Lima Tarian Ini Akan Menyempurnakan Pengalaman Berwisata di Bali
Ketika mengunjungi Bali, wisatawan sering kali terjebak hanya pada wisata pantai saja. Wisata pantai memang tidak salah, namun pulau yang akrab disebu
Editor: Content Writer
Ketika mengunjungi Bali, wisatawan sering kali terjebak hanya pada wisata pantai saja. Wisata pantai memang tidak salah, namun pulau yang akrab disebut sebagai pulau dewata ini masih memiliki banyak daya tarik yang layak untuk dimasukkan ke dalam daftar destinasi kita.
Mengeksplorasi Pulau Bali memang tidak akan ada habisnya. Pemandangan alam yang memesona, budaya yang kental dan kaya, serta berbagai tempat wisata yang memanjakan mata, menggoda kita untuk segera menjelajah. Tak heran kini di Bali sudah banyak bermunculan hotel-hotel atau penginapan dari yang murah hingga yang mewah.
Bali yang terkenal dengan kekayaan budaya ini memiliki berbagai wisata budaya yang tidak kalah menarik. Berbagai seni tari masih dapat dijumpai dengan mudah. Lima dari sekian banyak tarian yang wajib ditonton langsung di Bali yakni, tari Baris Upacara, tari Kecak, tari Topeng Sidakarya, tari Barong dan tari Pendet.
Sebelum menonton pertunjukan tari, membekali diri dengan pengetahuan terkait dapat membantu kita untuk bisa lebih memahami tarian tersebut. Berikut ini adalah hal-hal yang wajib kita ketahui dari lima tarian yang dapat ditemui di Bali.
1. Tari Baris Upacara
Tari Baris Upacara merupakan tarian yang digunakan sebagai persembahan tulus kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Konon, ketika pertunjukan tarian ini dilaksanakan, para dewa ikut menari dengan gayanya masing-masing.
Tidak seperti tarian lainnya, Tari Baris Upacara tidak memiliki cerita atau tokoh utama.
Tidak hanya sebagai sarana upacara, tarian ini juga melambangkan nilai kepahlawanan. Hal ini dapat dilihat dari gerakan dan formasinya yang berbaris—seperti namanya—seakan sedang melakukan upacara.
Gerakan berbaris ini seirama dengan lantunan musik dari Gong Gede atau gamelan sejenis yang digunakan sebagai musik pengiring. Perpaduan gerak dan lantunan musik menciptakan kesan seakan para dewa memang sedang ikut menari.
2. Tari Kecak
Tari Kecak adalah sebuah drama tari yang sangat terkenal. Sebagian besar orang mungkin akan menjawab Tari Kecak bila diminta untuk menyebutkan nama tarian khas Bali.
Awalnya, Tari Kecak adalah bagian dari Tari Sanghyang. Namun, sekitar tahun 1930, tarian ini dibuat sebagai sebuah pertunjukan sendiri dengan Ramayana sebagai lakonnya.
Jumlah penari dan suara-suara yang dihasilkan dalam tarian ini memang tidak mudah untuk dilupakan. Bayangkan, sebanyak 50 hingga 60 laki-laki menggerakkan tangan ke atas sambil mengeluarkan suara "cak, cak, cak..." secara bersamaan dan terus menerus dilakukan.
Alih-alih membuat situasi menjadi kacau, gerakan dan teriakan ini justru menghasilkan irama yang harmonis. Sebagian orang pun beranggapan bahwa harmonisasi ini seakan menghipnotis mereka.
Tidak berhenti sampai di situ, lampu minyak (panyembeyan) yang disusun membentuk candi pun turut serta membuat wisatawan terus berdecak kagum.
3. Tari Topeng Sidakarya
Topeng Sidakarya merupakan tarian penyempurna ritual keagamaan. Tarian ini menandakan selesainya sebuah upacara keagamaan. Meskipun menjadi bagian dari ritual sakral, tarian ini mampu menarik perhatian setiap orang yang melihat.
