Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mengangkat Martabat Singkong

Ambarwati Esti, seorang ibu rumah tangga asal yang berdomosili di Bintaro, mengolah beragam umbi menjadi kue dan jajanan.

Editor: Gusti Sawabi
zoom-in Mengangkat Martabat Singkong
KOMPAS.com/SRI NOVIYANTI
Singkong Si Engkong, jajanan pasar berbahan dasar singkong dengan gula aren disediakan di Mezzanine Restaurant, Atria Residence 

Tribunnews.com - Kreativitas mengolah keanekaragaman hayati lokal mampu menyejahterakan. Hal itu terbukti dari karya Ambarwati Esti dan Achmad Subagio, pemenang Kehati Awards VIII tahun 2015.

Ambarwati Esti, seorang ibu rumah tangga asal yang berdomosili di Bintaro, mengolah beragam umbi menjadi kue dan jajanan. Tujuannya menyajikan jajanan yang lebih sehat bagi anak-anak sekaligus mengenalkan keanekaragaman hayati Indonesia.

"Saya berusaha bagaimana agar umbi-umbian itu tidak digodog, digoreng, atau dikukus. Bagaimana caranya agar anak-anak itu mau makan," ungkap Ambar dalam pertemuan di kantor redaksi Kompas, Jumat (30/1/2015).

Ambar akhirnya berhasil mengembangkan ragam jajanan dengan basis tepung umbi-umbian khas Indonesia, non terigu. Kini, ia memiliki unit usaha CV Arum Ayu, mengubah umbi menjadi keuntungan.

Selain mengembangkan usahanya, Ambar juga rajin menularkan pengetahuannya kepada ibu rumah tangga lain. Kini, sudah ada ribuan ibu tang dilatihnya. Unit-unit usaha baru tumbuh. Kreativitas Ambar mampu menyejahterakan keluarga lain.

Bila Ambar mengembangkan umbi-umbian secara umum, Achmad mengembangkan singkong. Dia dua tujuan, memanfaatkan lahan marjinal sekaligus mengangkat derajat singkong dari pangan murah menjadi berharga.

Achmad yang seorang profesor di Universitas Jember mengembangkan Modified Cassava Flour (Mocaf), tepung singkong yang tak berasa singkong. Tak cukup di situ, dia mengembangkan pula pabrik pembuat Mocaf sekaligus memberdayakan masyarakat untuk menyuplai kebutuhan.

Berita Rekomendasi

Teknologi Mocaf dilepas sehingga siapa pun bisa mengembangkan. "Ini bisa bermasalah, tetapi yang penting ada kesadaran dari masyarakat bahwa singkong itu bisa diolah jadi bermacam-macam," ungkap Achmad.

Kreativitas Achmad berhasil meningkatkan harga jual singkong. "Tahun 2004, harga singkong hanya Rp 80. Tahun 2014 kemarin, harganya sudah Rp 1.200. Ini peningkatan besar," katanya.

Ambar mengatakan, kreativitas pengolahan penting. Selain bisa memberikan nilai tambah, kreativitas pengolahan dapat memicu minat anak-anak dan generasi muda untuk menyantap pangan lokal.

Achmad menambahkan, pengenalan keragaman pangan lokal penting. Bila tidak digunakan, pangan lokal juga akan musnah. Konsumsi pangan yang seragam berkaitan dengan penyakit. Diabetes yang banyak dierita warga Indonesia saat ini, kata Achmad, tak lepas dari ketergantungan pada beras.
(Yunanto Wiji Utomo)

Tags:
Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas