Wujudkan Kesetaraan, Pemprov DKI Buat Aturan Baru: 85 Persen Rumah Tinggal di Jakarta Bebas Pajak
Anies Baswedan membuat aturan baru soal PBB-P2 dan dengan kebijakan baru ini, kini 85 persen rumah tinggal di ibu kota bebas pajak
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan membuat aturan baru soal Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2).
Dengan kebijakan baru ini, kini 85 persen rumah tinggal di Ibu Kota bebas pajak.
Regulasi soal pajak ini tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 23 Tahun 2022 tentang Kebijakan Penetapan dan Pembayaran PBB-P2 sebagai Upaya Pemulihan Ekonomi tahun 2022.
Penerapan Pergub ini ditandai dengan pemberian e-SPPT kepada warga yang merasakan langsung manfaat aturan baru tersebut.
Penyerahan e-SPPT secara simbolis ini dilaksanakan di RPTRA Madusela, Sawah Besar, Jakarta Pusat.
“Mulai tahun ini rumah bangunan yang nilainya di bawah Rp2 miliar maka dibebaskan dari PBB,” ucapnya saat memberikan sambutan, Rabu (17/8/2022).
Pemprov DKI Jakarta mencatat, saat ini jumlah rumah tinggal di Ibu Kota mencapai 1,4 juta rumah.
Dari jumlah tersebut, mayoritas Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) berada di bawah Rp 2 miliar.
“Total di Jakarta rumah tinggal sekira 1,4 juta rumah, yang nilainya di atas Rp 2 miliar itu ada 200 ribu rumah. Kemudian, yang nilainya di bawah Rp 2 miliar itu 1,2 juta rumah,” ujarnya.
"Jadi dengan kebijakan ini, maka 85 persen warga dan bangunan di Jakarta tidak terkena PBB," sambungnya.
Bagi masyarakat yang NJOP rumahnya berada di atas Rp 2 miliar, Pemprov DKI memberikan keringanan pajak.
Setiap 60 meter persegi pertama tanah dan 36 meter persegi pertama bangunan, maka akan dibebaskan dari pajak.
Anies mengilustrasikan, bila wajib pajak memiliki tempat tinggal dengan luas tanah 200 meter persegi, maka pajak yang dihitung hanya 140 meter persegi.
Sedangkan, bila luas bangunannya 100 meter persegi, maka yang kena pajak hanya 60 meter persegi.
"Kenapa 36 meter persegi itu bebas pajak? Karena 36 meter persegi itu kebutuhan hidup manusia. Mau dia kaya, mau dia miskin, sebagai manusia dia perlu tempat untuk hidup," kata Anies.
Ketentuan 60 meter persegi pertama untuk tanah dan 36 meter persegi untuk luas bangunan ini mengacu pada aturan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat (PUPR) mengenai rumah sehat sederhana.
"Jadi walaupun nilai rumahnya di atas Rp 2 miliar, tapi negara tidak memajaki untuk kebutuhan hidup yang wajar bagi setiap keluarga. Kami ingin di Jakarta warganya merasakan keadilan sosial," tuturnya.
Anies menyebut, nilai dari pembebasan pajak ini mencapai Rp 2,7 triliun. Nilai ini merupakan nominal yang biasanya diterima Pemprov DKI sebelum kebijakan ini diterapkan.
"Dengan kebijakan ini, dana itu bertahan di masyarakat. Harapannya Rp 2,7 triliun itu dipakai untuk menggerakkan perekonomian," tuturnya.
"Sehingga lebih banyak yang bisa bekerja, lebih banyak yang bisa mendapatkan kesejahteraan lebih baik," sambungnya.
Untuk menutupi Rp 2,7 triliun yang hilang ini, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta kini tengah melakukan sensus terhadap objek pajak di Ibu Kota.
Kepala Bapenda DKI Jakarta, Lusiana Herawati mengatakan, sensus pajak dilakukan untuk pemutakhiran data.
"Dari hasil sensus ini, kami bisa update data. Misalnya, sebelumnya tanah kosong, sekarang sudah ada bangunan. Nah, bangunan ini sekarang belum kena pajak, tahun ini baru kena," ucapnya.
"Belum lagi kalau bangunannya jadi restoran atau hotel. Kami bisa ambil pajak dari sisi lain, bukan PBB-P2," sambungnya.
Ia menyebut, pihaknya kini masih terus melakukan kalkulasi terhadap program sensus pajak.
"Dengan tax expenditure ini diharapkan konsumsi masyarakat bisa bertambah. Masyarakat bisa menggunakannya untuk menggerakkan perekonomian," ucapnya.
"Otomatis omzet restoran dan hotel misalnya, itu juga bisa naik. Jadi pemasukan kami bisa dapat dari pajak restoran dan hotel," tambahnya menjelaskan.
Kebijakan yang baru diluncurkan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan ini pun mendapat apresiasi dari Florensia, warga Sawah Besar, Jakarta Pusat.
Ia mengaku sangat merasakan manfaat dari keringanan pajak yang diberikan Pemprov DKI.
"Saya berterima kasih sekali kepada Bapak Gubernur atas peraturan baru mengenai keringanan pembayaran pajak. Saat ini saya merasakan sekali keringanan ini, karena saat ini ekonomi lagi kurang baik, pandemi juga masih ada," ucapnya.
Ia pun berharap, kebijakan seperti ini bisa terus diterapkan meski masa jabatan Gubernur Anies Baswedan bakal berakhir 16 Oktober 2022 mendatang.
"Harapannya, kebijakan ini bisa berlanjut sampai seterusnya supaya keringanan pajak ini bisa terus dinikmati masyarakat," ujarnya.
"Karena kebijakan ini sangat bermanfaat buat saya dan warga Jakarta pada umumnya," sambungnya.