Kaleidoskop 2022, Perjalanan Kemunculan Kasus Gangguan Ginjal Akut Pada Anak di Indonesia
Beberapa bulan terakhir, Indonesia menghadapi permasalahan kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal Progresif (GgGAPA) yang menyerang anak-anak.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Beberapa bulan terakhir, Indonesia menghadapi permasalahan kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal Progresif (GgGAPA) atau yang umum dikenal dengan gangguan ginjal akut yang menyerang anak-anak.
Gangguan ginjal akut ini telah menyebabkan ratusan anak di Indonesia menjadi korban. Beberapa di antaranya bahkan tidak terselamatkan atau merenggang nyawa.
Baca juga: Pasien Gangguan Ginjal Akut Dapat Sembuh Total Tanpa Gejala Sisa
Menurut ahli kesehatan, gangguan ginjal akut pada anak sebenarnya bukan penyakit baru. Setiap bulan pasti terjadi 1-2 kasus.
Hanya saja, masyarakat dibuat heran karena sejak Agustus 2022, kasus gangguan ginjal akut pada anak melonjak tajam.
Awalnya, tidak diketahui apa yang menjadi penyebab gangguan ginjal akut yang begitu masif pada anak-anak.
Lalu seperti apa perkembangan kasus gangguan ginjal akut pada anak-anak di Indonesia? Berikut ulasan terkait penyakit tersebut sepanjang 2022.
1. Dinkes DKI Jakarta Umumkan 42 Anak di Jakarta Idap Ginjal Akut Misterius
Arsip Tribunnews.com Dinas Kesehatan DKI Jakarta umumkan sebanyak 42 anak di Jakarta idap gangguan ginjal akut misterius. Data yang ditunjukkan berkisar antara 1 Januari-13 Oktober 2022.
Dari total 42 kasus, sebanyak 37 kasus gangguan ginjal misterius ini ditemukan pada balita. Sementara sisanya berusia 5 hingga 18 tahun.
Lalu sebanyak 25 anak dilaporkan meninggal dunia, 7 dirawat inap, dan 10 sembuh.
Baca juga: Lima Kesalahpahaman Mengenai Vape, Termasuk Tudingan Penyebab Gagal Ginjal Akut
"Data surveilans kematian DKI Jakarta ditemukan tidak adanya kenaikan trend kematian pada balita atau anak di DKI Jakarta pada tahun 2022 dan tidak ada kenaikan kematian pada balita dan anak dikarenakan gagal ginjal akut," tulis Dinkes melalui postingan Instagram resminya, dikutip Tribunnews, Jumat (14/10/2022).
Adapun penyebab gangguan ginjal akut misterius masih belum diketahui dan tengah dalam proses investigasi.
Namun diduga, Multisystem Infommatory Syndrome in Children atau Mis-c/Long COVID-19 jadi salah satu penyebab.
Mis-C sendiri merupakan komplikasi yang muncul pada pasien Covid-19 anak. Di mana terjadi peradangan di berbagai organ tubuh, termasuk ginjal.
2. Tiga Hal yang Membedakan Gagal Ginjal Akut Misterius dengan Gangguan Ginjal Pada Umumnya
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) seperti catatan Tribunnews.com menemukan 152 kasus gangguan ginjal akut pada anak-anak di Indonesia.
Meskipun telah ditemukan sejak Januari 2022, kasus yang disebut misterius ini baru mengalami pelonjakan signifikan pada September 2022.
Setidaknya ada tiga hal yang membuat gangguan ginjal akut misterius ini menjadi tidak biasa.
Sebelumnya, untuk gejala yang dimunculkan oleh gagal ginjal akut misterius, sebenarnya sama dengan gangguan ginjal akut umumnya Selalu dimulai dari jumlah kencingnya yang menurun drastis.
Baca juga: Gejala Gagal Ginjal Akut pada Anak: Penurunan Volume Buang Air Kecil hingga Warna Urine Berubah
Hal ini diungkapkan oleh dokter spesialis anak dr Henny Andriani, SpA(K) dalam sesi bincang di YouTube IDAI TV, Senin (17/10/2022).
"Jadi kalau misalnya produksi urine turun, itu berarti fungsi ginjal turun dan rusak sampai 50 persen. Tubuh anak mulai tampak bengkak, napas cepat dan dalam, gangguan elektrolit, kejang karena tekanan darah tinggi. Ditambah kadar natrium yang turun drastis,"ungkapnya, Senin (17/10/2022).
Ia pun mengingatkan jika tubuh sudah tampak bengkak, berarti terhitung telah dan mesti ditangani lebih cepat.
Ada tiga hal yang membedakan gagal ginjal akut misterius pada anak dengan gangguan ginjal pada umumnya.
"Pertama, perjalanan penyakitnya cepat. Kedua, terjadinya gangguan ginjal itu mendadak," kata dr Henny lagi.
Ketiga adalah perburukan gejala yang juga cepat.
Hal ini membuat tenaga kesehatan terutama dokter di bidang ginjal menjadikan gangguan ginjal ini menjadi tidak biasa.
Lebih lanjut, dr Henny menyampaikan gejala awal yang bisa ditindaklanjuti oleh orangtua untuk segera dirujuk ke fasilitas kesehatan.
Pertama, sebelum produksi buang air kecil anak menurun, akan ada tanda seperti demam dan diare. Kedua gangguan kesehatan ini yang paling sering.
Kedua, diare dan demam disertai terkadang disertai gangguan nafas. Misalnya batuk pilek, tapi tetap sebagian besar itu demam dan diare. Baru setelahnya frekuensi air seni yang berkurang dan perbedaan warnanya.
"Jika orangtua mencurigai anak mengalami gejala tersebut, segera ditindaklanjuti oleh tenaga kesehatan di rumah sakit,"pungkasnya.
3. IDAI Rekomendasikan Penghentian Sementara Penggunaan Parasetamol Sirup Untuk Anak
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) hingga saat ini belum menemukan penyebab tunggal terjadinya gangguan ginjal akut misterius pada anak.
Catatan Tribunnews.com IDAI mengeluarkan rekomendasi pemerintah untuk menghindari sementara penggunaan obat paracetamol sirup, khususnya pada golongan usia anak.
Imbauan tersebut dilakukan sampai berhasil mengidentifikasi penyebab dari gangguan ginjal akut progresif atipikal.
Baca juga: Mengandung Etilen Glikol, BPOM Cabut Izin Edar 32 Obat Sirup Produksi Rama Emerald
"Sebagai kewaspadaan dini, maka IDAI mengeluarkan rekomendasi parasetamol sirup ini. Ini kewaspadaan dini saja. Kalau untuk melarang dan menarik obat bukan wewenang kami. Tapi hanya memang sebagai allertness. Bukan sebagai penyebab tunggal," Ketua Pengurus Pusat IDAI Piprim Basarah Yanuarso saat konferensi pers virtual, Selasa(18/10/2022).
"Ada kecurigaan tentang obat-obatan mengandung dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol (EG). Tapi sampai sekarang belum konklusif atau (diketahui) sebab tunggal," tambah Piprim.
IDAI pun menegaskan rekomendasi ini bukan berarti parasetamol sudah dipastikan sebagai penyebab tunggal. Namun sebagai bentuk kewaspadaan dini.
4. Kemenkes Sebut Ada Lonjakan Gangguan Ginjal Akut, Ditemukan 206 Kasus di 20 Provinsi
Kementerian Kesehatan bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) melaporkan lonjakan kasus gangguan ginjal akut pada anak-anak.
"Hingga saat ini, Rabu (18/01/2022) dilaporkan ada 206 kasus dari 20 provinsi yang melaporkan. Angka kematian 99 kasus atau 48 persen," ungkap Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr Syahril pada keterangan resmi, Rabu (19/10/2022).
Lebih lanjut, Syahril mengatakan jika angka kematian pasien khususnya di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) sebagai rujukan nasional ginjal mencapai 65 persen.
Baca juga: Kementerian Kesehatan Klaim Larangan Minum Obat Sirop Ampuh Tekan Jumlah Pasien Gagal Ginjal Akut
Ia pun mengatakan jika data tersebut berdasarkan temuan kasus sejak Januari 2022 hingga Rabu (18/10/2022).
Gangguan ginjal akut ini, sebagian besar menyerang anak-anak. Khususnya pada mereka yang berusia di bawah lima tahun.
Hingga saat ini belum diketahui apa yang menjadi penyebab pasti. Kemenkes.
IDAI sendiri telah membentuk tim penelusuran untuk menyelidiki lebih jauh penyebaran terkait kasus ini.
Kemenkes Imbau Stop Semua Obat Sirup, Ada Jejak Senyawa yang Berpotensi Picu Gangguan Ginjal Akut.
Kementerian Kesehatan menghimbau masyarakat untuk tidak menggunakan semua jenis obat cair atau sirup, tidak hanya parasetamol.
Hal ini berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02./2/I/3305/2022.
"Semua obat sirup atau cair, bukan hanya parasetamol. Untuk sementara Kemenkes sudah mengambil langkah mencegah kasus lebih banyak, diberhentikan sementara penggunaan sampai selesai penelitian dan penelusuran," ungkapnya pada konferensi pers virtual, Rabu (19/10/2022).
Hal ini, kata dr Syahril diikuti dengan ditemukan jejak senyawa yang berpotensi mengakibatkan gangguan ginjal akut ini.
"Dalam pemeriksaan yang dilakukan terhadap sisa sampel obat yang dikonsumsi pasien, sementara ini ditemukan jejak senyawa berpotensi mengakibat gangguan ginjal akut ini," katanya lagi.
Kemenkes pun menghimbau tenaga kesehatan untuk tidak meresepkan obat cair atau sirup sampai hasil penelusuran tuntas.
Nakes bisa menggunakan obat penurunan panas menggunakan tablet, dimasukkan ke anal, injeksi dan sebagainya.
Selain itu Kemenkes juga meminta seluruh apotek sementara waktu tidak menjual obat secara bebas dalam bentuk cair atau sirup, sampai hasil penyelidikan dari Kemenkes dan BPOM tuntas.
"Kemenkes juga menghimbau seluruh masyarakat untuk melakukan pengobatan anak sementara ini, tidak mengonsumsi obat berupa cair atau sirup tanpa berkonsultasi dengan nakes termasuk dokter," tegasnya.
Saat ini Kemenkes dan BPOM masih menelusuri dan meneliti secara komprehensif terkait obat sirup dan cIr. Termasuk kemungkinan faktor risiko lain penyebab dari gangguan ginjal akut ini.
5. Kemenkes Imbau Stop Semua Obat Sirup, Ada Jejak Senyawa yang Berpotensi Picu Gangguan Ginjal Akut
Kementerian Kesehatan menghimbau masyarakat untuk tidak menggunakan semua jenis obat cair atau obat sirup, tidak hanya parasetamol.
Penghentian sementara konsumsi obat sirup ini berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02./2/I/3305/2022.
Obat sirup diimbau tidak dikonsumsi sebagai langkah pencegahan meluasnya gangguan ginjal akut yang kasusnya sudah ada di Indonesia.
"Semua obat sirup atau cair, bukan hanya parasetamol. Untuk sementara Kemenkes sudah mengambil langkah mencegah kasus lebih banyak, diberhentikan sementara penggunaan sampai selesai penelitian dan penelusuran," ungkapnya pada konferensi pers virtual, Rabu (19/10/2022).
Hal ini, kata dr Syahril diikuti dengan ditemukan jejak senyawa yang berpotensi mengakibatkan gangguan ginjal akut ini.
"Dalam pemeriksaan yang dilakukan terhadap sisa sampel obat yang dikonsumsi pasien, sementara ini ditemukan jejak senyawa berpotensi mengakibat gangguan ginjal akut ini," katanya lagi.
Kemenkes pun menghimbau tenaga kesehatan untuk tidak meresepkan obat cair atau sirup sampai hasil penelusuran tuntas.
Nakes bisa menggunakan obat penurunan panas menggunakan tablet, dimasukkan ke anal, injeksi dan sebagainya.
Selain itu Kemenkes juga meminta seluruh apotek sementara waktu tidak menjual obat secara bebas dalam bentuk cair atau sirup, sampai hasil penyelidikan dari Kemenkes dan BPOM tuntas.
"Kemenkes juga menghimbau seluruh masyarakat untuk melakukan pengobatan anak sementara ini, tidak mengonsumsi obat berupa cair atau sirup tanpa berkonsultasi dengan nakes termasuk dokter," tegasnya.
Saat ini Kemenkes dan BPOM masih menelusuri dan meneliti secara komprehensif terkait obat sirup dan cIr. Termasuk kemungkinan faktor risiko lain penyebab dari gangguan ginjal akut ini.
6.Kasus Ginjal Akut Pada Anak, Ahli Epidemiologi Ingatkan Soal Akses Layanan Kesehatan
Pakar Epidemiologi ingatkan kemudahan akses layanan kesehatan pasien gagal ginjal akut pada Anak.
Epidemiolog Universitas Grifith Australia, Dicky Budiman mengatakan selain penyiapan rumah sakit rujukan, pemerintah perlu memerhatikan koordinasi dan optimalisasi di sumber daya kesehatan.
“Kasus gagal ginjal akut bukan kasus yang biasa. Karena dia memerlukan level treatment atau fasilitas yang tidak biasa dan tidak ada di level puskesmas. Tidak semua pemerintah daerah mempunyai punya itu,” ungkapnya pada Tribunnews, Kamis (20/10/2022).
Beberapa alat dan fasilitas yang dibutuhkan dalam penanganan gangguan ginjal di antaranya seperti hemodialisis atau mesin pencuci darah hingga dokter bedah untuk anak.
Sayangnya, tidak semua layanan dan alat tersebut tersedia di daerah.
Lebih lanjut, menurut Dicky perlu menetapkan lonjakan kasus gangguan ginjal akut pada anak ini sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).
Menurut Dicky, jika kasus ini telah ditetapkan sebagai KLB, maka akan memudahkan koordinasi serta mendorong optimalisasi di bidang kesehatan.
“Karena kalau diterapkan, akan lebih memudahkan koordinasi dan optimalisasi sumber daya tenaga di bidang kesehatan dalam menangani KLB. Ini penting karena tidak semua daerah punya kapasitas., resource atau dana. Tidak hanya masalah rujukan,” tegasnya.
Sumber daya di bidang kesehatan, kata Dicky bukan hanya tenaga kesehatan beserta pembekalan saja. Tapi juga dana dan kesiapan farmasi seperti obat dan layanan fasilitas kesehatan.
Apa lagi kondisi geografis Indonesia yang berbentuk dengan kepulauan.
Ketika pasien diarahkan ke rumah sakit rujukan saja, tentu dibutuhkan biaya transportasi dan lainnya.
Jika tidak ada dana, maka membawa pasien ke rumah sakit rujukan tentu sulit untuk dilakukan.
“Tapi sebelum ke rumah sakit, dipikirkan soal kendaraan dan sumber dana. Status KLB ini dapat membantu. Kalau tidak ditetapkan percuma. Karena ada pasien yang dirujuk ke rumah sakit tapi tidak bisa dirujuk karena tidak ada kapasitas,” pungkasnya.
7. RSCM Gunakan Obat Antidotum dari Singapura Untuk Obati Pasien Gangguan Ginjal Akut
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) menggunakan obat antidotum dari Singapura untuk mengobati pasien gangguan ginjal akut progresif atipikal.
Pengadaan dan pemberian obat ini telah mendapat izin dari Kementerian Kesehatan.
Pemberian obat antidotum berdasarkan kajian yang dilakukan oleh para ahli.
Di antaranya adalah para ahli dari Amerika dan Inggris yang juga menangani kasus serupa di Gambia.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Utama RSCM Lies Dina Liastuti.
"Ternyata ada zat yg terkandung dalam obat tertentu yang bisa mengikat racun dalam tubuh seseorang. Kita cari obatnya, ternyata salah satunya yang menjual adalah Singapura," ungkap Lies pada konferensi di RSCM, Jakarta Pusat, Kamis (20/10/2022).
Sebagai rincian, obat antidotum tersebut tiba dalam jumlah 10 Vial pada Selasa (18/10/2022) lalu.
Hingga saat ini RSCM telah memberikan dua vial setiap harinya pada pasien.
Sehingga stok obat tersebut kini telah menipis. Pihaknya pun meminta izin pada Kemenkes untuk mengadakan kembali obat tersebut.
49 kasus gagal ginjal akut
RSCM sejak Januari 2022 hingga Kamis (20/10/2022) menerima 49 pasien rujukan gangguan ginjal akut misterius.
Dari total pasien rujukan tersebut, 63 persen atau 31 di antaranya meninggal dunia.
Sementara itu sebanyak 7 pasien telah sembuh dan 11 lainnya masih dalam perawatan.
Adapun dari 11 pasien yang dirawat, 10 berada di Pediatric Intensive Care Unit (PICU), dan 1 anak masih di IGD (Instalasi Gawat Darurat).
"Angka kematiannya 63 persen dari 49 orang. Lebih dari 50 persen. Jadi yang pulang atau yang hidup cuma 7 orang. Sekarang yang (dirawat) di RS ada 11 (orang)," kata Direktur Utama RSCM dr Lies Dina Liastuti dalam konferensi pers dikutip dari live streaming Kompas TV, Kamis (20/10/2022).
Adapun kata Lies, anak yang alami gagal ginjal akut didominasi oleh balita, di mana dari daftar pasien rujukan ke RSCM, paling muda berumur 8 bulan dan tertua 8 tahun.
"Kita lihat kasus ini dominasinya balita, yang masuk RSCM paling muda 8 bulan, paling tua 8 tahun. Jadi kasihan sekali," katanya.
Saat digali dari cerita para orangtuanya, mayoritas mengatakan bahwa anaknya tidak punya masalah penyakit sebelumnya.
