Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Lifestyle

Program 'Kagama Yuk Motret' Bagikan Kiat Agar Fotografi Tak Sekadar Mengambil Gambar

Ada tiga faktor yang membedakan fotografi dengan rasa dan sekadar mengambil gambar

Editor: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in Program 'Kagama Yuk Motret' Bagikan Kiat Agar Fotografi Tak Sekadar Mengambil Gambar
HandOut/Istimewa
Alumni UGM dan penghobi fotografi di Jakarta dan sekitarnya mengikuti acara Kagama Yuk Motret II, di Bendungan Ciawi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. 

TRIBUNNEWS.COM - Sebanyak 51 orang alumni UGM dan penghobi fotografi di Jakarta dan sekitarnya mengikuti acara Kagama Yuk Motret II, di Bendungan Ciawi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor dimulai tepat pukul 09.00 dan berakhir pukul 17.00 WIB.

Kegiatan ini diselenggarakan Pengurus Pusat Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (PP Kagama) mengambil topik “Story Telling in Travel Photography”,

Bertindak selaku narasumber: Arbain Rambey (fotografer profesional), Marrysa Tunjung Sari (fotografer professional &travel writer), dan Raiyani Muharramah (travel photographer &writer).

Ketua PP Kagama Bidang Fasilitasi Alumni, Bambang E. Marsono mengatakan kegiatan Kagama Yuk Motret merupakan program rutin PP Kagama bertujuan meningkatkan kemampuan fotografi alumni UGM peminat fotografi dengan menghadirkan fotografer profesional untuk memberikan latihan dan kiat praktis fotografi.

“Kemampuan memotret yang baik amat penting di era yang serba digital ini. Kagama Yuk Motret merupakan program kegiatan kedua, selanjutnya akan terus dilaksanakan secara rutin baik melalui kelas sharing session maupun hunting foto bersama,” kata Direktur Utama PT Brantas Abipraya itu.

Sementara itu, Maryssa Tunjung Sari atau biasa disapa Shasha berbagi pengalaman soal fotografi. Dia mengatakan, konten suatu foto sebaiknya unik. Yakni sesuai kebutuhan atau tujuan si story teller foto.

“Konten yang didasarkan bukan pada pengalaman langsung sang pencerita (story teller) tidak akan memiliki ‘rasa’ dan tidak akan memancing orang untuk mengikuti cerita tersebut,” kata Sasha.

BERITA TERKAIT

Menurut dia, seorang Story teller yang baik akan memberikan cerita, tidak hanya caption. Selain itu, dia juga melihat pentingnya mencermati dan melihat respons publik berupa like atau comment terhadap posting yang diunggah.

Menurutnya, comment merupakan sarana berinteraksi antara fotografer dengan follower atau netizen. Karena itu, masih kata Sasha, fotografer tidak mesti tahu segala hal.

“Komentar dari follower akan memberi tahu apa yang fotografer tidak tahu dan dapat menjadi inspirasi berikutnya,” ucap Sasha.

“Misal fotografer tidak tahu salah satu jenis buah dalam makanan asinan. Follower juga akan memberi tahu dan memberi ide foto atau travelling berikutnya,” terang wanita yang pernah bekerja sebagai public relation ini.

Sasha juga mengatakan ada tiga kunci utama keberhasilan dalam fotografi travel. Hal itu adalah natural, jujur, dan kontekstual.

Tiga kunci tersebut yang membedakan fotografi dengan rasa dan sekadar mengambil gambar.

Namun, di luar soal rasa penting juga memahami komposisi foto. Untuk itu, Sasha menganjurkan agar seorang fotografer memahami komposisi dalam fotografi.

Terlepas dari itu, dia tidak mempermasalahkan perangkat apa yang dipakai untuk bisa menghasilkan foto yang oke.

“Foto dapat diambil dengan menggunakan kamera DSLR, kamera pocket, atau handphone,” ujar Sasha. “Saat ini handphone lebih praktis dan digunakan hingga 85% oleh pemotret. Mengambil gambar dengan menggunakan HP juga lebih mudah dari sisi etika. Misal daripada memotret orang dengan menggunakan DSLR,” paparnya.

Pegiat organisasi Masyarakat Fotografi Indonesia ini pun memberikan enam tips sederhana dalam fotografi travel.
Pertama, lakukan riset sebelum melakukan perjalanan.

Misalnya, apakah lokasinya nanti di pantai atau gunung, panas atau hujan. Kedua, membuat foto proses, yaitu proses dari titik A ke titik B. Misalnya, saat naik kapal laut atau pemandangan dalam perjalanan, atau saat menggunakan alat pengaman diri. Ketiga, membuat foto establishment spot (foto lokasi).

“Keempat, belajar menulis dengan prinsip bahwa kata hanyalah mengisi gap dari foto-foto yang ada. Kelima, ambil angle low level atau high level,” tutur Sasha.

“Keenam, foto sequence. Yaitu foto urut-urutan dari sebuah proses.”

“Misal foto 1 booth penjual makan, foto 2 proses memasak, foto 3 saat makanan disajikan. Foto ini akan bercerita secara dinamis tanpa banyak kata,” katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
berita POPULER
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas