Devi Sulap Celana Jeans Bekas Jadi Produk Cantik yang Laku Dijual Sampai Eropa
di tangan kreatif Devi Indah Bestari (42), celana jeans bekas tersebut disulap menjadi tas yang harganya setara dengan harga celana jeans baru.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, SIDOARJO - Celana jeans bekas tak terpakai biasanya dibuang begitu saja.
Namun, di tangan kreatif Devi Indah Bestari (42), celana jeans bekas tersebut disulap menjadi tas yang harganya setara dengan harga celana jeans baru.
Devi beserta suaminya, Andika Prasetya (37), sibuk menjahit dan membungkus puluhan tas dari celana jeans bekas dan karung goni.
Berdua mereka menjalani usaha yang diberi nama Flurry Bag Culture (FBC) di Perumahan Pucang Indah.
"Kami sedang produksi besar, persiapan untuk ikut Inacraft 20 April nanti. Bersyukur kami dapat stan di acara akbar untuk para pelaku usaha ini," kata Devi, Selasa (5/4/2016).
Devi menganut filosofi daur ulang yang diejawantahkan pada produk-produknya. Satu di antara produk unggulannya adalah tas yang dibuat dari celana jeans bekas.
Celana-celana tersebut ia dapatkan dari penjual rombengan yang biasa mangkal di Tugu Pahlawan, Surabaya. Celana tersebut dibeli hanya Rp 5.000 - Rp 15.000.
Namun, setelah diolah tas dari celana jeans bekas itu ia jual seharga Rp 350.000.
"Malah bisa beli celana jeans baru. Hehehe," sambungnya.
Saat baru pertama dibeli, celana jeans itu langsung ia cuci bersih. Setelah itu, bagian dalamnya diberi lapisan bahan untuk menutupi bagian kaki yang bolong.
Devi mengatakan banyak yang membuat tas seperti miliknya. Namun, yang membedakan dengan tas lain dan juga yang menjadikan tasnya mahal adalah aplikasi tali yang menggunakan kulit asli.
Bahkan, tali kulit itu bisa di-custom bercorak batik atau nama si pemilik.
"Celana jeansnya juga banyak yang bermerek. Ini malah menambah nilai prestise-nya," ujar ibu tiga anak ini.
Produk buatannya sudah terjual di hampir seluruh Indonesia. Bahkan, seorang koleganya pernah membawa produknya ikut pameran kerajinan tangan di London, Inggris, dan mendapat sambutan baik.
Dari pameran di London itu, lanjutnya, ada saja pemesan dari Eropa yang membeli setiap bulannya.
Tak ayal, Rp 25 juta - Rp 30 juta bersih masuk ke pundi-pundinya.
"Bisa masuk pameran di London itu karena saya bergabung di komunitas pengusaha."
"Berkumpul bersama sesama pengusaha, selain untuk networking juga untuk mengukur daya saing saya sebagai pengusaha agar tidak stagnan," paparnya.
Devi menuturkan sejak 2013 menjalani usaha ini. Ia hanya berdua bersama suaminya membangun usaha tersebut.
Kendati demikian, pesanan sampai ribuan tas mampu dilakukannya.
"Mau gimana lagi, ini sudah jadi pekerjaan utama kami," ucapnya.
Devi mengungkapkan tadinya, suaminya bekerja sebagai manajer Toko Buku Togamas.
Namun memutuskan berhenti dan serius mengembangkan FBC bersamanya.
Menurutnya, usaha keterampilan jangan hanya dijadikan usaha sambilan.
Ketika diseriusi, lanjutnya, pendapatan dari usaha keterampilan ini malah melebihi dari gaji kantoran.
"Mungkin masih banyak yang menganggap usaha keterampilan itu hanya usaha sampingan tambah-tambahan."
"Saya bersama komunitas saya sedang mengubah mindset bahwa usaha keterampilan itu bisa mennjadi usaha utama," jelasnya.
Nama Devi di kalangan pengusaha tas mulai merangkak naik. Apalagi setelah ia membuat dua buku panduan membuat kerajinan tas yang menjadi best seller.
Ia pun juga membuka pelatihan membuat kerajinan tas bagi orang yang berminat.
Ratusan orang telah mengikutinya dan puluhan di antaranya banyak yang sudah membuka usaha sendiri.
"Saya pikir membagi ilmu itu berbeda dengan persaingan bisnis. Kalau membagi ilmu mendorong orang lain untuk maju."
"Saya tak khawatir produk orang yang saya ajari jadi saingan. Kan pintu rezeki sudah ada yang mengatur," kata Devi menutup pembicaraan.