Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun Kesehatan

Kaleidoskop 2022: Daftar Obat Sirop yang Ditarik BPOM

BPOM mencabut izin edar 32 produk obat sirop buatan PT Rama Emerald Multi Sukses (PT REMS).

Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Kaleidoskop 2022: Daftar Obat Sirop yang Ditarik BPOM
Shutterstock
Ilustrasi Obat Sirop yang ditarik BPOM. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mencabut izin edar 32 produk obat sirop buatan PT Rama Emerald Multi Sukses (PT REMS).

Disampaikan bahwa hasil investigasi lebih lanjut terkait temuan sirop obat mengandung cemaran Etilen Glikol (EG)/Dietilen Glikol (DEG) melebihi ambang batas aman yaitu asupan harian/Tolerable Daily Intake (TDI) 0,5 mg/kg berat badan/hari.

"Untuk itu, BPOM menetapkan administratif dengan mencabut sertifikat CPOB cairan oral non-betalaktam, serta diikuti dengan pencabutan seluruh izin edar produk sirop obat (32 produk) produksi PT REMS," dikutip dari keterangan yang diterima, Rabu (7/12/2022).

Baca juga: Produsen Obat Batuk Sirop India Setop Produksi Setelah Belasan Anak di Uzbekistan Meninggal Dunia

Berikut daftar 32 produk obat sirop PT Rems yang dicabut izin edarnya oleh BPOM:

PT Rama Emerald Multi Sukses (PT REMS)

1. Ambroxol HCl
Bentuk sediaan: Sirop
Nomor izin edar: GKL1428912037A1

Berita Rekomendasi

2. Antasida DOEN
Bentuk sediaan: Suspensi
Nomor izin edar: GBL9628907033A1

3. Broxolic
Bentuk sediaan: Sirop
Nomor izin edar: DKL1428912137A1

4. Calortusin
Bentuk sediaan: Sirop
Nomor izin edar: DTL8328910737A1

5. Calortusin PE
Bentuk sediaan: Sirop
Nomor izin edar: DTL2028918937A1

6. Cetirizine Hydrochloride
Bentuk sediaan: Drops
Nomor izin edar: GKL1928916436A1

7. Cetirizine Hydrochloride
Bentuk sediaan: Sirop
Nomor izin edar: GTL1628912937A1

8. Cetizine
Bentuk sediaan: Drops
Nomor izin edar: DKL1928916336A1

9. Cetizine
Bentuk sediaan: Sirop
Nomor izin edar: DTL1628913037A1

10. Cotrimoxazole
Bentuk sediaan: Suspensi
Nomor izin edar: GKL1328911233A1

11. Dolorstan
Bentuk sediaan: Suspensi
Nomor izin edar: DKL1428912233A1

12. Domperidone Maleate
Bentuk sediaan: Drops
Nomor izin edar: GKL2028919036A1

13. Domperidone Maleate
Bentuk sediaan: Suspensi
Nomor izin edar: GKL2028919133A1

14. Fenpro
Bentuk sediaan: Suspensi
Nomor izin edar: DTL1428911933A1

15. Ibuprofen
Bentuk sediaan: Suspensi
Nomor izin edar: GTL1528912433A1

16. Noze
Bentuk sediaan: Drops
Nomor izin edar: DTL1828915236A1

17. OBH Rama
Bentuk sediaan: Sirop
Nomor izin edar: DBL1228911137A1

18. Paracetamol
Bentuk sediaan: Drops
Nomor izin edar: GBL1828915536A1

19. Paracetamol
Bentuk sediaan: Sirop
Nomor izin edar: GBL8528902637A1

20. Pseudoephedrine HCl
Bentuk sediaan: Drops
Nomor izin edar: GTL1828915436A1

21. Ramadryl Atusin
Bentuk sediaan: Sirop
Nomor izin edar: DTL8328901137A1

22. Ramadryl Expectorant
Bentuk sediaan: Sirup
Nomor izin edar: DBL8328900137A1

23. Ramagesic
Bentuk sediaan: Drops
Nomor izin edar: DBL1828915336A1

24. Ramagesic
Bentuk sediaan: Sirop
Nomor izin edar: DBL8328900637A1

25. Ratrim
Bentuk sediaan: Suspensi
Nomor izin edar: DKL8328911733A1

26. Remco Cough
Bentuk sediaan: Sirop
Nomor izin edar: DTL0428910937A1

27. R-Zinc
Bentuk sediaan: Sirop
Nomor izin edar: DTL1928917537A1

28. Sucralfate
Bentuk sediaan: Suspensi
Nomor izin edar: GKL2028919233A1

29. Tera F
Bentuk sediaan: Sirop
Nomor izin edar: DTL1928916237A1

30. Tera - PE
Bentuk sediaan: Sirop
Nomor izin edar: DTL1928917937A1

31. Zinc Sulfate Monohydrate
Bentuk sediaan: Drops
Nomor izin edar: GTL2028918736A1

32. Zinc Sulfate Monohydrate
Bentuk sediaan: Sirop
Nomor izin edar: GTL1928917437A1

199 Anak Meninggal Dunia

Secara total sebanyak 324 kasus Gangguan Ginjal Akut Pada Anak (GG APA) yang tercatat di Indonesia, dengan rincian 14 pasien masih dirawat di RS, 199 pasien meninggal dunia, serta 111 pasien sembuh.

Pemerintah pun kini fokus pada penyelamatan nyawa korban GGAPA.

Kemenkes bekerjasama dengan berbagai pihak mulai dari IDAI, BPOM, Ahli Epidemiologi, Farmakolog dan Puslabfor Polri melakukan berbagai pemeriksaan laboratorium untuk memastikan penyebab pasti dan faktor risiko yang menyebabkan gangguan ginjal akut.

Dalam pemeriksaan awal dilakukan pemeriksaan terkait bakteri, virus serta penyebab organik lainnya, kendati demikian hasil pengobatan belum optimal kasus baru dan kematian masih terus terjadi.

Langkah berikutnya mencari informasi lebih lanjut adanya kemungkinan zat toksik, yang akhirnya dilakukan pemeriksaan terhadap sisa sampel obat yang dikonsumsi oleh pasien, yang kemudian ditemukan jejak senyawa yang berpotensi mengakibatkan penyakit tersebut.

BPOM dan Kemenkes Digugat Orangtua Korban Gangguan Ginjal pada Anak

Sejumlah orang tua dari anak-anak yang meninggal akibat penyakit gangguan ginjal akut karena konsumsi obat sirop yang tercemar larutan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG), akan menggugat Kementerian Kesehatan (Kemenkes), BPOM, dan beberapa perusahaan farmasi.

Orang tua korban menganggap BPOM, Kemenkes serta sejumlah perusahaan-perusahaan farmasi lalai dan lambat dalam mengawasi peredaran obat-obatan dengan cemaran berbahaya.

“Semua alat di rumah sakit terpasang di badan anak kami. Dari yang paling kecil umur 6 bulan, 9 bulan, sampai anak saya yang 8 thn. Yang tidak akan terbayangkan, tidak akan bisa melupakan seumur hidup, itu terpasang di anak-anak kami. Yang hari sebelumnya masih main bola, sebelumnya masih sekolah, masih ujian, masih lari-lari sana-sini,” ujar Safitri yang hadir dalam acara Media Briefing Korban Gagal Ginjal Akut Menggugat (Class Action) di Jakarta pada akhir pekan lalu.

Safitri mengaku kecewa kasus gangguan ginjal akut baru mendapat atensi serius dari pemerintah, padahal kasus sudah terdeteksi sejak Januari 2022.

"Pengadaan obat penawar juga lambat setelah jatuh korban ratusan anak. Saya menyayangkan kenapa tidak ada awareness. Kenapa dari pihak IDAI, Kemenkes tidak ada awareness. Tracing dari awal, ada kasus baru yang memang belum diketahui penyebabnya, tapi setidaknya anak-anak atau pasien ini punya satu benang merah yang sama. Dengan gejala bermacam-macam yang berbeda, rentang waktu yang berbeda, tapi sama-sama satu, dia demam dan tidak bisa buang air kecil,” tambah Safitri.

Menurut Safitri, tuntutan class action kepada pihak itu diambil untuk menuntut tanggung jawab dari seluruh pihak yang membuat sistem pengawasan tidak berjalan dengan semestinya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas