25 Persen Kematian Orang dengan HIV/AIDS Dipicu Penyakit TBC
25 persen kematian dari Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) disebabkan oleh TBC karena ODHA 30 kali lebih berisiko untuk sakit TBC
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Erik S
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kesehatan akan terus melakukan penguatan dalam penanganan HIV dan TBC, dua penyakit yang kasusnya masih terbilang tinggi.
Melibatkan sektor swasta, penguatan program penguatan penanganan akan dilakukan hingga akhir tahun 2030.
Baca juga: Sosok Pemilik Panti Asuhan di Palembang yang Aniaya Anak Asuh, Positif HIV dan 4 Tahun Gangguan Jiwa
"Indonesia masih menjadi penyumbang kedua setelah India dalam kasus HIV dan TBC, jadi kami melakukan kolaborasi untuk mengatasi pencegahan dan mengurangi potensi penularan,” ujar dr Endang Lukitosari MPH dari Kementerian Kesehatan melalui sambutannya dalam acara Recent Strategies in TB-HIV Management di Jakarta akhir pekan lalu.
Endang menjelaskan, 25 persen kematian dari Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) disebabkan oleh TBC karena ODHA 30 kali lebih berisiko untuk sakit TBC dibandingkan dengan orang yang tidak terinfeksi HIV.
“Untuk itu, jika ODHA dengan TBC tidak segera diobati dengan cepat, kematian akan lebih cepat. Supaya bisa diobati dengan cepat, maka perlu diagnosa dini,” ujarnya.
Diketahui tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia dari agen infeksi tunggal, Mycobacterium Tuberculosis (MTB) dengan peringkat di atas HIV/AIDS.
Diperkirakan sekitar 2 miliar manusia atau 25 persen dari populasi dunia terinfeksi MTB, dan 5-10% orang yang terinfeksi memiliki risiko seumur hidup dari infeksi menjadi penyakit TB.
Baca juga: Aniaya Anak Asuh, Pemilik Panti Asuhan di Palembang Ditangkap dan Dinyatakan Positif HIV
Di kesempatan yang sama, President Director Abbott Rapid Diagnostics (ARDx) Indonesia, Benny George menyatakan, Tuberkulosis merupakan penyebab utama kematian ODHA karena bertanggung jawab atas satu dari tiga kasus kematian terkait AIDS.
“Dengan persentase 60%, kemungkinan orang dewasa yang terjangkit HIV-positif akan tertular TB dalam dua tahun pertama setelah diagnosis dan sebanyak 50% kemungkinan anak yang hidup dengan HIV akan tertular TB dalam dua tahun pertama setelah diagnosis,” katanya.
Selain terdapat kasus pada tahun 2020 lalu, beban Tuberkulosis pada ODHA mengalami peningkatan pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade karena Covid-19.
“Maka, sebagai solusi dari permasalahan tersebut, kami mendukung WHO yang telah membuat pedoman global dengan merekomendasikan diagnosis dini dan pengobatan pasien TB dengan HIV,” katanya.
Sesuai anjuran WHO, Kementerian Kesehatan melalui PNPK Kemenkes tahun 2020 menyebut tes dengan Uji LF-LAM melalui urin ini telah muncul sebagai tes point-of-care yang potensial untuk TB.
Baca juga: Nafsiah Mboi : Sebagian Besar Orang dengan HIV dari Kelompok Remaja
Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia Cabang Jakarta Raya (PAPDI Jaya) yang diwakili oleh dr Asep Saepul Rohmat, SpPD, K-GEH, FINASIM juga menyampaikan bahwa sebagai dokter, kita perlu memiliki ketepatan dalam mengidentifikasi pasien, lokasi, penentuan prosedur dan tepat dalam menentukan tindakan operasi untuk pasien.
Acara Recent Strategies in TB-HIV Management ini juga diisi oleh beberapa pembicara dokter lainnya di bidang TB-HIV yaitu, Dr. dr. Evy Yunihastuti, SpPD, K-AI, Finasim, dr. Ceva Wicaksono Pitoyo, SpPD, K-P, FINASIM, K-IC dan dr. Anis Karuniawati, PhD, SpMK (K). Acara ini juga dihadiri oleh dokter umum dan dokter spesialis penyakit dalam sebanyak 24 secara offline dan 255 secara online.