Cerita Hidup nan Inspiratif dari 3 Perempuan Milenial Staf Khusus Pilihan Presiden Jokowi
Presiden Jokowi mengumumkan 7 staf khusus dari kalangan milenial, ketiga diantaranya adalah Putri Tanjung, Angkie Yudistia, dan Ayu Kartika Dewi
Penulis: Inza Maliana
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan 12 orang staf khusus Presiden di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (21/11/2019) petang.
Ada tujuh staf khusus yang dipilih Presiden Jokowi berasal dari kalangan milenial.
Mereka adalah Adamas Belva Devara, Putri Indahsari Tanjung, Andi Taufan Gauda Putra, Ayu Kartika Dewi, Gracia Billy Mambrasar, Angkie Yudistia, dan Aminuddin Maruf.
Tiga di antara staf khusus milenial tersebut adalah sosok perempuan berprestasi di Indonesia.
Sebut saja Putri Indahsari Tanjung atau yang biasa dikenal Putri Tanjung.
Ia sudah menjadi CEO sejak usia 15 tahun.
Meski namanya selalu dikaitkan dengan sang ayah, yakni Chairul Tanjung, tapi Putri membangun bisnis berkat usahanya sendiri.
Nama kedua yang muncul adalah Ayu Kartika Dewi.
Ia adalah sosok perempuan yang berkecimpung dalam bidang pendidikan perdamaian.
Nama berikutnya adalah Angkie Yudistia yang merupakan penyandang disabilitas tunarungu.
Meski memiliki kekurangan, kiprahnya dalam memajukan Indonesia yang ramah disabilitas patut diacungi jempol.
Berikut profil dan cerita hidup ketiga srikandi milenial pilihan Presiden Jokowi:
1. Putri Tanjung
Putri Tanjung akan mewakili generasi milenial yang akan membantu tugas-tugas presiden.
Meski namanya sudah tak asing lagi, ternyata hidup dari Putri Tanjung tidak seindah yang dibayangkan.
Pasalnya, Putri selalu menjadi bayang-bayang dari ayahnya, Chairul Tanjung, pemilik perusahaan besar CT Corp.
Putri Tanjung menceritakan tekanan yang dialaminya saat masih kecil dalam Vlog Rans Entertainment, 5 Februari 2019.
Meski mengalami tekanan, Putri Tanjung mengaku sangat dekat dengan orang tuanya.
"Sosok gue waktu kecil, gue tuh deket banget sama orang tua gue sih," ucapnya.
"Tapi gue tuh selalu dapet pressure (tekanan) yang gila banget karena semua orang tuh pasti kalau gue ngapa-ngapain pasti diembel-embelin sama bokap gue gitu loh," jelasnya saat ditanya Rafi Ahmad.
Putri mengatakan, banyak hal yang diraihnya selalu dikaitkan dengan ayahnya.
"Jadi kalau misalnya gue sukses ngelakuin sesuatu atau apa, pasti oh ini gara-gara bokapnya," ujarnya.
Putri juga mendapatkan tekanan dari orang-orang sekitarnya yang menganggapnya tidak boleh gagal.
"Terus kalau misalnya gue gagal ngelakuin sesuatu, gak bisa lah lu nggak mungkin gagal kan lu anaknya Chairul Tanjung, lo nggak boleh gagal," ujar Putri Tanjung.
Namun, tekanan tersebut justru dijadikan Putri Tanjung sebagai dorongan untuk berkarya.
"Dan gue udah merasakan pressure itu dari kecil banget."
"Jadi mau nggak mau, itu salah satu dorongan gue sih, kenapa gue akhirnya berkarya," ujar Putri Tanjung.
Meski selalu mendapatkan tekanan, Putri Tanjung tak lantas berdiam diri.
Putri menunjukakan, anak konglomerat seperti dirinya, bisa sukses berkat kerja kerasnya sendiri.
Perempuan kelahiran 22 September 1996 ini bahkan sudah menjadi pengusaha muda di usia 15 tahun.
Ia mendirikan sebuah event organizer yang diberi nama CreativePreneur Event.
Diketahui dari laman Instagram pribadinya, Putri sudah menamatkan pendidikannya di Academy of Art, San Fransisco.
2. Angkie Yudistia
Angkie Yudistia bisa dikatakan satu dari tujuh Staf Khusus Presiden yang menarik ditelusuri sosoknya.
Ia adalah penyandang tuna rungu dan satu-satunya staf khusus presiden yang mendapatkan tugas secara spesifik dari Presiden.
