Cek Kesehatan Liver dengan Metode Elastografi, Begini Prosedurnya
Jika organ hati mengalami gangguan maka berimbas pada metabolisme dan kekebalan tubuh.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hati atau liver merupakan organ penting yang harus dijaga. Jika organ hati mengalami gangguan maka berimbas pada metabolisme dan kekebalan tubuh.
Karena itulah perlu dilakukan cek kesehatan hati untuk memantau kondisi dan kinerja organ hati.
Namun sayangnya cara mengetahui kesehatan organ hati memerlukan proses panjang dan kadang kala menyakitkan.
Berlatar belakang inilah, elastografi hati diperkenalkan sebagai tes mengecek kesehatan organ hati cepat dan aman.
Baca juga: Memiliki Penyakit Jantung, Liver dan Tipes, Calon Paskibraka asal Tolitoli Meninggal Dunia
Dokter spesialis penyakit dalam dan konsultan gastroenterohepatologi MRCCC Siloam Hospitals Semanggi dr. Saut Horas H. Nababan, Ph.D., Sp.PD-KGEH menjelaskan elastografi hati merupakan metode pemeriksaan non-invasif yang sudah rutin digunakan di MRCCC untuk pasien dengan penyakit hati kronis.
Secara sederhana, alat ini mengukur kekakuan hati yang secara tidak langsung dikaitkan dengan derajat fibrosis hati.
"Jadi dengan menggunakan alat ini, dokter bisa menilai apakah sudah terdapat komplikasi dari penyakit hati kronis yang diderita pasien," kata dia dalam keterangan tertulisnya, Rabu (25/10/2023).
Metode ini bisa digunakan pada kasus-kasus seperti infeksi virus hepatitis B dan C, sirosis, penyakit hati alkoholik, penyakit hati non-alkoholik, dan penyakit hati yang terkait gangguan metabolik.
Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna dalam memantau perkembangan penyakit hati akibat obat-obatan atau autoimun.
Lalu apa bedanya dengan pemeriksaan USG?
Perbedaan elastografi hati dan USG terletak pada informasi yang diberikan.
"Pemeriksaan USG secara umum menilai struktur dan kondisi organ, sementara elastografi hati menilai derajat fibrosis dan perlemakan hati,” ujar dr. Saut.
Dalam proses tes kesehatan organ hati dengan metode Elastografi hati ini tidak ada penyisipan jarum atau pemotongan yang diperlukan, sehingga tidak menyakitkan.
Pasien tidak akan merasakan ketidaknyamanan atau rasa sakit selama pemeriksaan.
Selain itu metode ini dapat menilai derajat fibrosis dan derajat perlemakan hati.
Dalam menjalani prosesnya pun Dr Saut mengatakan, tidak ada persiapan khusus sebelum pemeriksaan Elastografi Hati.
Pasien hanya diminta berpuasa tiga jam sebelum pemeriksaan.
Dokter spesialis lulusan Universitas Indonesia menjelaskan, waktu yang dibutuhkan untuk pemeriksaan elastografi hati singkat sekitar 5-10 menit dan hasil pemeriksaan dapat dilihat langsung oleh pasien.
Hasil pemeriksaan dapat membantu dokter dalam mendiagnosis, menentukan tingkat keparahan penyakit hati, merencanakan perawatan, serta memantau perkembangan pasien selama pengobatan.
Cara Mencegah Perlemakan Hati
Dr Saut pun membagikan tips apa yang bisa diupayakan agar meminimalisir terkena penyakit perlemakan hati:
1. Pertahankan berat badan yang sehat: Jika kelebihan berat badan atau obesitas, penurunan berat badan secara bertahap dengan mengombinasikan diet sehat dan olahraga dapat membantu mengurangi penumpukan lemak di hati.
2. Olahraga teratur: Menjalani kegiatan fisik secara teratur dapat membantu meningkatkan sensitivitas insulin dan mengurangi lemak di hati.
3. Pola makan sehat: Fokus pada makanan yang seimbang dengan menghindari makanan yang tinggi lemak jenuh, gula tambahan, dan garam berlebih. Makanan yang tinggi serat, seperti buah-bahan, sayuran, dan biji-bijian, dapat membantu memperbaiki metabolisme tubuh.
4. Mengelola resistensi insulin: Penting untuk mengontrol kadar gula darah dengan mengikuti diet rendah karbohidrat dan menjaga pola makan seimbang.
5. Konsumsi alkohol secara bertanggung jawab: Pengurangan atau menghindari konsumsi alkohol secara keseluruhan akan membantu menjaga kesehatan hati.
“Kasus perlemakan hati akibat gangguan metabolik di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan dalam dekade akhir. Faktor-faktor seperti perubahan gaya hidup, pola makan yang tidak sehat, tingginya insidensi obesitas dan diabetes telah berkontribusi terhadap peningkatan kasus perlemakan hati di Indonesia."
"Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia menderita atau berisiko terserang penyakit hati akibat gangguan metabolik,” jelas dr. Saut.