Pelesiran ke Flores, Inilah Musik Khas Ndoto, Kuliner dan Ritual Khas Setempat
Pelesiran ke Flores, NTT, inilah musik ndoto, kuliner dan ritual khas setempat yang asyik liburan tak terlupakan.
Editor: Agung Budi Santoso
TRIBUNNEWS.COM - Kampung Wajo, Desa Wajo, Kecamatan Keo Tengah, Kabupaten Nagekeo, Flores, NTT menyimpan musik yang sangat unik. Kampung Wajo merupakan kampung adat yang masih mempertahankan musik Ndoto. Dalam bahasa Keo Tengah, Ndoto diartikan bambu. Musik Ndoto adalah musik bambu. Kampung Wajo sudah ditetapkan sebagai kampung wisata karena kekhasan musik Ndotonya.
Dalam festival musik tingkat Provinsi Nusa Tenggara Timur di Kupang 2013, musik Ndoto meraih juara I. Biasanya, warga enam suku di kampung tersebut memukul musik Ndoto saat ritual Bhei Uwi (Ubi Uwi) yang dilaksanakan setiap tahun. Ritual Bhei Uwi dipersiapkan selama satu tahun. Enam suku yang menghuni Kampung Wajo yang terletak di daerah perbukitan adalah Suku Embulau, Embumani, Kotomena, Kotoradhe, Jemu Dhedhe Wawo dan Jemu Dhedhe Wena.
Ubi dililit daun pandan oleh anggota suku di Kampung Wajo, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur.
Dalam ritual Bhei Uwi, Suku Embulau menyiapkan 24 uwi (ubi), Suku Embumani sebanyak 12 Uwi (Ubi), Suku Kotomena sebanyak 12 Uwi (ubi), Suku Kotoradhe sebanyak 12 Uwi (ubi), Suku Jemu Dhedhe Wawo sebanyak 12 Uwi (ubi) dan Suku Dhedhe Wena sebanyak 12 uwi (ubi).
Demikian dijelaskan Kepala Suku Besar Suku Embulau, Arnoldus Jogo kepada Kompas.com beberapa waktu lalu di Kampung Wajo.
Arnoldus menceriterakan, sebelum wisatawan atau tamu yang diundang menyaksikan puncak upacara Bhei Uwi dengan memukul musik Ndoto, terlebih dahulu dilaksanakan upacara adat di rumah-rumah adat di kampung tersebut.
Ubi yang sudah dililit daun pandan dipikul oleh anggota suku di Kampung Wajo,
Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur.
Ada prosesi acara adat yang harus dilalui oleh warga suku di kampung itu diantaranya, pertama, Lhae Mbue, daun kacang dibelah dua atau disobek menjadi dua bagian lalu dioles darah ayam yang usia sedang, baik ayam jantan betina maupun jantan. Daging ayam yang sudah diupacarakan itu dimakan oleh dua orang saja yakni Kepala Suku dan ana susu (keturunan anak sulung).
Larangannya, kaum perempuan dan anak-anak tidak boleh makan, jika makan maka akan terjadi malapetaka. Kedua, Ka Mbue Kaju, makan kacang hijau bersama-sama oleh masing-masing anggota suku di kampung itu atau biasanya disebut perjamuan bersama anggota suku. Saat perjamuan bersama itu dilangsungkan juga dengan ketiga yaitu Weka Waka, bicara bersama dengan memberikan nasehat yang positif kepada warga suku di kampung tersebut.
Ubi diarak ke rumah adat di Kampung Wajo, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur
Selanjutnya, acara keempat, Lemba Uwi, cari ubi dikebun dan disimpan dibelakang rumah adat. Acara kelima Ka Rea, (daun pandan) kaum perempuan khusus istri dari Kepala Suku mengambil daun pandan dikebun. Acara keenam Woe Uwi, ubi dililit dengan daun pandan ditutup sapi dan ubi yang dililit itu tidak boleh rusak.
Lilitan ubi itu sama seperti kerangka mayat dengan diterangi lampu pelita di bagian atas dan bagian bawahnya. Bahkan ada Kepala Suku yang bergadang sepanjang malam untuk menjaga Woe Uwi tersebut sampai pagi. Ada larangan yang harus ditaati warga Suku yakni, perempuan yang sedang hamil tidak boleh memegang Woe Uwi dan suaminya tidak boleh menyentuhnya. Apabila larangan ini tidak ditaati maka seorang perempuan yang sedang hamil maka akan terjadi keguguran.
Nah, pada acara puncak pada pagi harinya, Bhei Uwi (makan ubi). Untuk acara ini ada beberapa tahapan yang harus dilalui yakni, Togi Bobo, gendang khusus adat yang dipukul oleh Kepala Suku Jemu Dhedhe Wena dibelakang rumah. Suku ini sangat spesial memukul gendang dalam acara Bhei Uwi tersebut. Setelah itu, enam Kepala Suku di kampung itu memikul ubi menuju ke rumah adat Peo yang berada di tengah kampung.
Membersihkan tangan setelah rangkaian adat dilaksanakan di Kampung Wajo, Nagekeo, NTT
Arnoldus menjelaskan, setelah acara Bhei Uwi diantar ke rumah adat, selanjutnya, sebanyak 13 orang anggota Suku memukul musik Ndoto di depan halaman rumah adat. Selama kurang lebih satu jam, anggota suku memukul musik Ndoto sebagai tanda berhasilan menghantar ubi ke rumah adat. Acara Bhei Uwi ini juga semacam syukur panen tahunan dari enam suku di Kampung Wajo.
“Setiap tahun enam warga Suku Kampung Wajo selalu melaksanakan upacara Bhei Uwi sebagai tanda syukur panen kepada leluhur dan Sang Pencipta,” jelasnya.
Kepala Suku lain, Mikael Mite, Paskalis Pidi, Yohanes Nanga, Vinsensius Meo dan Jansen Ben Aja menceriterakan, pada bulan September-Oktober sebelum tahun berikutnya dilaksanakan Gema Uma Tola, membuka kebun khusus untuk menanam berbagai tanaman holtikultura. Pada bulan Maret, dilaksanaan Ngae Tonda, melihat hasil tanam di kebun khusus tersebut.
Musik Ndoto dari Nagekeo, Flores, NTT.
Pada bulan Mei-Juni, dilaksanakan pukul musik Ndoto di rumah adat. Selanjutnya, Lasi Masa, cuci bersih ubi atau Uwi. Acara berikutnya, Tua ana Uti, arang sisa dibuang. Pada Agustus dilaksanakan upacara Ile Dhelee, berburu binatang tikus selama empat hari dan pada bulan September tahun berikutnya dilaksanakan upacara Ile Ndai, berburu babi hutan dan binatang kera.
“Upacara ini dilaksanakan selama tahun sampai pada puncaknya mementaskan musik Ndoto di tengah kampung. Jadi tidak benar informasi selama ini bahwa apabila warga masyarakat Flores makan ubi dari hutan adalah akibat kelaparan, sesungguhnya, ada dalam sebuah ritual,” jelasnya. (Markus Makur)