Bayi Prematur dan Bayi Berat Lahir Rendah Berisiko Mengalami Stunting
Saat ini, Indonesia menempati peringkat ke–5 tertinggi angka kelahiran prematur dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bayi dengan kelahiran prematur dan bayi berat lahir rendah (BBLR) masuk ke dalam bayi yang berisiko tinggi mengalami tengkes atau stunting.
Saat ini, Indonesia menempati peringkat ke–5 tertinggi angka kelahiran prematur dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).
Dokter Anak Konsultan Neonatologi, Prof. Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp. A(K) mengatakan, berdasarkan data dari 100 bayi yang lahir, terdapat 10 bayi lahir secara prematur dan 7 bayi dengan kondisi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).
"Berdasarkan penelitian di 137 negara berkembang, 32,5 persen kasus tengkes disebabkan oleh kelahiran prematur dan 20 persen kasus tengkes di Indonesia disebabkan oleh bayi berat lahir rendah," kata Rinawati saat Media Briefing Fresenius Kabi – “Kontribusi Rumah Sakit Dukung Aksi Integrasi Percepatan Penurunan Prevalensi Tengkes” yang dilakukan secara daring belum lama ini.
Dikatakannya, bayi lahir prematur berisiko untuk mengalami developmental delay, gangguan kognitif, kesulitan belajar dan gangguan perilaku.
“Pada bayi prematur ada banyak masalah nutrisi seperti alergi dan intoleransi makanan, kebutuhan nutrisi lebih tinggi, lebih rentan penyakit, laju metabolisme protein yang tinggi, laju metabolik yang tinggi, organ yang imatur, dan gudang penyimpanan nutrisi kecil," katanya.
Jika bayi sudah mengalami tengkes, kata dia maka perlu dilakukan tata laksana gizi di rumah sakit dengan pemberian Pangan Olahan untuk Kondisi Medis Khusus (PKMK) makanan khusus atau dengan pemberian nutrisi parenteral.
Baca juga: Bayi Prematur Berisiko Terkena Diabetes Tipe Dua, Simak Penjelasannya
Rina menganjurkan agar bayi rutin diukur lingkar kepala, berat badan dan panjang badan rutin sebagai upaya deteksi dini tengkes.
Orangtua dapat menggunakan aplikasi PrimaKu yang merupakan aplikasi tumbuh kembang anak di Indonesia hasil kerja sama antara IDAI dan Kementerian Kesehatan RI.
"Dengan demikian, kita dapat segera melakukan intervensi jika ada risiko atau tanda-tanda tengkes pada bayi,” kata Rinawati.
Direktur Utama Rumah Sakit Umum Pusat Nasional DR. Cipto Mangunkusumo, Dr. dr. Lies Dina Liastuti, Sp.JP(K), MARS., FIHA mengatakan, sebagai rumah sakit umum nasional, RS DR. Cipto Mangunkusumo memiliki program yang jelas dan terpadu untuk mengatasi masalah tengkes.
Upaya penanganan tengkes dilakukan oleh tiga divisi yaitu Instalasi Pelayanan Terpadu Kesehatan Ibu dan Anak, KSM Kesehatan Anak dan Instalasi Gizi dibawah koordinasi Departemen Pelayanan Medik, Keperawatan dan Penunjang.
Di sisi eksternal, kami fokus pada pengampuan rumah sakit dan mengadakan program pendidikan dan/atau pelatihan profesi tambahan bagi dokter spesialis.
"Kami juga melakukan deteksi dan pencegahan dini malnutrisi, penyediaan terapi nutrisi mulai dari parenteral, enteral dan oral serta menyediakan Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK),” katanya.
Di RSCM, bagi pasien neonatus dan anak, rumah sakit melakukan pemantauan pertumbuhan lewat grafik dan memberikan dukungan terapi nutrisi berupa total parenteral nutrition dan bahan pangan khusus.
Di RS Cipto Mangunkusumo, asuhan nutrisi prematur di RSCM dimulai sejak lahir dan dibagi berdasarkan usia kehamilan ketika bayi lahir yaitu kurang dari 28 minggu, antara 28-31 minggu dan diatas 32 minggu namun dibawah 37 minggu.
Jenis nutrisi enteral di RSCM terdiri dari pemberian asi, asi dari donor dan pemakaian ASI dan Human Milk Fortifier serta standard preterm formula.
"Orangtua juga penting memiliki pemahaman yang baik mengenai nutrisi bagi bayi prematur agar dapat bersinergi dengan rumah sakit dalam memberikan nutrisi yang tepat sehingga dapat membantu mengurangi kejadian tengkes," katanya.
Presiden Direktur Fresenius Kabi Indonesia, Indrawati Taurus menyatakan, pihaknya berkomitmen untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat Indonesia, dalam hal ini mendukung pemerintah untuk menurunkan angka prevalensi tengkes di Indonesia dengan menyediakan program edukasi, solusi nutrisi parenteral agar nutrisi bayi prematur atau Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) tercukupi.
"Kami berharap fasilitas kesehatan dapat turut bersama-sama memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga dalam mendeteksi dini malnutrisi dan mencegah tengkes," katanya.