KKP Berhasil Kembangkan Teknologi Budidaya Lobster
KKP melalui Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) telah berhasil membudidayakan lobster.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) telah berhasil membudidayakan lobster. Hal ini sejalan dengan implementasi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 17 Tahun 2021.
“Ini berita gembira, Unit Pelaksana Teknis DJPB BPBAP Situbondo sudah berhasil menemukan teknologi budidaya lobster,” ungkap Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Tb Haeru Rahayu.
Lebih jauh Tb Haeru Rahayu mengungkapkan, upaya ini merupakan instruksi dari Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono yang sangat berkomitmen mengembangkan budidaya lobster nasional. KKP selalu siap support untuk pengembangannya seperti akses sarana dan prasarana, pendampingan teknologi dan lainnya. Melalui teknologi BPBAP Situbondo sudah berhasil membudidayakan lobster.
“Untuk budidaya lobster, kami di KKP mendukung penuh baik regulasinya, pendampingan dan hal lain yang dibutuhkan untuk peningkatan produktivitas lobster. Karena kita ingin, Indonesia sebagai produsen lobster dunia,” ujar Dirjen yang biasa disapa Tebe.
Adapun, sambungnya lagi, adanya kebijakan menghentikan ekspor Benih Bening Lobster (BBL) dan menggenjot industri budidaya sangat tepat. Dari sisi ekonomi, penghentian eksportasi BBL, salah satunya ke Vietnam akan menurunkan produksi budidaya lobster Vietnam dan memberikan peluang bagi Indonesia untuk merebut pangsa pasar yang ada.
“Indonesia punya potensi jadi produsen dunia untuk lobster, karena kita memiliki sumber BBL di Indonesia yang sangat besar. Inilah kesempatan dan potensi kita untuk dapat membudidayakannya dan merajai pasar lobster dunia. Dan untuk bisa merealisasikan itu semua tidak lain dengan budidaya,” sambung Tebe.
“Pasalnya, hasil penelitian menunjukkan tingkat sintasan atau kelulushidupan lobster di alam hanya 0,01%. Sangat berharga sekali jika 1 ekor benih bisa menjadi lobster dewasa yang dapat dikonsumsi. Oleh karena itu dilakukanlah upaya budidaya, dimana dengan melakukan budidaya lobster diharapkan dapat menjaga keberlanjutan dan ketersediaan lobster di alam," imbuh Tebe.
Untuk itu, KKP memastikan kemudahan bagi masyarakat dalam menjalankan kegiatan budidaya lobster di Indonesia, sesuai dengan Permen KP Nomor 17 Tahun 2021 yang belum lama ini terbit. Kemudahan tersebut untuk mendorong berkembangnya budidaya lobster dalam negeri yang bertujuan pada pertumbuhan ekonomi masyarakat dan peningkatan devisa negara melalui ekspor.
“Besarnya keuntungan yang didapat pembudidaya membuat kita semakin optimis sektor ini dapat berkembang pesat. Apalagi Indonesia memiliki BBL yang melimpah sebagai modal utama dilakukannya budidaya, sumber daya manusia yang sudah terbukti mampu menjalankan budidaya serta perairan yang cocok untuk budidaya,” jelas Tebe
Ditambah lagi, masih menurut Tb Haeru Rahayu, dirinya telah melihat langsung Perekayasa dan Litkayasa di BPBAP Situbondo sudah berhasil budidaya lobster dari BBL hingga 30 gram atau tahap pendederan, segmen 1 dan segmen 2 yang tergolong tahapan masih kritis. Dan juga berhasil pada tahap pembesaran, segmen 3 dan segmen 4 hingga ukuran konsumsi.
Masih di BPBAP Situbondo, pada tahap pendederan segmen 1 dari BBL hingga saat ini 1,5 bulan dipelihara di tambak, tingkat kelangsungan hidupnya masih di kisaran 70% dan bahkan tahap pembesaran di segmen 3 dan 4 yang dipelihara di tambak hingga saat ini tingkat kelangsungan hidupnya masih sangat optimal yaitu diangka 100%.
“Ini sangat membahagiakan kami, dengan semangat budidaya lobster dan harapannya semua teknologi ini dapat diaplikasikan ke masyarakat pembudidaya. Atas capaian ini patut kita apresiasi, ini tentunya kerja keras Pemerintah untuk bisa menjadi prime mover, menjadi jembatan untuk peningkatan budidaya lobster. Kami percaya Indonesia mampu dan tidak kalah dengan negara tetangga kita yang sudah lebih dulu leading, dengan kerja keras kita semua,” tuturnya.
Untuk itu, ia ingin menyadarkan masyarakat bahwa nilai ekspor lobster konsumsi akan jauh menguntungkan daripada ekspor benih. Apalagi budidaya lobster adalah village based industry artinya sesuai dengan karakteristik usaha dan kemampuan teknis masyarakat pesisir, sehingga dapat menciptakan lapangan kerja yang besar.
