Jalin Kerja Sama Strategis, Indonesia-Norwegia Luncurkan RBC-4 untuk Aksi Iklim
Sebagai wujud dukungan terhadap pengurangan emisi, Indonesia dan Kerajaan Norwegia melakukan peluncuran tahap keempat RBC-4.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Sebagai wujud dukungan terhadap pengurangan emisi akibat deforestasi dan degradasi hutan (REDD+), Republik Indonesia dan Kerajaan Norwegia melakukan peluncuran tahap keempat Result-Based Contribution ke-4 (RBC-4).
Peluncuran hasil kerja sama strategis ini diresmikan oleh Utusan Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim dan Energi Hashim Djojohadikusumo, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, dan Duta Besar Norwegia untuk Indonesia Rut Kruger Giverin saat kegiatan sosialisasi hasil COP29 UNFCCC di Jakarta (10/12/2024).
“Acara hari ini adalah untuk meluncurkan Kontribusi Pengurangan Emisi tahap 4 sebagai kelanjutan dari kemitraan yang baik antara Indonesia dan Norwegia dalam kerangka kerja sama FOLU Net Sink 2030,” jelas Menteri Hanif.
“Hal ini menandai komitmen yang kuat untuk kerja sama yang baik, kolaborasi, dan tindakan kolektif dalam menghadapi tantangan lingkungan global yang akan datang,” lanjutnya.
Dalam RBC-4, Indonesia memperoleh pembayaran sebesar USD 60 juta atas capaian pengurangan emisi gas rumah kaca pada tahun 2019–2020.
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia telah menerima tiga kali pembayaran pendanaan. Pembayaran pertama sebesar USD 56 juta diberikan untuk pengurangan emisi tahun 2016–2017 sebesar 11,2 juta ton CO₂e.
Sementara itu, pembayaran kedua dan ketiga sebesar USD 100 juta diberikan secara bersamaan untuk pengurangan emisi tahun 2017–2019 sebesar 20 juta ton CO₂e.
Menteri Kehutanan Raja Juli menyampaikan, dana yang diterima Indonesia telah didistribusikan, khususnya dalam mempertahankan target FOLU Net Sink 2030 Indonesia agar tetap pada jalurnya.
“Dana Result-Based Contribution sebesar USD 156 juta telah didistribusikan untuk mendukung kegiatan FOLU Net Sink 2030, yang mencakup pengelolaan hutan lestari, penyerapan karbon, konservasi keanekaragaman hayati, dan penegakan hukum,” terang Menteri Raja Juli.
Baca juga: Tak Hanya Andalkan Kayu, KLHK Diminta Optimalkan Produk Turunan Keanekaragaman Hayati Kawasan Hutan
Dalam kesempatan ini, Dubes Rut Kruger turut mengungkapkan bahwa Norwegia sangat bangga atas kemitraan dengan Indonesia. Ia juga menyatakan Indonesia memimpin dengan memberikan contoh, bagaimana negara ini mampu mengurangi emisi dari deforestasi. Hal ini adalah sesuatu yang harus diakui di tingkat global.
Menurutnya, alasan Norwegia menjalankan kemitraan ini adalah karena perubahan iklim merupakan tantangan global. Indonesia dinilai telah melakukan pekerjaan yang sangat mengesankan dan tidak hanya memberi arti penting bagi Indonesia, tapi juga di tingkat global.
“Saya pikir Norwegia dan Indonesia kini menunjukkan contoh yang sangat baik tentang bagaimana negara-negara barat dan negara-negara dengan banyak hutan hujan dapat bekerja sama untuk mengatasi tantangan iklim. Maka itu, saya rasa sekali lagi kami sangat senang bisa bekerja sama dengan Indonesia dan kami sangat menantikan untuk melanjutkan kerja sama kami,” katanya.
Sebagai informasi, pembahasan RBC telah dilakukan sejak tahun 2022 saat Menteri LHK pada waktu itu, Siti Nurbaya berkomunikasi secara intensif dengan pihak pemerintah kerajaan Norwegia antara lain melalui Duta Besar Norwegia untuk Indonesia dan Timor Leste, Rut Kruger Giverin dan Menteri Iklim dan Lingkungan Norwegia, Andreas Bjelland Eriksen.
Indonesia dan Norwegia kemudian menyepakati kemitraan baru pada tanggal 12 September 2022 di Jakarta, yang diimplementasikan dalam bentuk Memorandum of Understanding (MoU) untuk mendukung upaya Indonesia mengurangi emisi GRK dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya.
MoU ini akan memperkuat upaya Indonesia dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Adapun ruang lingkup kerja sama dalam MoU ini meliputi:
- Pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan dengan melindungi dan mengelola hutan dengan partisipasi masyarakat, termasuk masyarakat adat;
- Peningkatan kapasitas untuk memperkuat penyerapan karbon hutan alam melalui pengelolaan hutan lestari, rehabilitasi hutan dan perhutanan sosial;
- Konservasi keanekaragaman hayati;
- Pengurangan emisi gas rumah kaca dari kebakaran dan dekomposisi lahan gambut; dan
- Penguatan penegakan hukum.
Ketika membahas lebih lanjut tentang RBC-4 pada awal tahun 2024, Siti Nurbaya menekankan bahwa kemitraan Indonesia-Norwegia dibangun atas dasar kesetaraan dan didasarkan pada bukti berdasarkan fakta.
Dengan begitu, kerja sama ini juga akan memungkinkan kedua belah pihak mengambil tindakan nyata bersama untuk mencapai tujuan iklim masing-masing negara.
Baca juga: KLHK Apresiasi 20 Industri yang Berhasil Terapkan Pengurangan Sampah
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.