Faktanya Anggaran Turun, Kinerja Sektor Pertanian Melesat Naik
Menanggapi pertanyaan beberapa kalangan terkait makin menurunnya anggaran pembangunan sektor pertanian, Sekretaris Jenderal Kementan Momon Rusmono men
Editor: Content Writer
Menanggapi pertanyaan beberapa kalangan terkait makin menurunnya anggaran pembangunan sektor pertanian, Sekretaris Jenderal Kementan Momon Rusmono menyatakan tidak ada yang perlu dikawatirkan. Kementan selama 5 tahun terakhir telah bekerja sangat keras untuk terus meningkatkan produksi dan mencukupi ketersediaan pangan.
"Bapak Menteri Pertanian sebagai policy maker secara cerdas dan berani telah menetapkan 80 persen anggaran Kementan fokus untuk kesejahteraan petani. Alokasi anggaran untuk pembangunan pertanian diperkuat luar biasa," kata Momon. Melalui berbagai program unggulan khususnya dalam penyediaan benih unggul, alat mesin pertanian, pupuk dan ketersediaan irigasi menjadi fokusnya. Bappenas secara khusus juga telah memberikan apresiasi belanja barang dalam program Kementan, dinilai memacu pertumbuhan ekonomi di daerah.
Momon menjelaskan Anggaran Kementan memang terus turun dari tahun ke tahun. Pada 2015 adalah yang tettinggi yaitu Rp 32.72 triliun. Kemudian pada 2016 turun jadi Rp 27.72 triliun, Rp 24.23 triliun (tahun 2017), Rp 23. 90 triliun (tahun 2018) dan Rp 21.71 triliun (tahun 2019), dan yang terbaru untuk 2020 ditetapkan sebesar Rp 21,05 triliun.
"Kementan tidak terlalu risau terkait ini. Menilik capaian kinerja Kementan selama 5 tahun, faktanya penurunan anggaran bukan menurunkan kinerja. Namun indikator kinerja makro Kementan selama 2014-2018 malah terus meningkat," jelas Momon bangga. Menurutnya data BPS, BPKPM dan Bappenas menjadi sinyal positif fakta capaian Kementan.
Pertama, Indikator Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Pertanian dahulu pada akhir tahun 2014 hanya mencapai Rp880,40 triliun, namun kemudian meningkat secara signifikan setiap tahunnya, yaitu mencapaiRp 906,80 triliun (2015), Rp 936,40 trilliun (2016), Rp 969,80 triliun (2017), dan kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2018 yang mencapai Rp1.005,40 triliun.
Kedua, nilai Investasi Pertanian Indonesia turut pula meningkat dan menggambarkan sektor pertanian makin menjanjikan. Pada akhir tahun 2014 nilai investasinya hanya sebesar Rp 44,80 T, kemudian berturut turut pada tahun berikutnya sebesar Rp 43,10 T (2015), Rp 45,40 T (2016), Rp 45,90 T (2017)dan Rp 61,60 T pada 2018. Capaian ini akibat deregulasi atau kemudahan usaha bagi para investor, khususnya di sektor pertanian dalam empat tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, serta terobosan percepatan investasi dan pendampingan kepada calon-calon investor yang ingin berinvestasi di sektor pertanian.
Ketiga, volume ekspor komoditas pertanian juga naik luar biasa. Ekspor komoditas pertanian di tahun 2018 tercatat BPS volumenya sebesar 42,5 juta ton, naik pesat dibandingkan pada awal pemerintahan yang hanya mencapai 36 juta ton (pada 2014), kemudian naik menjadi 40,4 juta ton (2015), 35,5 juta ton(2016), dan 41,30 juta ton (2017).
Keempat, terjadi peningkatan angka Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Usaha Petani (NTUP). Pada tahun 2014, BPS mencatat NTP sebesar 102.03 dan NTUP 106.05, dan pada akhir tahun 2018 tercatat NTP 102.25 dan NTUP 111.77.
"Data ini menunjukkan kesejahteraan petani dari tahun ke tahun makin baik. Daya beli petani meningkat dan mereka mulai dapat menikmati hasil dari pertaniannya," imbuh Momon. Angka kemiskinan di pedesaan menurun drastis hingga 13.2 persen, dan inflasi menurun terendah sepanjang sejarah. ditopang dengan membaiknya pengelolaan sektor pertanian.
Selanjutnya, kinerja produksi komoditas strategis pun mencatat rekor baru dalam pencapaian kinerjanya. Pemilihan kebijakan yang tepat serta fokus pada program pengoptimalan kinerja pembangunan pertanian. Selain kinerja indikator makro, kinerja produksi komoditas strategis pertanian juga menjadi bukti keberhasilan yang telah dicapai.
Capaian produksi komoditas strategis seperti contohnya padi meningkat tiap tahunnya masing-masing mencapai 70,80 juta ton pada pada tahun 2014, 75,39 juta ton pada tahun 2015, 79,35 pada tahun 2016, 81,15 pada tahun 2017 dan 83,03 pada tahun 2018. Kenaikan produksi juga terjadi pada komoditas Jagung, Kedelai, Cabai, Bawang Merah, Daging Sapi/kerbau, Tebu, Kopi dan Kelapa Sawit. Bahkan jagung dari sebelumnya impor sebesar 3.6 juta ton per tahun, kini sudah bisa ekspor rutin ke beberapa negara. Begitu pula cabai dan bawang merah. Kementan berhasil membalik stigma negara importir pangan, menjadi eksportir bahan pangan.
Program Kunci Keberhasilan
Sekjen Kementan menegaskan, beberapa program unggulan dan efisien didorong sebagai solusi permanen, seperti halnya untuk kecukupan lahan pertanian program strategis SERASI (Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani), kemudian Program BEKERJA (Bedah Kemiskinan Rakyat Sejahtera) serta Penerapan inovasi perbenihan dan mekanisasi menuju pertanian modern. Dan yang tak kalah penting kami juga menderegulasi aturan rumit menjadi mudah.
Pemerintah juga terus mengeluarkan kebijakan dan program terobosan untuk mendongkrak nilai ekspor dan membuka akses pasar luar negeri. Beberapa diantaranya melakukan perundingan kesepakatan persyaratan kesehatan untuk pengeluaran susu ke Fiji, serta menyusun Informasi Teknis komoditas ekspor nenas segar dan pisang ke berbagai negara seperti China, Taiwan, Ukraina dan Papua New Guenea.
"Kementan terus berupaya sekuat tenaga dan sepenuh hati mengabdi pada petani, untuk cita petani sejahtera, sehingga anggaran bukan kendala besar bagi Kementan untuk terus meningkatkan kinerja produksi," tutup Momon.(*)