Bisnis Co-Living Berpeluang Menyalip Tren Co-Working Pasca Pandemi
Tawaran tinggal dengan konsep co-living ini kini tumbuh kuat di kota besar Indonesia seperti Jakarta.
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Maraknya tren co-working space dan banyaknya milenial yang mengisi berbagai sektor pekerjaaan, mendatangkan kebutuhan hunian yang sangat tinggi untuk mereka, terutama di kota-kota besar.
Sebagian, mendapatkan hunian dengan tinggal di kamar kos atau mengontrak rumah demi mendekatkan diri dengan lokasi pekerjaan.
Namun belakangan muncul tren baru co-living, yakni tinggal ngekos atau menyewa kamar apartemen dengan beberapa teman sekaligus.
Tawaran tinggal dengan konsep co-living ini kini tumbuh kuat di kota besar Indonesia seperti Jakarta.
Tren kebutuhan hunian co-living ini juga terjadi di kota-kota besar lain di Indonesia seperti Surabaya, Medan dan Bandung.
Konsep hunian co-living ini bisa menjadi solusi akan mahalnya harga beli unit apartemen yang belum tentu terjangkau cicilannya oleh para pekerja milenial di kota besar.
Salah satu pemainnya di bisnis ini adalah Flokq. Perusahaan startup ini mengelola ribuan kamar apartemen untuk disewakan yang tersebar di berbagai lokasi strategis di Jakarta.
CEO Flokq, Anand Janardhanan dalam diskusi melalui aplikasi Zoom yang diikuti Tribunnews, Kamis, 7 Mei 2020 menyatakan, Jakarta merupakan pasar potensial untuk hunian co-living.
"Ada sekitar 5 juta pekerja profesional dari kalangan usia milenial membutuhkan tempat tinggal. Sebagian dari mereka banyak tinggal di kos-kosan," ujarnya.
Dia menyebutkan, perputaran bisnis ini cukup besar di Indonesia, mencapai 6 miliar dolar AS per tahun.
Baca: Lion Air Group akan Kembali Terbang Mulai 10 Mei 2020
Flokq menyediakan kamar dengan harga sewa mulai dari Rp 2,7 juta sampai tertinggi Rp 20 juta per bulan dengan kontrak sewa umumnya 3 bulan per tenant.
"Tergantung pada gedungnya dan lokasinya," ujarnya.
Baca: Mulai Hari Ini, 8 Mei 2020 Citilink Kembali Terbangi Rute Domestik
Harga sewa unit apartemen akan semakin mahal jika lokasinya di pusat bisnis atau dekat dengan akses transportasi umum seperti MRT.
Kontrak sewa minimal 3 bulan tersebut untuk membangun kepercayaaan. Dari bisnis ini, Flokq memungut komisi antara 8 sampai 10 persen dan 20-25 persen tergantung jenis project apartemennya.
Baca: Badan Tercabik, Petani Karet Diterkam Beruang Muara Enim dan Nyaris Tewas
Untuk layanan penyewaan room apartemen ini, Flokq juga menyediakan jasa cleaning service dan biaya tersebut sudah termasuk dalam tagihan sewa bulanannya.
Untuk penyediaan sewa kamar apartemen ini, pihaknya bekerja sama dengan manajemen gedung.
Dalam satu gedung apartemen, Flokq menyediakan cukup banyak kamar yang tersebar di sejumlah lantai.
Dia mengatakan, apartemen yang disewakan secara ideal terdiri dari 3 kamar tidur. Dalam satu gedung apartemen pihaknya bisa menyediakan minimal 5 unit sampai 20 unit apartemen.
Karena bisnis ini begitu gurih dan menarik, tahun depan Flokq berencana ekspansi menyewakan hingga 3000 unit kamar apartemen dengan fokus menggarap pasar Jakarta lebih dulu.
Pihaknya juga siap ekspansi ke kota-kota besar lain yang dinilai pasarnya potensial seperti Surabaya, Bandung dan Medan.
Cerahnya bisnis co-living di masa depan juga sudah diprediksi oleh Akash Mulani, Flokq Advisior and Director Real Estate Investment Firm, di Australia.
Ia mengaku malah sedang menggodok konsep bisnis baru setelah melihat dampak pandemi saat ini.
“Kami sangat yakin akan masa depan co-living terkait kondisi masyarakat dan ekonoi saat ini yang terdampak Covid-19. Kegiatan isolasi mandiri yang saat ini banyak dilakukan masyarakat berarti akan mengurangi interaksi manusia dan dapat menurunkan kualitas kesehatan mental." kata Akash.
"Dengan co-living, orang-orang mendapat kesempatan untuk menjaganya tetap stabil sambil tinggal di dalam rumah."
"Dengan kebijakan WFH yang kian menjadi umum, masyarakat membutuhkan ruang untuk dirinya bekerja, teman yang dapat diandalkan karena memiliki persamaan minat dan latarbelakang, atau tentunya ruang dengan biaya sewa ringan per bulannya,” jelas Akash.
“Dibandingkan dengan kost-kostan, co-living dapat menjamin semua kualitas itu. Co-living dan Co-working dalam gedung yang sama, adalah sebuah konsep baru yang sedang kami jajaki dalam beberapa tahun ini. Kami berencana meluncurkannya dalam 12 atau 24 bulan ke depan,” ujar Akash.
Sebelum pandemi Covid-19, model ruang co-working cukup banyak dilirik oleh para pemilik properti dan investor.
Namun, baru-baru ini, para pelaku properti serta investor-investor tersebut juga mulai memetik profit dari model yang menghasilkan keuntungan lebih besar per meter persegi-nya dibandingkan model sewa tradisional ini.
Dengan bekerja bersama operator seperti Flokq, pemilik properti juga terlepas dari tingginya pengeluaran ataupun resiko turnover. Seluruh hal tersebut akan sepenuhnya ditangani oleh operator.
Seiring makin banyaknya pekerja jarak jauh yang mengidamkan perpaduan antara kenyamanan hidup serta kemampuan untuk melakukan networking layaknya ruang kerja tradisional, tentu potensi keuntungan yang mungkin diraih oleh pemilik properti dan investor juga akan semakin melangit.