TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seringkali terlihat satu keluarga berkumpul di sebuah restoran. Namun semua anggota keluarga tersebut asyik dengan gadget masing-masing, bukannya mengobrol seru.

Suasana yang seharusnya riuh oleh canda dan obrolan, ternyata sepi. Paling mereka senyum-senyum sendiri dengan mata dan jari tangan asyik di gadget masing-masing. Apakah anda termasuk seperti itu?

Menurut psikolog Anna Surti Ariani, punya kegiatan berkumpul secara rutin adalah hal yang wajib dipertahankan. Akan tetapi, tidak adanya kualitas kebersamaan di keluarga bisa menjadi awal dari kurang mengenalnya antaranggota keluarga, dan juga tanda-tanda hadirnya budaya bisu.

Budaya ini akan mengakibatkan suasana dingin yang terkadang dianggap normal meskipun sebenarnya masalah terpendam.

Padahal setiap keluarga seharusnya memiliki kebiasaan untuk bertemu dan saling bercerita yang sesuai dengan situasi dan kegemaran masing-masing anggotanya.

"Kebiasaan yang tidak semestinya dipaksakan ini membangun kedekatan emosional sehingga menjadi kebersamaan asli yang bermakna bagi ayah-ibu-anak. Sehingga berbuah suasana harmonis serta menghindari perselisihan dan kesalahpahaman antar anggota keluarga," ungkap Anna Surti saat menjadi pembicara dalam gerakan "Sariwangi 15 menit Sehari" di Restoran Kembang Goela, Selasa (4/6).

Dilandasi oleh kurangnya kualitas kebersamaan keluarga Indonesia, Sariwangi mencanangkan gerakan "Sariwangi 15 menit sehari". menurut Brand Manager Sariwangi PT Unilever Indonesia Tbk, gerakan ini untuk mengajak keluarga Indonesia untuk menjadikan kebersamaan keluarga sebagai rutinitas yang lebih bermakna.