Seminar Kesehatan Smandel’82: Jantung Penyebab Kematian Terbesar, tapi Gejala Bisa Dikenali
Dokter Berlian Idris spesial ahli jantung menegaskan, bahwa secara global, penyakit jantung dan pembuluh darah (PJP) adalah penyebab kematian terbesar
Penulis: Johnson Simanjuntak
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dokter Berlian Idris spesial ahli jantung menegaskan, bahwa secara global, penyakit jantung dan pembuluh darah (PJP) adalah penyebab kematian terbesar.
Gejala penyakit ini harus dikenali secara dini, dan bila terdeteksi pada diri kita, harus segera memeriksa ke dokter, sebelum terkena serangan atau bahkan henti jantung yang mematikan.
“Di tahun 2016, 17,9 juta kematian karena PJP, 31 persen dari total kematian global; 85 persen dari kematian ini karena serangan jantung & stroke. Sample Registration System Indonesia 2014: penyakit jantung coroner (PJK) penyebab kematian kedua setelah stroke, 12,9 persen dari seluruh kematian,” kata dokter Berlian Idris yang praktik di RS Medika BSD & EMC Alam Sutra, Tangsel.
Seminar kesehatan yang diselenggarakan Alumni SMAN 8 tahun 1982 bertema “Kiat Hidup Sehat di Usia Emas” Sabtu (12/8/2023). Seminar dalam rangka menuju Reuni Akbar ke-65 tahun SMAN 8 Jakarta itu dilakukan secara hybrid dengan menghadirkan nara sumber Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi Dinas Kesehatan Provinsi Jakarta, dr.Ngabila Salama MKM, dokter ahli jantung, Berlian Indris, dan Dewan Penasehat Dokter Alumni Smandel (DAS) yang sehari-hari praktik di RS Tugu Ibu, Cimanggis, Depok, dr. Setia Pribadi,MSi.
Dokter Berlian Idris mengatakan, mengingat risiko yang sangat besar dari penyakit jantung, dokter Berlian yang alumni SMAN 8 tahun 1995 ini mengingatkan para lansia untuk mengenal gejala serangan jantung, setelah itu memeriksakan segera ke Rumah Sakit. Bila henti jantung, resusitasi segera (perlu pelatihan), bawa ke RS, lalu mengetahui secara dini adakah PJK, dan mencegah serangan jantung kalau sudah diketahui PJK.
Meski serangan jantung dapat menyebabkan kematian jantung mendadak dan kerusakan otot jantung, tapi lanjut dokter Berlian, serangan jantung bisa dikenali gejalanya dan serangan jantung terjadi pada PJK.
“Karena itu PJK bisa dicegah dengan menjalankan pola hidup sehat,” tandas dokter yang akrab disapa Bili ini.
Pola Hidup Sehat
Sementara Direktur Jenderal Tenega Kesehatan, Kemenkes, drg. Arianti Anaya yang memberikan sambutan kunci dan sekaligus membuka seminar ini mengatakan, agar kelompok lanjut usia atau lansia yang jumlahnya hampir 11 persen atau 29,5 juta jiwa dari seluruh penduduk Indonesia yang 275 juta orang, untuk menerapkan pola hidup sehat yang disingkat “Cerdik”.
Penerapan pola hidup sehat ini supaya di usia lansia ini menjadi manusia yang bermanfaat bagi keluarga dan masyarakat.
“Kegiatan atau pola hidup sehat Cerdik itu cek kesehatan rutin, enyahkan asap rokok, rajin aktivitas fisik,diet seimbang, istirahat cukup, kelola stress,” ujar Arianti Anaya.
Lebih lanjut Dirjen Arianti lebih lanjut mengemukakan, untuk mewujudkan lansia smart, perilaku hidup sehat harus dimulai sejak muda. Karena itu, Ia menyebutkan sejumlah tips yakni: mendekatkan diri pada Tuhan, diet seimbang, teratur memeriksa kesehatan, memelihara kesehatan gigi dan mulut, melakukan aktivitas fisik, tidak merokok, dan tidak minum minuman keras, mengembangkan hobi, istirahat, dan mengasah otak.
Menurut Dirjen Nakes ini, secara alamiah, para lansia akan mengalami penurunan fungsi tubuh, seperti kekuatan tubuh, daya ingat, pendengaran penglihatan, keseimbangan, kekebalan, tubuh, dan fungsi pencernaan.
