Waspadai Nyeri Saat Berhubungan Seksual, Bisa Saja Tanda Endometriosis
Jika rasa nyeri muncul, biasanya dianggap normal. Padahal, rasa nyeri saat berhubungan seksual bisa jadi indikasi gangguan kesehatan.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebagian perempuan mungkin kerap merasakan nyeri saat berhubungan seksual.
Jika rasa nyeri ini muncul, umumnya dianggap hal biasa dan normal.
Padahal, rasa nyeri saat berhubungan seksual bisa jadi indikasi gangguan kesehatan pada alat reproduksi.
Rasa nyeri ini bisa saja menjadi gejala seorang perempuan alami endometriosis.
Hal ini diungkapkan oleh Spesialis Kebidanan dan Kandungan serta staf pengajar FKUI-RSCM Dr. dr. Kanadi Sumapraja, Sp. OG, Subsp. FER, MSc.
Baca juga: Kepuasan Urusan Ranjang Masih Tabu Dibicarakan Pasutri, Studi Sebut 1 dari 3 Wanita Palsukan Orgasme
Hal ini ia sampaikan pada media briefing yang diselenggarakan Bayer dengan tema 'Terapi hormonal jangka panjang Dienogest menjadi rekomendasi kuat pengelolaan Endometriosis” yang diselenggarakan di Jakarta, Jumat (8/3/2024).
“Gejala dapat timbul pada 40 persen pasien, dan rasa nyeri bervariasi tergantung pada tempat terjadinya endometriosis. Nyeri yang dimaksud dalam endometriosis dapat berupa nyeri saat haid (dismenorea), nyeri saat berhubungan seksual (dispareunia)," ungkapnya di Jakarta, Jumat (8/3/2024).
Nyeri ini akan meningkat seiring berjalannya waktu jika tidak mendapat pengobatan yang tepat.
Selain itu, tanda dan gejala yang juga perlu diperhatikan seperti nyeri pelvik kronik, dispareunia dalam, keluhan intestinal siklik, dan kurang subur.
Nyeri saat berkemih (disuria), nyeri saat buang air besar (diskezia), nyeri perut bagian bawah, serta nyeri panggul.
Umumnya pasien endometriosis mengeluhkan nyeri berdenyut dan menjalar hingga ke tungkai, serta nyeri pada rektum dan adanya sensasi perut yang ditarik ke bawah.
Sebagai informasi, endometriosis juga dikelompokan menjadi endometriosis peritoneum (superfisial), kista endometriosis (endometrioma), serta deep endometriosis (lesi susukan dalam).
Ketahui Apa Saja Faktor Risiko Endometriosis
Lebih lanjut, dr Kanadi menjelaskan apa saja yang menjadi faktor risiko terjadinya endometriosis.
Pertama, perempuan yang belum pernah melahirkan. Kedua, mengalami menstruasi usia di usia dini.
Ketiga, menopause di usia lanjut. Keempat, siklus menstruasi yang pendek yaitu maksimal 27 hari.
Kelima, memiliki tingkat estrogen yang tinggi, dan punya kelainan saluran produksi.
"(Kelompok berisiko) perlu melakukan pemeriksaan rutin terkait endometriosis," imbaunya
Hal ini karena mereka memiliki risiko tinggi untuk mengalami endometriosis di kemudian hari.
"Karena jika tidak diobati dengan tepat, perempuan akan berisiko mengalami komplikasi seperti infertilitas dan kanker ovarium,” tutup dr. Kanadi.