derajat celcius.
Diketahui saat ini kemasan PET banyak digunakan pada kemasan air minum, dan yang paling banyak beredar masif di pasaran saat ini adalah kemasan botol, dan dikuasai oleh salah satu produsen.
Sebelumnya, Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo meminta BPOM untuk melakukan penelitian ulang terhadap semua kemasan pangan yang menggunakan bahan etilen glikol dalam proses pembuatannya, termasuk kemasan air mineral yang berbahan PET (Polietilen Tereftalat).
Hal ini dipicu karena kekhawatiran masyarakat terhadap senyawa etilen glikol dan dietilen glikol setelah terjadinya sejumlah kasus gangguan gagal ginjal akut pada anak di Gambia yang diduga akibat mengkonsumsi obat batuk sirop yang mengandung etilen glikol dan dietilen glikol.
"Terhadap kemasan pangan yang berpotensi mengandung etilen glikol, karena itu bisa menyebabkan bahaya kesehatan pada anak-anak seperti yang terjadi di Gambia, BPOM perlu melakukan suatu kajian atau penelitian lagi untuk mengetahui kadar Etilen Glikol di dalam produknya," ujar Rahmad melalui keterangan tertulis, Selasa (18/10/2022).
Menurutnya penelitian terhadap kemasan pangan yang mengandung etilen glikol tersebut sangat diperlukan, meskipun sudah diberikan izin edar mengingat terus berkembangnya ilmu pengetahuan.
"Data-data empiris harus dilakukan termasuk penyebab anak-anak kita yang tengah mengalami gangguan penyakit ginjal akut. Jadi, saya kira hal-hal yang menyangkut itu tidak salah BPOM melakukan satu kajian yang melibatkan peneliti dari universitas yang sangat berkompeten," jelas Rahmad.
Diketahui hal senada juga sempat diutarakan Ketua Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait yang meminta agar BPOM memberikan peringatan berupa pelabelan “Berpotensi Mengandung Etilen Glikol” terhadap kemasan-kemasan pangan berbahan etilen glikol.
“Ini (bahan kimia etilen glikol) sangat berbahaya. Jadi, perlu ada tindakan serius dan cepat dari BPOM terkait zat kimia berbahaya ini. Jangan sampai kasus yang terjadi di Gambia-Afrika terjadi di Indonesia,” ujarnya.