Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Lifestyle

Etos Kerja Dan Totalitasnya Menjadikan Dadiyono Sosok Sukses Di Bidang Kulineran

Dadiyono, Pria kelahiran 8 Agustus 1976 ini dari keluarga petani di Pedukuhan Kauman, Desa Ambarwinangun, Kecamatan Ambal, Kebumen.

Editor: Toni Bramantoro
zoom-in Etos Kerja Dan Totalitasnya Menjadikan Dadiyono Sosok Sukses Di Bidang Kulineran
Dok. pribadi
Etos Kerja Dan Totalitasnya Menjadikan Dadiyono Sosok Sukses Di Bidang Kulineran 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dadiyono, Pria kelahiran 8 Agustus 1976 ini dari keluarga petani di Pedukuhan Kauman, Desa Ambarwinangun, Kecamatan Ambal, Kebumen.

Masa Kecil Dihabiskan Membantu Orang Tua Kelola Sawah

Dia merupakan anak pertama dari pasangan Mujiono dan Isroniah. Masa kecilnya di desa banyak membantu orang tua mengelola sawah.

Dadiyono mendapat didikan dan kerja keras seorang petani dari sang ayah. Semasa SMP, dia mulai mencoba bekerja untuk mendapat tambahan uang jajan.

"Saya berjualan es lilin keliling sampai kelas satu SMA. Waktu itu berjualannya dari ke rumah ke sekolah, dan ke kampung-kampung," kenang Dadiyono.

Setelah lulus SMA, dia merantau ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikan. Dia mendaftar ke sekolah kedinasan BIN. Namun, dia gagal pada tahap akhir, yakni tes kesehatan karena ada kekurangan pada matanya.

Bersekolah Tinggi Harus Dipendam

Meski gagal, dia bertekad untuk mencoba lagi pada tahun berikutnya. Namun, cita-citanya untuk mengubah perekonomian keluarga dengan bersekolah tinggi harus dipendamnya.

Sebenarnya, Dadiyono sudah diterima di Universitas Negeri Surakarta. Namun, karena terkendala ekonomi dan tidak mendapat restu orang tua, dia memilih untuk mundur.

Berita Rekomendasi

"Saat itu, saya harus membiayai sekolah adik saya satu-satunya, yang mulai masuk SMA," tutur Dadiyono, pendiri organisasi Nyong Rika Kebumen (NRK).

Dia lantas memutar otak dan mencari jalan lain untuk tetap bisa mengubah kondisi ekonomi keluarga dengan menjadi tukang cuci piring di perusahaan fastfood pada siang hari.

Malamnya, dia menjadi sopir angkutan kota (angkot). Kondisi itu diljalaninya selama lima tahun. Sampai pada 2001, dia memberanikan diri mulai berwiraswata.

Berawal Dari Lesehan Tenda Di Pasar Santa

Dia membuka lesehan tenda di pasar Santa. Kala itu, dia berjualan ayam bakar dengan berbekal pengalaman kerja di perusahaan fastfood.

"Saya sudah memberikan layanan delivery order dengan menggunakan sistem SMS," beber Ketua Harian Induk Warga Asli Kebumen Walet Mas (IWAKK Walet Mas).

Ayam bakar Kambal mulai terkenal di Masyarakat dan menjadi destinasi wisata kuliner malam di emperan pasar Santa.

"Pengunjung yang tidak kebagian tempat duduk sampai rela menggelar tikar di trotoar untuk menikmati Ayam Bakar Kambal," ujarnya.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas