Agar Tugas Sebagai Ibu dan Istri Lebih Bermakna, Tak Cuma Rutinitas
Tugas sebagai ibu dan istri harusnya bukan sekadar rutinitas belaka. Begini cara agar lebih bermakna.
Penulis: Daniel Ngantung
Editor: Agung Budi Santoso
Laporan Wartawan Tribun Jakarta, Daniel Ngantung
TRIBUNNEWS.COM - Semangat emansipasi mendorong lebih banyak perempuan Indonesia menjalani peran "ganda".
Tidak hanya sebagai istri dan ibu, sebagaimana yang "dikodratkan",tetapi mereka juga melakoni peran sebagai perempuan berkarier.
Di tengah kesibukannya meniti karier, seorang ibu harus mengurusi kebutuhan rumah tangga. Mulai dari memasak hingga membantu anak mengerjakan pekerjaan rumah. Belum lagi beberes rumah.
Tidak hanya anak dan suami saja. Seringkali mengurus orang tua kandung dan mertua juga menjadi tanggungan seorang istri.
Belum lagi membagi waktu untuk urusan terduga lain atau sekedar memanjakan diri.
Saking sibuknya, rasa kewalahan pun terkadang tak terelakkan. Segala aktivitas menjadi sekedar rutinias biasa tanpa makna.
Bekerja hanya sekedar bekerja. Menjemput anak hanya sekedar kewajiban. Padahal jika dimaknai lebih, ada makna dan hikmah yang tersimpan di baliknya.
"Dari sisi psikologis ini sangat mengganggu. Perempuan malah merasa tertekan. Alhasil mereka tak memaknai perannya sendiri dan mengalami hidup yang bermakna," ujar psikolog Rosdiana Setyaningrum yang ditemui TRIBUNnews.com saat peluncuran kampanye "Rexona Do:More Women", Selasa (23/4/2013).
Hidup yang bermakna, kata Rosdiana, adalah hidup yang bermanfaat baik bagi diri sendiri maupun orang di sekitarnya untuk masa depan.
Ia memotivasi perempuan untuk kembali memaknai perannya supaya rutinitas yang dijalani dapat memberi dampak lebih.
Self image atau menghargai dan menerima diri sendiri memegang peranan penting dalam pencapain ini.
"Kita menyadari bahwa manusia memiliki kekurangan dan kelebihan tapi kita mau kok mengembangkan kelebihan untuk kebaikan bersama. Jadi kita melihat diri lebih positif," ujarnya.
Dengan demikian, perempuan akan menjalani aktivitasnya dengan totalitas sehingga memberi dampak besar bagi sesamanya. Tak peduli sesibuk apa dirinya.
"Menjemput anak di sekolah bukan sekedar rutinitas saja. Sekarang kita sadar saat menjemput anak adalah quality time bersama mereka. Kita menjadi sahabat dan membina hubungan dengan mereka. Demikian juga aktivitas lainnya," katanya mencontohkan.