Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat: Rasa-rasanya untuk Pilpres 2024, PDIP Haram Koalisi dengan NasDem

Ketua DPP PDIP Said Abdullah sempat mengatakan bahwa dalam politik memang serba mungkin dengan siapa saja bisa berteman dan berkoalisi.

Penulis: Naufal Lanten
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Pengamat: Rasa-rasanya untuk Pilpres 2024, PDIP Haram Koalisi dengan NasDem
Dokumentasi Nasdem
Momen Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh memeluk Ketua DPP PDIP Puan Maharani di NasDem Tower, Jakarta Pusat, Senin (22/8/2022). Puan Maharani diutus Megawati Soekarnoputri melakukan silaturahmi ke para petinggi parpol. 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik Adi Prayitno berbicara soal pelung PDIP berkoalisi dengan Partai NasDem.

Menurut dia, kans terbentuknya koalisi kedua partai itu kecil terjadi di Pemilu 2024.

Ia menambahkan bahwa sebelumnya partai bernuansa merah itu juga telah mengisyaratkan enggan berkoalisi dengan dua partai lain yakni Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

“Rasa-rasanya untuk 2024 yang haram hukumnya berkoalisi dengan PDIP jadi 3, tambah satu lagi, NasDem,” kata Adi Prayitno dalam acara Adu perspektif Total Politik yang berlangsung daring, Selasa (11/10/2022) malam.

Baca juga: Politisi PKB Sindir NasDem yang Umumkan Anies Baswedan Capres, Enggak Punya Koalisi Kok Mau Menang

Ia lantas mengungkan alasan adanya kemungkinan itu.

Menurut Adi, Ketua DPP PDIP Said Abdullah sempat mengatakan bahwa dalam politik memang serba mungkin dengan siapa saja bisa berteman dan berkoalisi.

Berita Rekomendasi

Namun ada satu pertimbangan yang memut PDIP enggan berkoalisi dengan sebuah parpol.

“Dengan semua dan siapapun mungkin sangat berkoalisi PDIP. Tapi tidak dengan yang mencemari masjid dan tempt ibadah untuk kepentingan politik kekuasaan,” kata Adi.

Menurut dia, ungkapan elite PDIP itu tidak mungkin ditujukan kepada Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto ataupun Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto.

“Itu kan menjurus betul. Pastinya kalau kita membaca konteks, omongan Pak Said itu adalah kepada NasDem yang mendeklarasikan Anies. Kan begitu jalan ceritanya. Kalau kita memaknai setiap peristiwa politik itu adalah multitafsir,” ujarnya.

Sebelumnya, Pengamat politik Adi Prayitno meyakini pernyataan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto soal ‘biru lepas dari Jokowi’ ditujukan kepada Partai NasDem.

Menurut dia, ungkapan itu tidak mungkin ditujukan kepada partai dan tokoh politik lain seperti Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto hingga Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto.

“Ini the one and only untuk NasDem dan Anies Baswedan,” kata Adi Prayitno dalam acara Adu perspektif Total Politik yang berlangsung daring, Selasa (11/10/2022) malam.

Adi beranggapan sentilan dari elite PDIP itu lantaran NasDem mendeklarasikan diri mendukung Anies Baswedan menjadi calon presiden (capres) di 2024.

Padahal, kata dia, PDIP sejak awal punya perbedaan pandangan dengan Gubernur DKI Jakarta yang akan habis masa jabatannya pada 16 Oktober 2022 mendatang.

Meski di sisi lain, jika dilihat dari perspektif lain NasDem merupakan partai pendukung pemerintahan yang selalu mendukung program Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Yang kemudian menjadi ramai itu karena ini NasDem berada dj koalisional pemerintah tiba-tiba ngusung calon presiden yang itu mazhabnya berbeda dengan Jokowi, dengan PDIP, dengan pemerintah, plus dengan keseluruhan koalisional pemerintah saat ini,” ujar Adi.

“Suka tidak suka, Anies ini kan adalah satu-satunya orang di luar kekuasaan politik saat ini, yang selalu dihadap-hadapkan dengan Jokowi, dengan penguasa,” lanjutnya.

Sebagaimana diketahui, pada Senin (3/11/2022) Nasdem mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai capres mereka untuk Pemilu 2024.

Partai yang dimotori Surya Paloh itu juga mengaku tengah mematangkan rencana koalisi dengan Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Langkah Nasdem itu menuai pro dan kontra.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto misalnya, belum lama ini mengibaratkan pendeklarasian Anies Baswedan sebagai capres Nasdem seperti Peristiwa 10 November 1945.

Dalam peristiwa itu, terjadi aksi perobekan kain biru dari bendera Belanda di Hotel Yamato, sehingga yang tersisa hanya bendera kebangsaan Indonesia, merah putih.

"Ya, biru itu dulu warna Belanda. Kalau sekarang kan ada warna biru lainnya juga ya. Anies kan banyak warna biru," kata Hasto di Kantor DPP PDI-P, Jakarta Pusat, Minggu (9/10/2022).

Sebagaimana peristiwa 10 November itu, kata Hasto, belakangan ada "biru" yang terlepas dari pemerintahan Presiden Jokowi.

"Para pejuang kita kan ada bendera Belanda, birunya dilepas. Dan ternyata birunya juga terlepas kan dari pemerintahan Pak Jokowi sekarang, karena punya calon presiden sendiri," ujarnya.

Kendati tak menyebut gamblang tentang "biru" yang dimaksud, namun, publik meyakini bahwa elite PDI-P itu tengah menyentil Nasdem yang mendeklarasikan Anies sebagai capres.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas