Kendalikan Kasus COVID-19 di Kantor, Perusahaan Wajib Bentuk Tim Penanganan COVID-19
Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi mewajibkan pimpinan perusahaan untuk membentuk Tim Penanganan COVID-19.
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Memutus mata rantai penularan COVID-19 memang perlu kerja bersama.
Bukan hanya pemerintah, tapi juga melibatkan seluruh elemen masyarakat.
Tak terkecuali, pihak perkantoran/perusahaan.
Dalam upaya mengendalikan kasus COVID-19 di kantor, Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi (Disnakertrans) Provinsi DKI Jakarta mewajibkan pimpinan perusahaan untuk membentuk Tim Penanganan COVID-19.
Hal ini tercantum pada Surat Keputusan Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi Provinsi DKI Jakarta Nomor 2714 Tahun 2020 tentang Protokol Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 di Perkantoran Swasta, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Tempat Kerja.
“Tim Penanganan COVID-19 yang dibentuk itu terdiri dari pimpinan perusahaan, bagian kepegawaian, petugas Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), tenaga medis pada pelayanan kesehatan kerja/poliklinik perusahaan, dan petugas keamanan/security,” ujar Kepala Disnakertrans Provinsi DKI Jakarta, Andri Yansyah, Senin (2/11/2020).
Baca juga: Cegah Klaster Perkantoran, Disnakertrans DKI Tetapkan Sanksi Tegas
Lalu, tim tersebut harus membuat rencana tata kelola kegiatan perusahaan dengan memanfaatkan teknologi informasi dalam rangka pemantauan, pengendalian, serta pencegahan COVID-19 di perusahaan.
Kemudian, melaporkan pelaksanaan rencana tersebut secara tertulis kepada Disnakertrans Provinsi DKI Jakarta.
“Tim Penanganan COVID-19 melakukan pelaporan melalui tautan bit.ly/covid19perusahaan kepada kami dalam hal ditemukan adanya pekerja yang menjadi Kontak Erat, Suspek, Probable, Konfirmasi atau Pelaku Perjalanan," imbuhnya.
Selain itu, Tim Penanganan COVID-19 juga harus membuat ceklis atau daftar pegawai terhadap kepatuhan protokol pencegahan dan pengendalian COVID-19.
Baca juga: Stop Klaster Perkantoran, Kemnaker Lakukan Tujuh Strategi Cegah Covid-19
Kemudian melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi seluruh pekerja untuk memastikan pekerja dalam kondisi tidak terjangkit COVID-19.
Serta mewajibkan tamu pengunjung untuk mengisi Form Self-Assessment.
Terdapat sejumlah pertanyaan dalam Form Self-Assessment tersebut, meliputi aktivitas yang dilakukan dalam beberapa hari ke belakang.
Di antaranya, apakah pernah keluar rumah atau ke tempat umum, pernah menggunakan transportasi umum, melakukan perjalanan ke luar kota atau ke luar negeri, pernah mengikuti kegiatan yang melibatkan banyak orang, memiliki riwayat kontak dengan pasien positif, serta pernah mengalami gejala demam, bantuk, pilek dalam 14 hari.
“Self-Assessment yang dibuat tersebut sama seperti Self-Assessment di bandara atau stasiun yang wajib diisi sebelum bepergian. Ini untuk memastikan bahwa semua yang masuk ke dalam suatu area perkantoran itu jelas siapa saja dan dari mana saja serta dalam kondisi sehat atau tidak,” katanya.
Tidak hanya itu, SK tersebut juga mewajibkan perusahaan memasang pakta integritas di area perusahaan yang mudah dibaca.
Pakta integritas tersebut berisi komitmen perusahaan dan setiap orang di dalamnya untuk mematuhi protokol pencegahan dan pengendalian COVID-19. Selain itu, juga berisi kesediaan bekerja sama dalam proses penyelidikan epidemiologi/contact tracing oleh Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, jika ditemukan kasus positif.
Seorang pegawai BUMN, Halimah Sa'adiyah, menilai bahwa laporan ceklis/daftar protokol pencegahan di perusahaan itu sangat penting untuk mengantisipasi penyebaran COVID-19.
Terutama, untuk tracing atau melacak kasus COVID-19 apabila ada yang positif di perkantoran tersebut.
"Sangat penting, karena menyangkut kesehatan banyak orang, tidak hanya kita, dan sebaiknya sifatnya wajib diisi. Mengisi laporan ceklis seperti itu kan tidak menghabiskan banyak energi, tidak sampai setengah jam," katanya.
Dalam mengisi laporan ceklis/daftar tersebut, menurut dia, perusahaan sebaiknya menekankan pentingnya kejujuran.
Karena, dalam beberapa kasus, sulitnya melakukan tracing karena ada warga yang tidak jujur.
"Ini (laporan ceklis/daftar) akan efektif kalau semuanya jujur, karena ada saja orang yang egois. Misalnya, habis bepergian ke luar kota atau ke luar negeri tapi tidak dilaporkan, atau lagi sakit tenggorokan tapi tidak mengaku," ujarnya.
Sama halnya dengan pakta integritas.
Menurutnya, hal itu untuk mengikat perusahaan agar patuh terhadap protokol pecegahan dan pengendalian COVID-19.
"Itu baik dan harus dibarengi dengan sanksi yang tegas serta pengawasan yang rutin. Karena, kalau tidak seperti itu, banyak perusahaan yang akan abai," pungkasnya. (*)