Berada di Lingkungan Toxic, Ketahui Tips Berdamai dengan Situasi
Jika kalian berada di lingkungan toxic, maka lambat-laun bisa berdampak pada kesehatan mental.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pernahkah terlibat percakapan dengan kelompok masyarakat atau keluarga yang berdampak negatif?
Bisa saja, lingkungan tersebut toxic buatmu. Jika dibiarkan, maka lambat-laun bisa berdampak pada kesehatan mental.
Lantas bagaimana mengatasinya?
Terkait hal ini, Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa (psikiater) dr Santi Yuliani, M.Sc.Sp.KJ pun bagikan cara mengatasi lingkungan yang toxic.
Baca juga: Jangan Diremehkan, Masalah Lambung Bisa Jadi Tanda Gangguan Kesehatan Mental yang Jarang Disadari
Pertama adalah memahami jika kita tidak bisa mengendalikan apa yang dipikirkan dan diucapkan orang lain.
"Kita tidak bisa kendalikan omongan orang. itu tidak bisa, termasuk keluarga kita. Orang berpendapat itu diatur undang-undang 1945, pasal 28 kalau tidak salah. Mau kita bagus dibilang jelek, boleh gak? Boleh," ungkapnya pada talkshow virtual, Jumat (16/6/2023).
Memang tidak mungkin kita bisa mengontrol apa yang disampaikan orang lain.
Oleh karena itu, kata dr Santi, bisa kita kendalikan adalah bagaimana merespon perilaku dan ucapan mereka.
"Mereka tidak paham sepenuhnya dengan apa yang terjadi di kita. Jadi ketika ada statement dari mereka, ada pertanyaan dari mereka, tidak selalu statment itu valid kok," papar dr Santi lagi.
Contohnya, ada keluarga yang bilang alasan 'kita' belum menikah karena terlalu pemilih.
Mereka menurut dr Santi, orang tersebut boleh berkata seperti itu.
"Tapi kalau kita sendiri tidak begitu, maka memang enggak valid," kata dr Santi lagi.
Jadi pahami pengetahuan mereka berbeda dengan kita, mereka punya hak apa pun dengan kita.
Kita juga punya hak untuk tidak menerima pendapat mereka.
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah menjaga jarak dengan orang tersebut.
Lalu bagaimana jika orang itu adalah keluarga bahkan orangtua kita sendiri?
Menjaga jarak, sering dikaitkan dengan durhaka.
"Kaitan dengan durhaka, saya selalu sampaikan ke klien saya, ketika menjaga jarak, meminimalkan konflik, itu lebih baik dari pada berdekatan tapi berkonflik terus," tutur dr Santi.
Menjaga jarak untuk menghindari konflik menurut dr Santi lebih baik.
"Berdekatan konflik terus, bisa saja justru lebih memperburuk hubungan antara anak dengan orangtua. Kasih jeda dan jarak itu sangat boleh dalam rangka meminimalkan konflik yang terjadi," tutupnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.