Bimtek di Banyuwangi, Hutan Semakin Dilestarikan Semakin Mensejahterakan
Gong pembukaan Bimbingan Teknis (Bimtek) Ekowisata Hutan (Pemandu Interpretasi) akhirnya ditabuh, Selasa (28/8/2018)
Editor: Content Writer
Gong pembukaan Bimbingan Teknis (Bimtek) Ekowisata Hutan (Pemandu Interpretasi) akhirnya ditabuh, Selasa 28 Oktober 2018. Kegiatan yang diinisiasi oleh Asisten Deputi Pengembangan Wisata Alam dan Buatan Deputi Bidang Pengembangan Industri dan Kelembagaan Kementerian Pariwisata (Kemenpar) itu digelar di Hotel Santika, Banyuwangi.
”Seperti yang selalu diungkapkan Menteri Pariwisata Arief Yahya, bahwa pariwisata itu semakin dilestarikan makan akan semakin mensejahterakan. Begitu juga terhadap Ekowisata Hutan kita. Hutan semakin lestari, maka masyarakat sudah dipastikan akan semakin sejahtera,” ungkap Asisten Deputi Pengembangan Wisata Alam dan Buatan Alexander Reyaan saat membuka acara Bimtek tersebut.
Alex memastikan bahwa para pembicara sangat kompeten dan sangat bermanfaat untuk Ekowisata Hutan. Di hari pertama, ada nama Wiwien Wiyonoputri yang menjabarkan dasar-dasar interprestasi. Lalu, dilanjutkan Ary Suhandi yang menjelaskan pentingnya pemahaman pariwisata berkelanjutan. Dan, ditutup oleh Rifki Sungkar.
Pada sore harinya, para peserta diajak untuk praktek Modul yang terdiri dari identifikasi atribut penting, tema dan sasaran program interprestasi. ”Jadi Bimtek ini harus bermanfaat. Bukan hanya saat Bimtek, namun juga harus bermanfaat setelah Bimtek dan Ekowisata Hutan akan semakin baik dan menjadi bagian kemajuan pariwisata di Indonesia,” harap Alex yang juga diamini Kepala Bidang Pariwisata Kemenpar Eiffy Efendy.
Menariknya, saat acara pembukaan, Banyuwangi sebagai tuan rumah langsung unjuk gigi. Seperti diketahui, daerah yang dekat dengan Pulau Bali itu menjadi contoh dari berbagai daerah atas prestasinya di bidang pariwisata.
”Kita berusaha merubah branding yang tadinya tidak tahu bagaimana itu Banyuwangi, dan sekarang Alhamdulillah menjadi salah satu daerah yang sukses mendorong pariwisatanya di tanah air,”ujar Kepala Bidang Promosi Dinas Pariwisata Banyuwangi Dwi Marhen Yono.
Pria yang biasa disapa Marhen itu menjelaskan, yang pertama dilakukan pihaknya adalah membaca kondisi geografis dan demografis Kabupaten Banyuwangi.
”Dengan luas wilayah 5.782,50 Km2, jumlah pulau 10, panjang garis pantai 175,8 Km dan luas wilayah laut 175 KM x 4 MIL makan kami percaya bahwa Banyuwangi akan terus maju dengan mendorong pariwisata,”ujar Marhen dalam paparannya.
Banyuwangi juga ditopang aksesibilitas teraik. The Sun Rise of Java ini terhubung direct flight dengan poros Jakarta. Jumlah flightnya ada lima kali dalam sehari. Rinciannya, Garuda Indonesia sekali dan masing-masing dua kali untuk Citilink juga Nam Air. Waktu tempuhnya jga 1,5 jam.
“Aksesibilitas menuju Banyuwangi ini sudah bagus. Sebab, ada pilihan tiga maskapai dari Jakarta. Otomatis waktu tempuhnya lebih singkat. Bandingkan dahulu lewat darat dengan waktu tempuh 30 jam dari Jakarta,” tuturnya lagi.
Kata Marhen, dengan mendorong pariwisata, angka kemiskinan sangat menurun drastis. Marhen mengambil contoh pertumbuhan sebelum tahun 2010 dengan pertumbuhan di tahun 2015. Ketika Banyuwangi sudah mengkumandangkan Pariwisata sebagai unggulan, angka kemiskinan di Banyuwangi menurun dari 20, 09 persen menjadi 8,57 persen, sedangkan aksesbilitas tahun 2010 dulu menempuh perjalanan 8 Jam dari Surabaya ke Banyuwangi. Sedangkan sekarang hanya dengan 45 menit sudah sampai ke Banyuwangi dengan mendarat di Bandara Banyuwangi.
”Dan pertumbuhan-pertumbuhan yang lain. Jadi yakinlah bahwa pariwisata bisa mengangkat dan mensejahterakan masyarakat. Dan kami punya 4 kunci meningkatkan kinerja pariwisata dengan 3A dan 2 K yakni akses, amenitas, atraksi, dan K-nya adalah komitmen CEO dan kreatif yang terus memberikan inovasi agar pariwisata berkelanjutan. Begitu juga untuk Ekowisata Hutan yang bisa terus dikembangkan,”ujar Harmen.
Menteri Pariwisata Arief Yahya menambahkan, "Kita semua harus cepat dan tepat dalam melaksanakan semua percepatan di pariwisata. Kita semua dalam membangun pariwisata harus bekerja cepat, tidak lelet dan bisa menepati janji. Hanya visi, misi dan aksi yang bisa mengubah dunia. Visi tanpa Aksi itu fantasi, Aksi tanpa Visi itu sensasi! Alias kepentingan sesaat saja, hal ini harus dilakukan juga di Ekowisata Hutan,” kata Marketeer of The Year 2013 versi MarkPlus itu.
Dia sangat yakin pendekatan ecotourism adalah benchmark yang paling bagus untuk Sustainable Tourism Development (STD). Karena itulah yang tengah dikembangkan UN-WTO maupun standar penilaian tour and travel index competitiveness World Economic Forum (WEF). Memang pengembangan ekowisata itu tidak sama dengan mass tourism yang mengejar jumlah wisman. Di ecotourism ini lebih mencari kualitas wisman dengan value yang lebih besar.
“Kemenpar mengembangkan kedua konsep itu. Keduanya saling melengkapi, saling mendukung. Kita harus punya destinasi dengan mass tourism, kita juga terus mengembangkan atraksi untuk high end tourism,”kata Arief Yahya.
Target ekowisata, kata lulusan ITB, Surrey University Inggris dan Doktor Strategic Marketing Unpad Bandung itu adlah 10 persen dari total penghasilan pariwisata Indonesia. “Angkanya sekitar USD 2 Miliar, target pada 2019,”katanya. (*)