Baca juga: Inovasi Jadi Jantung Pembangunan Berkelanjutan di Era Globalisasi
Seringkali, penurunan fungsi tubuh ini berpotensi menimbulkan penyakit pada lansia yang umumnya tekakan darah tinggi, hipertensi, diabetes mellitus, stroke, penyakit paru-paru obstruktif (PPOK), penyakit jantung coroner, pengeroposan tulang, depresi, demensia/pikun.
Karena itulah dalam kesempatan ini, Dirjen Nakes Arianti mengungkapkan program kesehatan lanjut usia yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup lansia, agar sehat, mandiri, aktif dan produktif serta berdaya guna bagi keluarga dan masyarakat, dengan pendekatan siklus hidup.
Program ini terdiri atas pralansia dan ansia sehat dengan Promotif dan Preventif yakni skrining/deteksi dini pada lansia, dan pemberdayaan lansia.
Sedangkan untuk lansia sakit, Pemerintah kata Dirjen Nakes punya program promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif yaitu: Pelayanan kesehatan di Puskesmas (FKTP) yang santun pada lansia, Rumah Sakit dengan pelayanan geriatri terpadu termasuk rujukan, Perawatan Jangka Panjang/Long Term Care (PJP/LTC) bagi Lansia, dan Pelayanan Minimum Kesehatan Lansia (PMKL) pada situasi bencana / krisis kesehatan.
Paradigma Sehat
Sementara itu Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi Dinas Kesehatan Provinsi Jakarta, dr.Ngabila Salama MKM dalam paparan berjudul “Paradigma Sehat untuk Cegah Sakit, Sehat Fisik dan Mental agar Hemat, Bugar, Produktif, Bahagia” juga menguraikan berbagai penyakit yang berpotensi menerpa para lansia dan bagaimana cara pencegahan efektif yang dapat dilakukan.
Menurut alumni SMAN 8 tahun 2007 ini, yang disebut sehat itu adalah sehat fisik dan mental, karena itu para lansia juga harus memahami soal ini agar secara fisik dan mental terus sehat, seperti sudah diungkapkan Dirjen Nakes.
“Dalam konteks ini saya berkeinginan agar paradigma hidup sehat itu diubah dengan mendahulukan pencegahan, bukan pengobatan,”kataya.
Dalam paparannya, dokter Ngabila mengingat bagaimana saat musim pancaroba ini, kita semua berusaha untuk mencegah penyakit dengan cara makan dan minum yang bersih, menjaga kebersihan lingkungan, minum air putih yang cukup, melakukan vaksinasi dan juga perlindungan diri dengan imunisasi.
Dokter Setia Pribadi yang masuk kelompok lansia karena sudah berusia 65 tahun dan masih aktif melakukan kegiatan fisik yang rutin seperti jalan, sepeda, renang, dan naik gunung ini mengatakan, usia emas adalah masa yang berharga, dan dengan perawatan yang tepat, kita dapat menghadapinya dengan optimisme dan kualitas hidup yang tinggi.
“Usia emas adalah periode kehidupan yang umumnya mencakup usia 50 tahun ke atas. Ini adalah tahap yang menandai perubahan fisik, mental, dan emosional dalam kehidupan seseorang. Meskipun mungkin ada tantangan, tetapi ini juga bisa menjadi masa yang penuh potensi dan kesempatan untuk meningkatkan kualitas hidup,”kata dokter yang akrab disapa Acing ini.
Baca juga: Paparan Polusi Berkepanjangan Bisa Picu Penyakit Jantung
Sejumlah masalah kesehatan umum pada usia emas disebutkan oleh dokter Setia Pribadi, alumni SMAN 8 tahun 1976 ini yaitu penurunan fisik: penurunan massa otot, kepadatan tulang, dan kinerja organ tubuh, penyakit jantung dan hipertensi: risiko penyakit jantung meningkat seiring, bertambahnya usia, diabetes tipe 2: resiko diabetes meningkat pada usia emas karena gaya hidup dan perubahan hormonal, penyakit artritis: gangguan sendi dan nyeri pada tulang, gangguan kognitif: risiko demensia dan penyakit alzheimer meningkat.
“Yang terbaik, menerapkan pola hidup sehat dengan diikuti olahraga fisik sesuai kondisi dan kesukaan lansia,” katanya.