Mengenal PRM, Pengobatan Cedera Menggunakan Darah Sendiri
Penyembuhan cedera menggunakan PRM, bisa lebih cepat dan kembali bisa berlatih olahraga kembali.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Atlet Indonesia dari berbagai cabang olahraga kini tidak perlu khawatir lagi bila mengalami cedera, baik saat bertanding atau berlatih mengingat pengobatan dan pemulihan semakin canggih dan cepat.
Salah satunya adalah program pengobatan platelet rich plasma (PRP) yang cocok bagi para atlet dan masyarakat saat berolahraga yang mengalami cedera akibat pergerakan besar, misalnya sepak bola, bola basket, bola voli, hoki es, bisbol, sofbol, dan lainnya.
"PRP salah satu metode pengobatan regenerative medicine. Platelet adalah bagian (komponen) dari plasma atau darah tubuh kita sendiri yang memiliki keunggulan karena mengandung zat-zat yang berfungsi merangsang penyembuhan alami, pembaruan dan pertumbuhan sel bagian tubuh yang rusak," kata Dokter Spesialis Ortopedi dan Traumatologi, Konsultan Sport Injury and Arthroscopy Primaya Hospital Bekasi Timur, dr Evan, Jumat (8/9/2023).
Suntik PRP, kata dia menggunakan darah sendiri yang sudah dirawat dan diolah untuk mengonsentrasikan trombosit dalam plasma, mengandung sitokin yang mengaktifkan penyembuhan jaringan lunak.
Dokter mengambil darah pasien sebanyak 10 hingga 60 cc dan memasukkannya ke alat pemutar yang memisahkan berbagai komponen darah.
Setelah itu, pasien akan diberi bius lokal dan disuntikkan cairan PRP ke bagian tubuh yang mengalami cedera dan memperbaiki sel tubuh yang rusak.
"Pengobatan PRP ini sudah dilakukan ke beberapa atlet seperti pesepak bola Irfan Bachdim, Zah Rahan, lalu atlet voli, basket dan lainnya.
Baca juga: Dokter Spesialis Bedah Ortopedi Ungkap Empat Kelompok Berisiko yang Rentan Alami Osteoporosis
Penyembuhan cederanya bisa lebih cepat dan kembali bisa berlatih olahraga kembali," ungkap konsultan cedera olahraga ini.
Hasil pascasuntikan PRP tersebut, lanjut dia, pesepak bola Irfan Bachdim seminggu kedepan sudah bisa berlatih kembali, namun tetap dalam pengawasan dokter olahraga.
Namun, kata dia langkah PRP ini sebaiknya jangan dilakukan dua minggu pascacedera, karena jaringan yang rusak tidak boleh dibiarkan begitu saja.
Sel-sel dalam tubuh yang cedera tersebut memiliki masa akut yang secepatnya harus diambil tindakan PRP agar hasil pengobatan dari program itu bisa maksimal.
"Ini merupakan penyembuhan biologis. Jadi kita tidak bisa menilai secara MRI, namun melihat secara fungsional dan menjadi regeneratif. Jadi dari yang rusak, sel-sel itu bisa memperbaikinya sehingga atlet bisa beraktivitas dan berfungsi kembali, minimal mendekati seperti semula," papar dokter Evan.
Program kembali ke olahraga (return to sport) merupakan serangkaian tes untuk pasien yang mengalami cedera akibat olahraga bertujuan untuk menguji ketahanan dan kekuatan pasien yang sebelumnya mengalami cedera.
Ini guna menguji kekuatan, ketahanan, cara melompat, mendarat yang dipersiapkan sedemikian rupa guna bisa seimbang menghadapi lapangan yang dimainkan.
Dokter Evan menjelaskan, pihaknya mengobati pasien mulai dari asesmen, fisioterapi hingga tindakan operasi dan langkah terakhir bisa kembali berlatih berolahraga. Jadi pihak rumah sakit menjamin pengobatan dan pemulihan dengan alat-alat memadai.
"Sebelumnya saya juga sempat pegang para atlet Indonesian Basketball League (IBL) dan mereka banyak yang berobat ke Filipina saat cedera. Makanya saya belajar ke Filipina dan SDM kita perlu diperbaiki dengan peralatan yang lengkap dan canggih," terangnya.
Jadi yang ditawarkan dalam medical tourism ini adalah kalau cedera olahraga bisa diobati di dalam negeri sendiri dan tidak perlu jauh-jauh ke luar negeri, karena hampir sama apa yang dilakukan di luar dengan di Indonesia.
Dia juga memberikan cara memilih olahraga yang tepat adalah sesuai dengan kondisi tubuh. Misalnya saja pemanasan yang masih kurang atau tidak melakukan pemanasan, penggunaan alat olahraga yang tidak sesuai, gerakan berulang yang terlalu banyak, terlalu cepat, dan dalam waktu yang lama, otot yang lemah.
Selain itu juga lingkungan yang tidak tepat atau kurang baik dalam melakukan olahraga, Pengobatan yang tidak tuntas setelah cedera. Pelaksanaan fisioterapi pascacedera yang tidak sesuai.
“Kita perlu mewaspadai ciri-ciri awal cedera yang berpotensi diabaikan oleh seseorang seperti timbul nyeri, rasa tidak nyaman, atau mengalami bengkak yang hilang timbul.
Ciri-ciri awal tersebut jika diabaikan dapat berdampak buruk pada proses penyembuhannya,” ujar dr Evan.
Ia juga berpesan kepada masyarakat agar jangan pernah takut untuk berolahraga. Menurutnya, cedera saat berolahraga apabila ditangani dan diobati dengan baik maka pasien akan cepat pulih kembali dan dapat semakin percaya diri dalam mengejar prestasi.