Perlu Upaya Bersama Untuk Mendukung Gizi Keluarga
Permasalahan pemenuhan kebutuhan gizi ibu dan anak masih menjadi tantangan bagi Indonesia
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Permasalahan pemenuhan kebutuhan gizi ibu dan anak masih menjadi tantangan bagi Indonesia dan untuk mengatasinya diperlukan usaha bersama lintas sektoral, lintas disiplin ilmu serta dukungan seluruh komponen bangsa.
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari, dalam sambutan tertulisnya dalam acara Bincang Gizi Nutritalk mengatakan, peran budaya dan keluarga sangat penting dalam mencapai sukses pemenuhan gizi ibu dan anak.
"Diperlukan dukungan dari berbagai komponen bangsa agar derajat gizi dan kesehatan anak Indonesia bisa semakin baik dimasa mendatang dan persoalan malnutrisi anak bisa teratasi," Linda.
Presiden Direktur PT Sarihusada, Boris Bourdin menambahkan, sebagai perusahaan anggota Asosiasi Perusahaan Sahabat Anak Indonesia (APSAI), Sarihusada memandang penting untuk terus berkontribusi dalam upaya mendukung tumbuh kembang anak Indonesia baik melalui kerjasama penelitian, pengembangan produk serta melalui berbagai inisiatif sosial.
"Acara Nutritalk hari ini kami lakukan sebagai upaya edukasi dalam rangka memeriahkan Hari Anak Nasional 2013 melalui kerjasama dengan Kementerian PPPA," ujar Boris.
Acara Nutritalk berisi bincang-bincang seputar gizi, pola pengasuhan dan tumbuh kembang anak dan dihadiri oleh instansi pemerintah, wartawan, organisasi perempuan, penggiat gizi dan Lembaga Swadaya Masyarakat.
"Kami berharap informasi yang diperoleh dari acara Nutritalk ini bisa disebarkan kepada masyarakat untuk menambah pemahaman mereka mengenai masalah gizi," tukasnya.
Guru Besar Gizi Institute Pertanian Bogor, Prof Made Astawan menjelaskan, hasil Riskesdas 2010 mengungkapkan bahwa prevalensi gizi kurang dan gizi buruk balita di Indonesia masih cukup tinggi yaitu sebesar 17,9% sedangkan yang tergolong pendek masih sebesar 35,6%. Disisi lain ditemukan sebanyak 14,2% balita dengan berat badan lebih.
"Kedua kondisi tersebut jika tidak teratasi bisa menjadi sebuah pertanda bahwa negeri ini akan menghadapi generasi dengan masalah gizi dalam kurun waktu 20 – 25 tahun mendatang," kata Astawan.
Dr Pinky Saptandari MA, menjelaskan penyebab masalah ini bukan semata karena tingkat ketersediaan pangan di masyarakat atau keluarga yang rendah atau melimpah, akan tetapi juga karena faktor knowledge, skill, dan attitude yang tidak memadai dalam mengatur pola makan dan mengetahui kandungan gizi dalam makanan.
"Selain itu pengaruh gender, budaya keluarga dan mitos yang berkembang di masyarakat turut memberikan andil dalam menciptakan kebiasaan makan dan pemberian makan keluarga kepada anggota keluarga khususnya ibu dan anak," kata Pinky.
Menurutnya, sebagai sistem budaya, makanan bukan hanya dipandang sebagai hasil organik dengan kualitas biokimia yang secara fisiologis berfungsi untuk memepertahankan hidup, namun juga memiliki makna sosial budaya yang diakui, dianut dan dibenarkan oleh masyarakat setempat.
"Adanya kegagalan dalam memaknai hubungan antara makanan dan kesehatan menjelaskan mengapa permasalahan gizi termasuk gizi buruk masih terjadi di tempat-tempat dengan kecukupan makanan," tukas Pinky.
Padahal masa emas perkembangan anak sejak lahir hingga usia 2 tahun dan bahkan menurut ilmu gizi terkini, diketahui bahwa kualitas anak ditentukan sejak terjadinya konsepsi hingga masa balita. Kecukupan gizi ibu selama hamil hingga anak berusia dibawah 5 tahun serta pola pengasuhan yang tepat bagi setiap keluarga akan memberikan kontribusi nyata dalam mencetak generasi unggul.
Oleh karena itu perlu upaya lebih dalam mengatasi permasalahan di atas, diantaranya dengan menyebarkan infomasi tentang permasalahan gizi yang dihadapi bangsa ini, memberikan pemahaman yang benar tentang asupan gizi yang tepat bagi ibu hamil dan balita serta mengembangkan pemahaman budaya makan yang tepat bagi tumbuh kembang balita serta mengikis budaya dan mitos yang dianggap bisa mengganggu upaya perbaikan gizi masyarakat.
Beberapa mitos dan fakta mengenai makanan dan gizi merupakan salah satu faktor penghambat dalam proses pemenuhan dan perbaikan gizi keluarga. Mitos seperti ibu hamil tidak boleh makan ikan karena bayinya bisa bau amis, atau anak balita tidak boleh makan telur karena bisa bisulan merupakan contoh mitos yang salah karena telur dan ikan merupakan sumbar makanan dan gizi yang baik untuk ibu hamil dan anak balita.