Tarian yang dibawakan oleh seorang laki-laki dengan topeng berwarna putih, bermata sipit, gigi tonggos, rambut panjang sebahu, dan memakai kerudung ini memiliki sejarah terkait dengan Pura Besakih, seorang Brahmana dari Keling dan Raja Gelgel atau Klungkung.
Singkat cerita, Brahmana Keling yang datang untuk menemui Raja Klungkung ini diusir dari istana karena dikira sebagai seorang pengemis yang mengaku sebagai saudara raja. Pakaian compang-camping yang dikenakan oleh Brahmana Keling ini ‘membutakan’ mata masyarakat dan raja.
Saat diusir, Brahmana Keling mengucapkan kutukan bahwa upacara yang sedang dilaksanakan di Pura Besakih saat itu tidak akan berjalan baik, bumi kekeringan, rakyat terserang penyakit, dan hama akan datang menyerang.
Kutukan itu pun terjadi di Pulau Bali, terutama di sekitar istana Gelgel.
Singkat cerita, raja tahu bahwa ‘pengemis’ yang pernah mereka usir adalah saudaranya sendiri. Raja pun segera mengirimkan pasukan untuk mencari dan menjemput sang Brahmana.
Brahmana Keling akhirnya setuju untuk menghilangkan kutukannya dan mengembalikan Bali seperti sedia kala. Bali pun kembali pulih.
Upacara keagamaan dapat diselesaikan dengan baik dan berhasil (sidakarya). Hal ini pun membuat raja memutuskan bahwa setiap umat Hindu yang melaksanakan upacara suci wajib mementaskan tari Topeng Sidakarya.
Beberapa gerakan dalam tarian ini mengajarkan etika kepada manusia. Gerakan menutup mulut topeng yang bergigi tonggos menandakan bahwa kita harus menahan keburukan. Gerakan menabur beras di akhir tarian juga melambangkan perilaku berbagi rezeki kepada sesama.
4. Tari Barong
Tari Barong merupakan salah satu tarian adat peninggalan budaya Pra Hindu yang terimplementasi pada sebuah ‘boneka’ berwujud binatang berkaki empat yang mengandung kekuatan magis dengan bahan baku kayu yang diambil dari tempat-tempat angker seperti kuburan.
Masyarakat Bali pun percaya bahwa Barong adalah makhluk kaki tangan Ratu Gede Mecaling, penguasa alam gaib di laut selatan Bali. Untuk mengusir makhluk ini, masyarakat membuat patung yang menyerupai Ratu Gede Mecaling dan mengaraknya keliling desa.
Tari Barong sendiri memiliki banyak jenis, yakni Barong Ket, Barong Bangkal, Barong Gajah, Barong Asu, Barong Brutuk, dll. Walaupun ada banyak jenis Barong, Barong Ket adalah jenis yang paling sering ditampilkan.
Dalam sebuah pementasan, tarian ini dikemas menjadi sebuah drama atau cerita tradisional yang menceritakan pertarungan abadi antara kebaikan dan kejahatan. Walaupun terkesan seram, dalam pementasannya, tari Barong sering disematkan unsur humor.
Serupa dengan kebanyakan tarian di Bali, tari Barong juga diiringi oleh gamelan khas Bali yang membuat pementasan semakin hidup.
5. Tari Pendet
Tari Pendet adalah tarian penyambutan atau tarian selamat datang yang dilakukan secara kelompok maupun perseorangan.
Awalnya, tarian ini digunakan sebagai tari pemujaan atas turunnya dewa ke dunia yang ditampilkan di berbagai pura di Bali. Tarian ini biasanya ditampilkan setelah tari Rejang di halaman pura.
Dengan mengenakan pakaian upacara, para penari membawa beberapa perlengkapan: sajen, kendi, sangku—tempat air dari tembaga untuk mencuci tangan—dan cawan sebagai pelengkap gerakan dinamisnya sembari menghadap ke arah suci pura. (*)