Wanita berusia 32 tahun itu diminta Jokowi menjadi juru bicara Presiden bidang sosial.
Pendiri Thisable Enterprise itu, terlihat sangat ceria dan percaya diri sejak diperkenalkan Jokowi sebagai staf khusus presiden bersama enam orang lainnya di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (21/11/2019).
Ia mengaku sangat bangga diberikan kepercayaan sebagai staf khusus presiden dan berdiri sejajar dengan staf khusus lainnya yang memiliki panca indra sempurna.
"Saya berdiri di sini menyuarakan 21 juta jiwa disabilitas di seluruh Indonesia dan turut bangga saya berdiri mewakili disabilitas entrepreneurship," ujarnya.
Menurutnya, Thisable Enterprise yang telah dibangun dirinya selama delapan tahun untuk memperjuangkan penyandang disabilitas, tidak dipandang sebelah mata.
"Sudah waktunya disabilitas bukan kelompok minoritas, tetapi kami dianggap setara, membentuk lingkungan inklusi melalui staf khusus presiden," tuturnya.
Sejak berumur 10 tahun, Angkie Yudistia kehilangan pendengarannya.
Keterbatasan fisik tak menghalangi Angkie untuk menembus batas kemampuannya dalam menggapai impiannya.
Angkie merupakan perempuan disabilitas berpengaruh di Indonesia.
Rekam jejak perempuan kelahiran Medan, 5 Juni 1987 sudah tidak diragukan lagi.
Dikutip dari Kompas.com, pada 2008 Angkie menjadi finalis Abang None Jakarta.
Di tahun yang sama ia juga dinobatkan sebagai "The Most Fearless Female Cosmopolitan 2008."
Angkie merupakan lulusan dari The London School of Public Relations.
Pada 2010, Angkie pernah bekerja sebagai Marketing Komunikasi selama satu tahun di IMB Indonesia.
Setelah itu, ia bekerja di PT Geo Link Nusatara sekira satu tahun sebagai Corporate Public Relation.
Sebagai bentuk kepeduliannya terhadap penyandang disabilitas, akhirnya pada 2011, Angkie mendirikan Thisable Enterprise yakni pusat pemberdayaan ekonomi kreatif bagi disabilitas di Indonesia.
Angkie yang juga CEO Thisable Enterprise ini juga sudah menjalin kerjasama dengan PT Gojek Indonesia.
Langkah ini diambil untuk dapat memperkerjakan orang-orang difabel melalui Go-Auto hingga Go-Glam.
3. Ayu Kartika Dewi
Perjalanan panjang Ayu Kartika Dewi dalam mengampanyekan nilai toleransi dan keberagaman mengantarkannya menduduki posisi staf khusus Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Jebolan Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga ini memiliki semangat dan komitmen tinggi dalam menggelorakan nilai toleransi dan keberagaman di penjuru Nusantara.
Komitmen tersebut mulai terbangun pada saat Ayu mengawali pengabdiannya bersama lembaga Indonesia Mengajar.
Lembaga nirlaba ini fokus mencetak dan mengirimkan kawula muda sebagai pengajar SD di daerah-daerah terpencil.
Dilansir melalui Kompas.com, pada 2010, Ayu mendapatkan tugas untuk mengajar di SD yang berada di Desa Papaloang, Halmahera Selatan, Maluku Utara.
Kehadiran Ayu di Desa Papaloang ternyata membawanya bersentuhan dengan bayang-bayang permasalahan sosial yang terjadi di lingkungan setempat.
Satu anak didiknya masih mengalami traumatik dengan kerusuhan antar-dua kelompok agama yang terjadi di Ambon pada 1999.
Padahal, saat Ayu melawat ke Maluku, keadaan sudah damai dan dua kelompok yang terlibat konflik sudah berikrar damai.
Namun, ketakutan akan akan bayang-bayang masa kelam itu justru masih membuntuti anak didiknya.
Adegan akan ketakutan muridnya ini justru menjadi pelecut.
Ia menyadari, keberagaman di Indonesia merupakan kekayaan tersendiri.
Tak ayal, Ayu pun semakin perhatian tehadap isu toleransi dan keberagaman.
Ia pun mencetuskan Program Seribu Anak Bangsa Merantau untuk Kembali (SabangMerauke).
Program ini merupakan upaya Ayu menggelorakan nilai keberagaman, toleransi, hingga cakrawala ilmu pengetahuan antar-pelajar di Indonesia.
(Tribunnews.com/Inza Maliana/Anita K Wardhani)(Kompas.com/Achmad Nasrudin Yahya)