Niat Puasa Syawal dan Manfaatnya, Bisa Dibaca Siang Hari Asal Belum Makan atau Minum
Berikut ini bacaan niat puasa Syawal dan sejumlah manfaat melaksanakan puasa Syawal.
Penulis: Nuryanti
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Simak bacaan niat puasa Syawal, beserta ketentuan dan manfaatnya.
Syawal merupakan bulan kemenangan bagi umat Islam setelah menjalani ibadah puasa di bulan suci Ramadan.
Bulan Syawal memiliki keistimewaan sebagai pelengkap ibadah di bulan Ramadhan, sehingga keberkahannya akan terus mengalir bagi semua muslim.
Pada bulan Syawal, umat Islam disunnahkan berpuasa selama enam hari.
Puasa Syawal boleh dilakukan secara berurutan atau berseling, yang penting masih di bulan Syawal.
Niat Puasa Syawal
Berikut ini bacaan niat puasa Syawal yang dianjurkan untuk dilafalkan:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ الشَّوَّالِ لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin ‘an adâ’i sunnatis Syawwâli lillâhi ta‘âlâ.
Artinya:
“Aku berniat puasa sunah Syawal esok hari karena Allah SWT.”
Baca juga: Mana yang Harus Didahulukan, Puasa Syawal atau Qadha Ramadhan? Simak Penjelasan dan Bacaan Niatnya
Adapun niat puasa Syawal juga bisa dilafalkan pada siang hari selama belum makan atau minum.
Berikut niat puasa Syawal yang dibaca pada siang hari:
نَوَيْتُ صَوْمَ هَذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ الشَّوَّالِ لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma hâdzal yaumi ‘an adâ’i sunnatis Syawwâli lillâhi ta‘âlâ.
Artinya:
“Aku berniat puasa sunah Syawal hari ini karena Allah SWT.
Ketentuan Puasa Syawal
Dikutip dari laman gramedia.com, puasa Syawal diutamakan dikerjakan secara berurutan.
Namun, jika tidak bisa dikerjakan secara berurutan, maka puasa Syawal bisa dikerjakan secara terpisah-pisah.
Syaikh Ibnu Utsaimin berkata bahwa “Lebih utama puasa Syawal dilakukan secara berurutan karena itulah yang umumnya lebih mudah. Itu pun tanda berlomba-lomba dalam hal yang diperintahkan.”
Kemudian, jika Anda mempunyai utang puasa Ramadan, maka disarankan untuk menggantinya terlebih dahulu (puasa qadha).
Hal ini berdasarkan pada penjelasan dari Ibnu Hambali dalam kitabnya Lathoiful Ma’arif.
Ibnu Rajab Al Hambali berkata:
“Siapa yang mempunyai kewajiban qodho’ puasa Ramadhan, hendaklah ia memulai puasa qodho’nya di bulan Syawal. Hal itu lebih akan membuat kewajiban seorang muslim menjadi gugur. Bahkan puasa qodho’ itu lebih utama dari puasa enam hari Syawal.” (Lathoiful Ma’arif, hal. 391).
Manfaat Puasa Syawal
Dilansir laman sumsel.kemenag.go.id, inilah sejumlah manfaat dari puasa Syawal:
1. Puasa enam hari di bulan Syawal setelah Ramadhan, merupakan pelengkap dan penyempurna pahala dari puasa setahun penuh.
2. Puasa Syawal dan Sya’ban bagaikan shalat sunnah rawatib, berfungsi sebagai penyempurna dari kekurangan.
Pada hari kiamat nanti perbuatan-perbuatan fardhu akan disempurnakan (dilengkapi) dengan perbuatan-perbuatan sunnah.
3. Membiasakan puasa setelah Ramadhan menandakan diterima puasa Ramadhan seseorang.
Apabila Allah SWT menerima amal seorang hamba-Nya, pasti Dia menolongnya dalam meningkatkan perbuatan baik setelahnya.
Baca juga: Kenapa usai Idul Fitri Banyak yang Menikah? Ada Apa dengan Bulan Syawal, Ternyata Ini Alasannya
Sebagian orang bijak mengatakan: “Pahala amal kebaikan adalah kebaikan yang ada sesudahnya.”
Sehingga, barang siapa yang mengerjakan kebaikan kemudian melanjutkannya dengan kebaikan lain, maka hal itu merupakan tanda atas terkabulnya amal perbuatan pertama.
Demikian pula sebaliknya, jika seseorang melakukan suatu kebaikan lalu diikuti dengan yang buruk, maka hal itu merupakan tanda tertolaknya amal yang pertama.
4. Orang yang berpuasa di bulan Ramadhan akan mendapatkan pahalanya pada Hari Raya Idul Fitri yang merupakan hari pembagian hadiah.
Dengan membiasakan puasa setelah Idul Fitri merupakan bentuk rasa syukur atas nikmat dari-Nya.
Dan sungguh tak ada nikmat yang lebih agung dari pengampunan dosa-dosa kita karena itu termasuk sebagian ungkapan rasa syukur seorang hamba atas pertolongan dan ampunan yang telah dianugerahkan-Nya.
Tetapi jika kita menggantinya dengan perbuatan maksiat, maka dia termasuk kelompok orang-orang yang membalas kenikmatan dengan kekufuran.
Apabila dia berniat pada saat melakukan puasa untuk kembali melakukan maksiat lagi, maka puasanya tidak akan terkabul.
Dia bagaikan orang yang mendirikan sebuah bangunan megah lantas menghancurkannya kembali.
Allah SWT berfirman:
“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.” (QS An-Nahl: 92).
(Tribunnews.com/Nuryanti)