Stres Ancam Kesehatan Pekerja di Era Modern, Perbaiki Pola Hidup Jadi Solusi
Stres pada pekerja bisa berdampak pada aspek psikologis dan fisiologis. Ini penjelasan Direktorat Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI).
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Anita K Wardhani
Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA -- Direktorat Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) dr. Puspita Tri Utami, M.Si, M.KKK, menjelaskan, stres pada pekerja bisa berdampak pada aspek psikologis dan fisiologis.
Stres bisa menimbulkan masalah kesehatan secara jangka panjang.
Baca juga: Komisi X DPR Minta Pemerintah Kaji Usulan Ujian Nasional Kembali Digelar: Jangan Buat Anak Stres
Secara psikologis, stres bisa memicu depresi, psikosomatis, hingga masalah kejiwaan.
Sementara dari sisi fisiologis, stres bisa menimbulkan berbagai masalah kesehatan mulai dari kardiovaskular, diabetes melitus, muskuloskeletal, sakit kepala, hingga gangguan imunitas.
“Kesehatan jiwa dan kesehatan fisik sangat berkaitan karena hormon kortisol bisa menyebabkan gangguan-gangguan fisik sehingga kita harus menjaga kesehatan mental,” kata dr. Puspita dalam diskusi yang digelar Masyarakat Sadar Risiko Indonesia (MASINDO), belum lama ini.
Sebagai respons terhadap stres, para pekerja sering kali melarikan diri pada kebiasaan berisiko seperti merokok dengan rokok elektronik, kantong nikotin, dan produk tembakau yang dipanaskan, bisa menjadi alternatif perokok memperbaiki pola hidupnya.
Adapun dampak stres terhadap gangguan perilaku meliputi perubahan pola makan dan tidur, sosialisasi menurun, dan kebiasaan merokok. Akibatnya, performa pekerja menjadi turun.
“Akhirnya juga akan ada peningkatan biaya untuk masalah kesehatan karena tingkat kecelakaan meningkat,” ucap dr. Puspita.
Dalam kesempatan yang sama, menurut Psikolog, Sukmayanti Rafisukmawan, M.Psi, untuk mengatasi stres memang memerlukan pendekatan yang mendalam selain pemberian edukasi agar para pekerja tidak melakukan kebiasaan berisiko yang sifatnya coping menchanism seperti kebiasaan merokok.
“Jika berhenti langsung ternyata tidak berhasil dan tetap dipaksakan, bisa berdampak pada menurunnya tingkat konsentrasi, suasana hati mudah berubah, dan rentan emosi. Ujungnya kemungkinan besar terjadi relaps,” katanya.
Untuk para perokok dewasa yang mengalami kesulitan berhenti merokok secara langsung, maka dapat mengedepankan upaya pengurangan risiko dengan cara beralih melalui penggunaan produk tembakau alternatif.
Dokter Spesialis Gizi Klinik, dr. Andri Kelvianto, M. Gizi, Sp. GK, AIFO-K, menuturkan, untuk mengurangi kebiasaan buruk akibat stres perlu dilakukan secara bertahap.
“Kalau emotional eating, kita tahu hormon kortisol lagi tinggi sehingga menginginkan rewarding berupa makanan manis untuk menaikkan hormon dopamin. Jadi bisa ganti ke gula bebas kalori karena yang dikejar dari rewarding emotional eating adalah rasa manisnya. Ini salah satu cara mengurangi risiko,” ucapnya.
Strategi tersebut, lanjut Andri, dapat juga diterapkan untuk mengurangi risiko dari kebiasaan merokok, dimana mengganti menggunakan produk yang secara penelitian lebih rendah risiko sehingga tidak menghilangkan beberapa kebutuhan yang bisa dimanfaatkan seseorang untuk menurunkan stres.