Bonus Demografi, Bonus Sampah! Ibas: Ayo Bersama Tingkatkan Disiplin Lingkungan Sehat dan Bersih
Ibas menyampaikan bahwa lingkungan yang kita jaga hari ini adalah warisan terbesar bagi anak cucu di masa depan
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua MPR RI dari Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) menyampaikan bahwa lingkungan yang kita jaga hari ini adalah warisan terbesar bagi anak cucu di masa depan. Sehingga bonus demography Indonesia harus dibarengi dengan pertumbuhan kesehatan lingkungan. Bonus demography berarti adanya bonus sampah (kelebihan kotoran), sehingga perlu pengelolaan sampah terpadu. Bonus demography berarti we need more energy (kita butuh lebih energi) tentu perlu penggunaan energy terbarukan, bukan berarti fosil tidak dipakai. Dan bonus demography berarti we need more food (kita butuh lebih makanan), perlunya pengembangan pertanian berkelanjutan.
Hal tersebut disampaikan Ibas ketika dalam acara FGD dengan tema “Pentingnya Kehidupan Berkelanjutan: Gaya Hidup Ramah Lingkungan untuk Masa Depan”, Kamis (12/12/24) di Ruang Rapat Partai Demokrat DPR RI.
Acara FGD ini menghadirikan sejumlah narsumber diantaranya, Prof. Arif Sumantri Ketua Umum Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (PP HAKLI); Ananda Setiyo Ivannanto President Director PT AWINA Sinergi Internasional; dan Yayu Gandis Canceria Project Manager Plastic Fischer.
“Hari ini kita bersilaturahim sekaligus bertukar ide, pikiran, dan solusi dalam forum group discussion mengenai kesehatan dan lingkungan. Dua hal utama dan penting untuk kehidupan,” kata Ibas mengawali.
“Kita ingin sehat, kita ingin lingkungan asri (aman, sehat, rindang, indah), kita ingin sehat lingkungan, setuju yaa..?!” tambahnya, yang langsung dijawab setuju oleh peserta.
Dalam kesempatan ini Ibas menyoroti beberapa isu, diantaranya perubahan iklim, bagaimana kenaian suhu global akibat emisi gas rumah kaca yang berasal dari aktivitas manusia. Kedua, kerusakan lingkungan yaitu deforestasi, polusi udara, dan air serta penurunan biodiversitas yang semakin mengancam ekosistem global. Dan ketiga adalah keterbatasan sumber daya alam “Pemakaian sumber daya alam yang berlebihan dan tidak terbarukan, serta kebutuhan akan pengelolaan yang belum bijaksana,” ungkap Ibas.
Sehingga sebagai pihak yang peduli terkait isu kesehatan lingkungan, Ibas mengajak para narasumber dan peserta yang hadir untuk mendiskusikan solusi terbaik menjawab tantangan tersebut.
Menurut Ibas solusi tersebut salah satunya perlunya pengelolaan sampah terpadu “Bonus demography berarti adanya bonus sampah (kelebihan kotoran) juga kan? Pembicaraan pentingnya mengurangi, menggunakan, dan mendaur ulang sampah serta memberikan peran masyarakat dalam mengelola limbah secara, sistematis, teratur, tepat sasaran, tepat guna harus kita pikirkan bersama. Refuse (menolak), reduce (mengurangi), recycle (mendaur ulang), reuse (memakai kembali), remanufacture (memproduksi ulang), repurpose (mengganti tujuan),” papar Ibas.
Solusi kedua yang Ibas sampaikan adalah perlunya penggunaan energi terbarukan. “Bonus demograhy berarti we need more energy (kita butuh lebih energi), EBT bisa menjadi solusi. Sehingga diskusi mengenai transisi dari energi fosil ke energi terbarukan seperti hydro, angin, listrik dan lainnya perlu untuk kita lakukan. Walaupun bukan berarti fosil tidak dipakai. Dan investasi dalam infrastruktur hijau perlu lebih dikembangkan,” lanjut Ibas.
Solusi ketiga yang dipaparkan Ibas adalah perlunya pengembangan pertanian berkelanjutan. “Bonus demography berarti we need more food ( kita butuh lebih makanan). Penting untuk kita semua memilih produk pertanian yang ramah lingkungan,” kata Ibas. Hal tersebut bisa melalui dukungan pada pertanian organik serta mengurangi konsumsi daging untuk mengurangi jejak karbon.
Diluar ketiga solusi tersebut, menurut Ibas diperlukan juga penggunaan transportasi ramah lingkungan. “Pembahasan tentang pengurangan penggunaan kendaraan pribadi dengan beralih ke transportasi umum, sepeda atau kendaraan listrik bisa menjadi alternatif solusi,” ujarnya.
Terakhir, karena bonus demography adalah para gen z, perlunya strategi untuk meningkatkan kesadaran tentang gaya hidup berkelanjuta. “Bisa melalui pendidikan, kampanye sosial, dan media sangat dibutuhkan,” katanya.
Baca juga: Bamsoet: Penegakan Hukum yang Tidak Melecehkan Rasa Keadilan
Narasumber Prof. Arif Sumantri Ketua Umum PP HAKLI pun dalam paparannya mendukung gagasan Ibas terkait perlunya pengolahan sampah terpadu dan pertumbuhan lingkungan sehat untuk menjaga bonus demografi.
“Dalam undang-undang sampah, saya berharap untuk bisa menjadi tuntunan, bukan tontonan. Mengapa? Dalam pasal 11, 12, 13 setiap kawasan pemukiman, kawasan tempat umum, kawasan tempat perkantoran harus mempunyai tempat pengumpulan, pemilahan, dan penyimpanan sampah. Kata harus itu wajib, fardu ‘ain. Bukan kifayah, iya dalam kontek resiko kesehatan. Oleh sebab itu, jangan saya sendiri, kita, kami semua di sini,” katanya.
Sejalan dengan Ibas, Yayu Gandis juga menggarisbawahi pentingnya 3R, dan menambahkan 1 lagi R yaitu Rethink (berpikir kembali).
“Pada kesempatan ini, saya mau memberi pesan sedikit untuk teman-teman, setelah kita memiliki ada reduce, reuse, recycle, kita juga ada rethink. Jadi kita harus pikirin, jangan sampai setelah acara FGD ini selesai, kita masih menggunakan single-use plastik atau kita masih menggunakan botol aqua seperti itu,”kata Yayu.
Di akhir, Ibas mengajak meningkatkan kesadaran tentang tanggung jawab bersama menjaga keberlanjutan bumi kita.
“Sebagai refleksi dan kesimpulan bersama adalah bagaimana kita dapat meningkatkan kesadaran dan disiplin masyarakat tentang tanggung jawab pribadi dan kolektif serta dalam menjaga kebersihan dan keberlanjutan bumi kita ini. Saya yakin kita semua dengan kebijakan, program dan sistem yang baik terukur, terpadu, bisa jadi bagian dari solusi,” pungkasnya. (*)