Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Lifestyle

Tren Gowes Landa Dunia, Harga Sepeda di Indonesia Melambung, Senasib dengan Batu Akik?

Tren bersepeda di masa pandemi Covid-19 mengingatkan pada tren batu akik beberapa tahun lalu. Akankah harga sepeda akan senasib dengan batu akik?

Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Pravitri Retno W
zoom-in Tren Gowes Landa Dunia, Harga Sepeda di Indonesia Melambung, Senasib dengan Batu Akik?
TRIBUN JATENG/TRIBUN JATENG/HERMAWAN HANDAKA
Tren bersepeda di tengah pandemi Covid-19 - Tren bersepeda di masa pandemi Covid-19 mengingatkan pada tren batu akik beberapa tahun lalu. Akankah harga sepeda akan senasib dengan batu akik? 

TRIBUNNEWS.COM - Pandemi Covid-19 membuat kegiatan bersepeda digandrungi masyarakat.

Tren ini juga membuat harga jual sepeda melambung tinggi.

Founder mainsepeda.com, Azrul Ananda, mengungkapkan bersepeda tidak hanya terjadi di Indonesia.

"Ini tren global bukan hanya di indonesia, orang pengen lebih sehat gara-gara corona, orang jadi gimana caranya menjaga kesehatan," ungkap Azrul dalam program diskusi Overview Tribunnews.com, Kamis (30/7/2020).

Presiden klub Persebaya Surabaya tersebut mengungkapkan, fatalitas pasien Covid-19 menjadi alarm tersendiri bagi masyarakat untuk berolahraga.

"Fatalitas korban corona adalah komplikasi kegemukan, problem kesehatan, jadi orang lebih sadar ingin lebih sehat," ungkapnya.

Azrul Ananda Main Sepeda
Founder mainsepeda.com, Azrul Ananda, dalam program diskusi Overview Tribunnews.com, Kamis (30/7/2020). (YouTube/Tribunnews.com)

Baca: Tergiur Diskon 60 Persen, Tessa Kaunang Tertipu saat Beli Sepeda Brompton, Ini Tanggapan Bukalapak

Sarana Indoor Terdampak

BERITA TERKAIT

Selain itu, Azrul mengungkapkan, bersepeda menjadi alternatif olahraga lantaran fasilitas indoor terdampak oleh karantina.

"Orang ga bisa ke gym, ga bisa olahraga indoor, sehingga alternatifnya bersepeda," ungkap Azrul.

Pemilik brand sepeda Wednesday tersebut mengungkapkan ada perbedaan tren bersepeda di Indonesia dengan Eropa.

"Kalau di negara-negara maju di Eropa, memang ada insentif dari pemerintah supaya orang-orang itu berpindah bersepeda atau aktif transportasi," ujar Azrul.

Di Italia, sebut Azrul, pembeli sepeda mendapatkan insentif dari pemerintah.

"Di Prancis, servis sepeda dibayari pemerintah," ujarnya.

Ada pula di Belgia, pegawai yang bersepeda ke kantor akan mendapatkan gratis makan siang.

Baca: Meninggal di Gubuk saat Gowes dari Magelang, Pria Asal Jogja Diduga Alami Serangan Jantung

Menurut Azrul, tren bersepeda di Indonesia sudah dapat menciptakan permintaan sepeda yang luar biasa dari masyarakat.

Hal ini dimanfaatkan sejumlah pebisnis dalam menjual sepeda, termasuk dalam penjualan sepeda yang banyak diminati masyarakat.

Azrul menyebut, saat ini sepeda tidak hanya dijual pedagang sepeda.

"Toko sepatu saja jualan sepeda kok," ungkapnya.

Melihat kondisi seperti ini, Azrul berpendapat jika tren sepeda akan seperti tren batu akik beberapa waktu lalu.

"Itu kaya batu akik kan jadinya, kenapa batu ada coretnya sedikit jadi Rp 80 juta, dan itu terjadi di sepeda, sepeda yang harganya Rp 5 juta jadi Rp 10 juta. Tapi dealer-dealer resmi tidak mungkin memainkan harga," ungkap Azrul.

Diketahui, batu akik menjadi tren sekitar tahun 2014-2015 silam.

Harga batu akik kala itu dapat mencapai jutaan rupiah.

Baca: Cerita Pelajar SMK Naik Sepeda Purwokerto-Semarang demi Buktikan Wajah Ayahnya Mirip Ganjar Pranowo

Permainan Pebisnis

Sementara itu melonjaknya harga sepeda diduga karena permainan bisnis.

Satu di antaranya melanda merek sepeda kenamaan asal Inggris, Brompton.

Brompton memang menjadi perhatian karena harganya yang dianggap sangat tinggi untuk sebuah sepeda.

Saat ini, harga sepeda Brompton dapat mencapai Rp 50-60 juta per unit.

Namun, tidak sedikit yang memiliki sepeda lipat tersebut.

Baca: Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Sebuah Gubuk saat Gowes, Sempat Hilang Kontak dengan Rekan

Founder of Brompton Owner Group Indonesia, Baron Martanegara, mengungkapkan harga Brompton di era pandemi sangat melambung dibanding sebelum pandemi.

"Jauh banget, ada tiga sampai lima kali lipat," ungkap Baron dalam program diskusi Overview Tribunnews, Kamis.

Founder of Brompton Owner Group Indonesia, Baron Martanegara
Founder of Brompton Owner Group Indonesia, Baron Martanegara (Instagram/baronmartanegara73)

"Misal kita ambil tipe basic, awalnya dulu itu antara Rp 23-25 juta, kemudian tiga bulan kemudian Rp 33-35 juta, mulai pandemi ini jadi Rp 50-60 juta, itu yang standar," imbuh Baron.

Baron menjelaskan, ada dugaan permainan bisnis yang menjadi penyebab meroketnya harga sepeda Brompton.

"Itu harga yang dimainkan, karena sorry sorry aja, banyak pemain atau pedagang baru yang berhijrah menjadi berbisnis Brompton," ujarnya.

Menurutnya, saat ini banyak pedagang Brompton yang sebelumnya tidak memiliki latar belakang bisnis sepeda.

"Yang saya lihat ada pemain kosmetik, pedagang susu, semua berbisnis Brompton, mungkin cuan-nya gede kali ya," ujar Baron.

Baca: Gara-gara Tergiur Diskon Sepeda Brompton, Artis ini Tertipu Puluhan Juta Rupiah di Toko Online

Pemilik modal, disebut Baron, mencoba memasang harga tinggi untuk melihat respons masyarakat.

Ternyata, ada pula masyarakat yang mau membeli dengan harga tinggi.

"Nah ini jadi cek ombak, pasang harga segini, ternyata ada yang beli, akhirnya terus-terus aja dinaikin harganya, nah masalahnya ada yang beli juga," ungkap Baron.

Sementara itu Baron menyebut tidak ada komponen yang terlalu dispesialkan dari Brompton.

Mahalnya harga Brompton disebut karena tingginya nilai brand dan spekulan penjual.

"Spekulan aja jadi mahal, kalau dari komponen, Brompton ya gitu-gitu aja dari dulu," ungkapnya.

(Tribunnews.com/Gilang Putranto)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
berita POPULER

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas