Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Lifestyle

Yang Penting Diperhatikan untuk Mengetahui Air Minum Berkualitas

Menurut BPS, pada tahun 2019 masih cukup banyak masyarakat yang memanfaatkan sumber air tidak terlindungi dari bakteri.

Editor: Willem Jonata
zoom-in Yang Penting Diperhatikan untuk Mengetahui Air Minum Berkualitas
Freepik
8 Tanda Anda Terlalu Banyak Minum Air Putih 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Alivio

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan pada 2018, 10 dari 24 provinsi di Indonesia masih memiliki sumber air terkontaminasi bakteri cukup tinggi.

Menurut BPS, pada tahun 2019 masih cukup banyak masyarakat yang memanfaatkan sumber air tidak terlindungi.

Misalnya, air dari sumur atau sumber yang illegal untuk memenuhi kebutuhan air minumnya.

Firdaus Ali, Pendiri dan Pimpinan Indonesia Water Institute (IWI) sekaligus Staf Ahli Kementerian PUPR Bidang ESDM mengatakan, Indonesia saat ini tengah mengalami permasalahan air minum bersih karena adanya kelangkaan air baku untuk air bersih perpipaan yang langsung dialirkan ke rumah.

Selain itu, ada pencemaran sumber air baku karena lokasinya yang dekat dengan pencemar, ekstraksi dalam tanah yang berlebihan, dan tingginya produksi ilegal air minum di tengah masyarakat.

"Tidak mengherankan jika sulit sekali menemukan air minum yang berkualitas dan tidak terkontaminasi bakteri," ungkapnya dalam Kelas Jurnalis dengan tema Peran Media Dalam Mengedukasi Masyarakat Mengenai Perilaku Hidup Bersih Melalui Pemahaman Air Minum Terstandarisasi (19/4/2021), yang digelar Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) bersama Alodokter.

Baca juga: Tingkat Stres Air Tinggi, Indonesia Berpotensi Krisis Air di Masa Depan

Berita Rekomendasi

Untuk mengetahui air minum yang berkualitas, penting sekali memperhatikan jarak antara sumber air dan pencemar, seperti jamban atau septic tank, kandang ternak, saluran pembuangan air, dan tempat pembuangan sampah. 

Jika terlalu dekat–kurang dari 10 meter, sumber air bisa tercemar oleh limbah rumah tangga, limbah industri dan logam berat.

Air dari sumber tersebut juga dapat terkontaminasi bakteri berbahaya, seperti Pseudomonas, Klebsiella, Enterobacter, Salmonella, dan E. coli.

Ilustrasi minum air putih.
Ilustrasi minum air putih. (Shutterstock)

Infeksi bakteri E. coli pada saluran pencernaan dapat menimbulkan beragam gejala, salah satunya yang paling umum adalah diare.

Di Indonesia, kasus penyakit diare terbilang sangat tinggi, yakni lebih dari 7 juta total kasus pada tahun 2019.

Baca juga: Lebih Efektif Mana Pengobatan Suntik Insulin atau Obat Minum? Begini Penjelasan Dokter

Pada bayi dan balita, penyakit diare bahkan merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi dengan jumlah kasus lebih dari 1.000 kematian.

Menurut Spesialis Penyakit Dalam dan Konsultan Gastroenterologi-hepatologi dr. Kaka Renaldi, Sp.PD, KGEH, infeksi bakteri E. coli pada saluran pencernaan juga bisa menyebabkan kondisi yang disebut sindrom hemolitik uremik.

Menurut Spesialis Penyakit Dalam dan Konsultan Gastroenterologi-hepatologi dr. Kaka Renaldi, Sp.PD, KGEH, kondisi yang rentan terjadi pada anak-anak dan lansia ini menyerang sel darah merah dan sel keping darah (platelet) serta dapat menyebabkan gagal ginjal.

“Infeksi bakteri E. coli pada saluran pencernaan juga bisa menyebabkan kondisi yang disebut sindrom hemolitik uremik. Kondisi yang rentan terjadi pada anak-anak dan lansia ini menyerang sel darah merah dan sel keping darah (platelet) serta dapat menyebabkan gagal ginjal,” ungkapnya. 

Selain itu, dr. Kaka juga menambahkan bahwa ibu hamil yang terinfeksi bakteri E. coli melalui saluran kencing (uretra) juga bisa mengalami infeksi saluran kemih dan infeksi ginjal.

Infeksi ini kemudian bisa berkembang dan menyebabkan infeksi selaput otak pada bayi dalam kandungannya, hingga keguguran.

Sehingga, pemilihan air dengan seksama disarankan kepada seluruh masyarakat untuk mengadopsi hidup bersih dengan mengonsumsi air minum yang berasal dari sumber yang terlindungi.

Kualitas air minum juga ternyata sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup seseorang di masa depan.

Menurut Peneliti Depot Air Minum Isi Ulang, Sri Yusniati I. Sari, saat ini, sekitar 48% dari masyarakat menengah ke bawah di perkotaan menggunakan air kemasan dan isi ulang sebagai cara praktis untuk memenuhi kebutuhan air minum dalam rumah tangganya. Namun, tidak banyak yang memahami perbedaan kualitas air minum yang ada di pasaran.

Akibat laju urbanisasi yang cepat, fenomena air minum isi ulang kian menjamur di perkotaan.

"Pertumbuhan Depot Air Minum (DAM) di DKI Jakarta meningkat hingga 800%, dan didapatkan bahwa banyak air minum isi ulang memiliki kualitas yang rendah, yang mana  sekitar 40% galon isi ulang dan 25,3% keran outlet terdapat bakteri E. coli," ungkap Sri Yusniati I. Sari.

"Masyarakat juga harus lebih berhati-hati karena masih banyak sekali DAM yang tidak resmi dan tidak mematuhi  standardisasi pemerintah. air minum yang jernih dan tidak berasa belum tentu bebas dari bakteri," tambahnya.

Kepedulian terhadap distribusi air minum yang bersih dan berkualitas pun terus digalakkan oleh berbagai pihak terkait, salah satunya adalah Indonesia Urban Water, Sanitation and Hygiene (IUWASH).

IUWASH merupakan selaku lembaga non-profit yang mendedikasikan visi dan misinya untuk meningkatkan layanan, penguatan kinerja, dan advokasi di sektor air bersih kepada seluruh masyarakat Indonesia.

“Ada beberapa tantangan untuk menyediakan air layak minum di perkotaan dan salah satunya adalah distribusi air minum bersih yang belum merata, khususnya bagi mereka yang berpenghasilan rendah," ungkap Alifah Sri Lestari, Deputy Chief of Party USAID IUWASH PLUS.  

"Kelompok ini juga dipersulit dengan biaya 'Sambung Baru' PDAM yang cukup tinggi. Oleh karena itu, diperlukan opsi layanan akses air layak minum dan terjangkau, seperti sambungan air minum di wilayah perkotaan dengan Master Meter dan SPAM Komunal,” tambahnya.

Namun, melihat infrastruktur dan kondisi pandemi yang belum kunjung pulih, masyarakat diharuskan untuk cepat mengoptimalkan perilaku hidup bersih, baik dalam menjaga kebersihan lingkungan dan tubuh.

Firdaus Ali menuturkan, selama pandemi COVID-19, masyarakat semakin membutuhkan air bersih untuk dikonsumsi, yang mana telah terjadi peningkatan konsumsi AMDK sebagai alternatif sumber air minum.

"Tahun lalu, sekitar 88% responden kami menggunakan kemasan galon dan sisanya menggunakan beragam jenis kemasan, seperti botol dan gelas," ujar  Firdaus Ali.

“Meski sudah adanya peningkatan untuk menjalani hidup bersih, masyarakat dianjurkan untuk terus melakukan pengecekan keamanan dan kualitas air kemasan, dengan memperhatikan produsen air minum yang telah memiliki sertifikasi BPOM, melihat tempat penyimpanan airnya, pengelolaannya dan lokasi pendistribusiannya,” tambahnya.  

Kesehatan masyarakat merupakan salah satu faktor terpenting untuk membangun ketahanan dan daya saing nasional.

Maka dari itu, pemahaman akan pola hidup bersih dan menjaga asupan yang sehat dapat membantu Indonesia melahirkan sumber daya manusia unggul di masa depan.  

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas