Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Lifestyle

Marak Gowes di Masa Pandemi Covid-19, Wujud Sadar Kesehatan atau Hanya Tren? Ini Kata Sosiolog

Kegiatan bersepada atau populer disebut gowes ramai dilakukan masyarakat di masa pandemi Covid-19. Berikut tanggapan sosiolog.

Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Sri Juliati
zoom-in Marak Gowes di Masa Pandemi Covid-19, Wujud Sadar Kesehatan atau Hanya Tren? Ini Kata Sosiolog
TRIBUN KALTIM/NEVRIANTO HARDI PRASETYO
Ilustrasi bersepeda (foto diambil sebelum masa pandemi Covid-19) 

TRIBUNNEWS.COM - Kegiatan bersepada atau populer disebut gowes ramai dilakukan masyarakat di masa pandemi Covid-19 ini seperti di Solo dan Yogyakarta.

Padahal, masa pandemi ini masih diberlakukan kegiatan di rumah saja, seperti bekerja dan belajar.

Lantas seperti apa maraknya gowes ini dipandang dari mata sosiolog?

Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Dr Drajat Tri Kartono mengungkapkan fenomena gowes di masyarakat merupakan campuran dari wujud kesadaran masyarakat dan mengikuti tren yang ada.

Drajat mengungkapkan ada istilah kenormalan lama (old normal) dalam bersepeda, yaitu sebagai olahraga dan kegemaran.

"Atau juga disebut used normal, normal yang terjadi sebagai kebiasaan, kemudian kebiasaan tersebut berhenti saat (pandemi) Covid-19," ungkap Drajat kepada Tribunnews.com melalui sambungan telepon, Selasa (9/6/2020).

Kemudian, saat ini muncul konsepsi adanya kenormalan baru atau new normal.

Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Dr. Drajat Tri Kartono
Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Dr. Drajat Tri Kartono (newsroom.uns.ac.id)

Baca: Cara Quality Time Keluarga ala Pemain PSS Sleman Jefri Kurniawan, Pilih Gowes

Berita Rekomendasi

Dalam konsepsi ini, Drajat menyebut ada gap antara kenormalan baru yang disusun pemerintah (government new normal) dan kenormalan yang dikonstruksi oleh masyarakat (socially constructed new normal).

"New normal yang disusun oleh pemerintah mengikuti protokol kesehatan, sedangkan socially constructed new normal dibuat berdasar kesepahaman masyarakat," ungkap Drajat.

Menurut Drajat, fenomena maraknya gowes sebagai satu wujud new normal hasil konstruksi masyarakat.

"Tampaknya, socially constructed new normal lebih cepat," ungkap Drajat.

"Orang merasa bosan, orang melihat di sana orang-orang sudah keluar, juga meyakini dengan bersepeda badannya akan sehat dan bagus untuk melawan Covid-19, maka terbentuklah new normal socially constructed," jelas Drahat.

Drajat juga mengungkapkan, ada unsur kejenuhan yang mendorong ramainya fenomena gowes di masyarakat.

"Memang ada unsur adanya kejenuhan di rumah selama ini, juga muncul karena socially constructed new normal, sudah merasa bahwa keluar bersepeda itu aman sehingga jalan ramai," ungkap Drajat.

Baca: New Normal, Protokol Kesehatan Olahraga Baru Bisa Diberikan Pekan Depan

Fenomena ini, menurut Drajat, juga akan berkembang di kegiatan lain seperti mulai ramainya kegiatan berbelanja dan rekreasi.

"Ada unsur kesepakatan-kesepakatan sosial yang berkembang dengan cepat," ungkapnya.

Fenomena Looking Glass Self

Drajat pun menjelaskan fenomena di masyarakat saat ini dalam ilmu sosiologi disebut looking glass self.

"Artinya, perilaku saya atau definisi diri saya didasarkan oleh penilaian orang lain," ungkapnya.

"Kalau orang lain menilai saya keluar bersepeda itu baik ya besok saya keluar sepedaan, dan terus saya ajak orang lain," imbuhnya.

Drajat mengungkapkan penyebaran konstruksi sosial itu sangat cepat.

"Sehingga new normal yang dikonstruksikan masyarakat bisa mendahului kecepatan new normal pemerintah."

"Sekarang jalan-jalan sudah ramai, karena masyarakat sudah menilai aman selama mematuhi protokol yang ada," ungkap Drajat.

Sementara itu Drajat mengungkapkan, fenomena di masyarakat ini harus diikuti dengan sosialisasi dan imbauan pemerintah.

"Kalau dipandang dari sudut pandang kesehatan sebagai indikator normal tidak normal, ada indikator yang harus dipenuhi," ujarnya.

"Pemerintah dan tim medis perlu melakukan langkah-langkah warning, peringatan kepada masyarkat," imbuh Drajat.

Baca: Cerita Ganjar Pranowo Keliling Naik Sepeda dan Bubarkan Kerumunan Warga

Marak Gowes

Sementara itu diketahui kegiatan gowes terjadi di sejumlah daerah seperti Solo dan Yogyakarta.

Adapun di Yogyakarta, maraknya pesepeda yang membanjiri ruang-ruang publik mendapat respons dari aktivis Elanto Wijoyono.

Meski sangat hobi dan gemar bersepeda, kali ini Elanto ikut geram dengan banyaknya pesepeda musiman di DIY.

Masalahnya, menurut dia mereka hadir hanya untuk berswafoto dan bersenang-senang dengan sepedanya.

"Jarang dari mereka yang sedikit mematuhi protokol kesehatan. Itu sama saja kurang tepat."

"Untuk itu, Pemda DIY harus tegas dalam membuat peraturan karena pandemi Covid-19 belum mereda," kata Elanto dilansir Tribunjogja.com, Senin (8/6/2020).

Respons tersebut ditujukan untuk menanggapi rencana Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono yang mengancam akan meng-'close' publik area, jika masyarakat tetap berkumpul tanpa mengenakan masker dan protokol kesehatan yang ditentukan.

Baca: Respons Sri Sultan Hamengkubuwono X Tahu Banyak Warga Kumpul di Malioboro tanpa Pakai Masker

Secara tidak langsung pria yang sempat viral atas aksinya yang menghadang konvoi Moge pada Agustus 2015 silam ini pun setuju dengan rencana Sultan.

Namun, ia juga memberikan pendapatnya mengenai Pemda DIY dalam penanganan Covid-19 selama ini.

Menurutnya, Pemda DIY tidak memiliki arah dalam penanganan dan pencegahan Covid-19.

Misalnya, lanjut dia, sejauh ini banyak pendatang yang masuk ke DIY tanpa adanya protokol yang ketat, baik itu di perbatasan maupun di level desa.

Kedua, arah status tanggap darurat yang tidak memiliki payung hukum yang jelas mengakibatkan penegak hukum kesulitan menindak para pelanggar.

"Saya terus terang kasihan dengan Satpol-PP mereka bekerja tidak bisa bertindak apa-apa hanya sporadis saja dalam menertibkan masyarakat. Karena payung hukumnya tidak jelas," terang dia.

(Tribunnews.com/Wahyu Gilang P) (TribunJogja.com/Miftahul Huda)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas