STR dan SIP Dicabut Priguna Anugerah Tidak Bisa Buka Praktik Dokter Seumur Hidup
Priguna Anugerah Pratama telah ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian dalam kasus dugaan pelecehan seksual terhadap keluarga pasien.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: willy Widianto

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) langsung mengambil langkah tegas terhadap dokter Priguna Anugerah Pratama dengan mencabut Surat Izin Praktik (SIP) dan menonaktifkan Surat Tanda Registrasi (STR).
Baca juga: Dokter Residen Unpad Rudapaksa Anak Pasien, PPDS Anestesiologi RSHS Bandung Kena Imbas
Sebagai informasi, Priguna Anugerah Pratama telah ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian dalam kasus dugaan pelecehan seksual terhadap keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat.
"KKI secara resmi menonaktifkan Surat Tanda Registrasi (STR) milik yang bersangkutan pada Kamis (10/4/2025), segera setelah status tersangka ditetapkan oleh aparat penegak hukum," ujar Ketua Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) drg Arianti Anaya, MKM pada keterangan resmi, Jumat (11/5/2025).
Langkah ini diikuti dengan koordinasi bersama Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat untuk mencabut Surat Izin Praktik (SIP) atas nama Priguna Anugerah Pratama.
Drg Arianti menegaskan pencabutan STR dan SIP merupakan sanksi administratif tertinggi dalam profesi kedokteran di Indonesia.
Baca juga: Pakar: RS Hasan Sadikin Tak Bisa Lepas Tangan soal Kasus Priguna Dokter PPDS
“Dengan demikian, setelah SIP dicabut, yang bersangkutan tidak dapat lagi berpraktik sebagai dokter seumur hidup,” tegasnya.
Sebagai langkah lanjutan, Kementerian Kesehatan juga telah memerintahkan penghentian sementara Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi dan Terapi Intensif di RSUP Hasan Sadikin Bandung, Jawa Barat.
Baca juga: Kondisi Terkini Korban Rudapaksa Dokter PPDS Unpad di RSHS Bandung, sang Ayah Meninggal
Penghentian ini bertujuan memberikan ruang untuk evaluasi menyeluruh terhadap sistem tata kelola dan pengawasan dalam pelaksanaan program PPDS di RSHS.
“Evaluasi yang dilakukan diharapkan mampu menghasilkan sistem pengawasan yang lebih ketat, transparan, dan responsif terhadap potensi pelanggaran hukum maupun etika oleh peserta program pendidikan dokter spesialis,” tutup drg Arianti.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.