Namun, mayoritas dari anak-anak tersebut mengalami demam, gejala diare, dan batuk pilek.
Pasien yang dirujuk ke RSCM juga disebut sudah mengalami kondisi tidak ada urine.
"Mereka sudah dalam kondisi sudah tidak ada kencing. Pindah ke kita memang sudah sulit untuk di atasi," kata Lies.
"Jadi kami melakukan dua hal, satu pengobatan semaksimal mungkin dicoba atas dasar pemeriksaan macam-macam," lanjut dia.
Ia mengungkap kasus gagal ginjal akut atau mendadak pada anak ini jadi perhatian lantaran jumlah kasusnya alami peningkatan sejak bulan Agustus 2022.
Rinciannya, terdapat 2 kasus pada Januari, 1 kasus di bulan Maret, 3 kasus pada bulan Mei, 2 kasus di bulan Juni, 1 kasus di bulan Juli, 8 kasus di bulan Agustus, 20 kasus pada September, dan 12 kasus pada Oktober 2022.
"Kenapa ini menjadi perhatian, mulai bulan Agustus kasusnya melonjak," ungkap dia.
Lies meminta kepada masyarakat yang mendapati anaknya dalam keadaan demam agar jangan buru-buru diberi obat.
Ia menyebut untuk saat ini pemberian obat kepada anak yang alami demam harus hati-hati dan sesuai dengan petunjuk atau resep dokter.
Perawatan pertama yang bisa dilakukan untuk anak adalah memberikan cairan cukup dan mengompres demamnya.
“Kalau ada masyarakat demam, jangan langsung dikasih obat,” kata dia.
8. Update Kasus Gangguan Ginjal Akut, Kemenkes : Total Ada 304 Kasus , 159 Pasien di Antaranya Meninggal
Hingga Senin (31/11/2022), disebutkan bahwa saat ini ada 304 kasus gangguan ginjal akut di Indonesia, dari 27 provinsi.
Hal ini disampaikan oleh Juru Bicara Kemenkes dr Muhammad Syahril, pada konferensi pers, Selasa (1/11/2022).
"Terhitung 31 Oktober 2022 kemarin, jumlah kasus kita sebanyak 304," paparnya.
Sebagai rincian, pasien yang masih dirawat di seluruh Indonesia ada 46 kasus sedangkan korban yang meninggal adalah sebanyak 159 orang.
Lalu, pasien gangguan ginjal akut yang sembuh sebanyak 99 orang.
Untuk pasien laki-laki dari total kasus adalah 59 persen. Pasien perempuan dari total kasus keseluruhan adalah 41 persen.
Lebih lanjut, dr Syahril menyampaikan kelompok umur dari pasien gangguan ginjal akut. Yang tertinggi adalah kelompok usia 1-5 tahun yaitu 173 anak. Kemudian dari total kasus kematian, yang tertinggi adalah kelompok umur 1-5 tahun, yaitu sebanyak 106 anak.
9. Jubir Kemenkes Sebut Angka Kematian dari Penyakit Gangguan Ginjal Akut Menurun
Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr Muhammad Syahril menyebutkan, sejak diterapkan aturan larangan penggunaan pemakaian obat cair sementara, angka kematian menurun.
"Semenjak saat itu, kasus tidak terlalu banyak, dan angka kematian menurun," ungkapnya pada konferensi pers virtual, Selasa (1/11/2022).
Menurut Syahril, hal ini pun didukung setelah Badan Pengawas Obat dan Makan (BPOM) merilis obat cair mana saya yang aman dipakai.
Hal ini diikuti oleh Surat Edaran yang dibuat oleh Kementerian Kesehatan RI tentang adanya 198 jenis obat yang aman digunakan, sesuai dengan penemuan dan rekomendasi BPOM.
Lebih lanjut, Syahril menjelaskan kembali jika kasus ini menaik di akhir Agustus 2022.
"Kemudian berproses, hingga menyingkirkan sebagian penyebab gangguan ginjal akut. Kita merucut pada satu dugaan yaitu bahan yang ada dalam obat-obat sirup yang diminum anak-anak," paparnya lagi.
Di sisi lain, ia menyebutkan pemerintah telah mendatangkan obat penawar yang berasal dari Singapura, Australia dan Jepang dengan jumlah total 246 vial.
Serta, sudah dibagikan ke 17 rumah sakit di Indonesia yang saat ini sedang merawat pasein gagal ginjal akut.
"Dan kita masih punya stok 100 apa bila pasien dirawat membutuhkan antidotum tersebut," pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.