Sesuai Permen KP Nomor 17 Tahun 2021, segmentasi usaha budidaya lobster di Indonesia terbagi dalam dua segmentasi usaha meliputi pendederan dan pembesaran. Segmentasi tersebut lalu terbagi dalam empat kategori yakni pendederan I, dimana proses budidayanya dimulai dari BBL hingga ukuran 5 gram. Kemudian pendederan II, diatas 5 gram sampai dengan 30 gram. Pembesaran I, diatas 30 gram sampai dengan 150 gram dan Pembesaran II, diatas 150 gram.
“Disini kami ingin mengajak seluruh stakeholder dan lapisan masyarakat agar ayo mulai budidaya dan bangun industri lobster. Bahkan kami juga mengajak pihak asuransi untuk bekerjasama sebagai dukungan jaminan usaha bagi para pembudidaya lobster di Indonesia. Selain itu Pinjaman modal juga akan diberikan melalui BLU LPMUKP yang ada dibawah naungan KKP,” paparnya.
Sementara itu, Koordinator Budidaya Lobster BPBAP Situbondo, Siti Subaidah yang biasa dipanggil Ibet megemukakan bahwa teknologi yang dilakukan di BPBAP Situbondo yakni ada 2 metode yaitu dengan menggunakan keramba jaring apung (KJA) dan petak tambak berlapiskan semen (concrete pond) seluas 1.000 m2 di unit pecaron BPBAP Situbondo.
Pada budidaya lobster di tambak, segmen 1 pendederan yang ditempatkan tenggelam dan terapung. Dimensi untuk terapung berbentuk persegi yaitu panjang 1 meter, lebar 1 meter dan kedalaman 50 cm, diisi BBL 200 ekor. Sementara yang di dasar tambak berbentuk bulat dengan diameter 1 meter dan ketinggian 50 cm diisi BBL sebanyak 150 ekor.
Sementara itu, untuk segmen 2 pendederan dengan dimensi wadah panjang 2 m, lebar 2 m dan kedalaman 60 cm, diisi benih ukuran 5 gram sebanyak 250 ekor, sementara dimensi di dasar yang berbentuk bulat yaitu diameter 120 cm dengan ketinggian 60 cm, diisi benih lobster sebanyak 90 ekor.
Sedangkan, segmen 3, dengan dimensi wadah panjang 2 m, lebar 2 m dan kedalaman 60 cm, diisi lobster 30 gram sebanyak 100 ekor. Sementara yang bentuk bulat dengan diameter 120 cm dan ketinggian 60 cm, diisi lobster 35 ekor.
Dan pada segmen 4, dimensi di dasar yang berbentuk bulat dengan diameter 2 meter dengan ketinggian 60 cm, diisi lobster ukuran 150 gram sebanyak 50 ekor, sementara yang diletakkan terapung dengan dimensi panjang 3 meter, lebar 3 meter dan kedalaman 1,5 meter, diisi 180 ekor.
Ibet menjelaskan, untuk menjaga keberlangsungan dari budidaya lobster di tambak, dilakukan pengelolaan kualitas air yaitu penggantian air, siphon serta menggunakan aplikasi kapur, mineral dan probiotik (jika diperlukan). Sedangkan keuntungan dari budidaya lobster di tambak, dapat dikendalikannya parameter kualitas air seperti oksigen, pH, suhu, total bahan organik maupun total bakteri. Ditambah penggunaan kincir untuk menjaga kandungan oksigen diatas 4 ppm.
Hingga saat ini telah berhasil pada pembesaran segmen 3 dan 4 dimana tingkat kelangsungan hidup bisa mencapai 100% pada budidaya lobster di tambak. Karena dengan budidaya lobster di tambak, juga bisa mengontrol lobster yang moulting.
Sementara untuk pengelolaan pakan pada segmen 1 diberikan pakan segar berupa pakan kerang dan pakan rucah sebesar 30% total biomassa, frekuensi 2 kali sehari. Segmen 2 berupa pakan segar 25% total biomassa dengan frekuensi 2 kali sehari, segmen 3 berupa pakan segar 20% total biomassa dengan frekuensi 2 kali sehari dan untuk segmen 4 berupa pakan segar sebesar 15% total biomassa dengan frekuensi 2 kali sehari.
“Sementara kegiatan budidaya lobster pada segmen 1 dan 2 yang dilakukan di KJA dengan dimensi persegi, selain diberikan pakan segar dan kekerangan juga dengan ditumbuhkan red algae yang berfungsi untuk menumbuhkan micro crustacea dan juga berfungsi sebagai shelter bagi lobster yang sedang moulting untuk bersembunyi,” jelas Ibet
Menurutnya, kegiatan budidaya lobster sangat menguntungkan kalau dilakukan dari BBL, khususnya yang lokasi budidaya merupakan sumber BBL seperti di Banyuwangi. Dengan demikian tingkat ekonomi pembudidaya meningkat tanpa melanggar aturan.
“Iya, Balai kami telah berhasil menemukan teknologi budidaya lobster dan kami akan berbagi kepada masyarakat yang mau melakukan dan terjun untuk budidaya lobster. Dengan begitu harapan kami nantinya kita bisa bersaing dengan Vietnam. Bahkan Indonesia harus bisa mengalahkannya dan pasti mampu bersaing dengan Vietnam dengan potensi yang kaya di Indonesia. Dengan begitu kita akan menjadi produsen lobster dunia,” tukas Ibet. (*)