Soal Isu Sistem Proporsional Tertutup di Pemilu 2024, PAN Sebut MK Bertanggung Jawab
Sebelumnya, Ketua KPU Hasyim Asy'ari menyebut ada kemungkinan Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup.
Penulis: Reza Deni
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum PAN Viva Yoga Mauladi bicara soal dinamika isu Pemilu 2024 yang disebut-sebut bakal menggunakan sistem proporsional tertutup, terlebih setelah ada judicial review atau gugatan terhadap UU no 7 tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurutnya, saat ini tanggung jawab soal wacana tersebut ada di MK.
Viva awalnya mengatakan bahw Ketua KPU Hasyim Asyari itu baik, yakni mengingatkan bacaleg dan partai politik bahwa ada proses JR di MK yang menggugat perubahan sistem pemilu ke proporsional daftar tertutup.
"Namun pernyataan dan pengumuman Ketua KPU Mas Hasyim Asyari lalu diterjemahkan oleh publik bahwa KPU ikut intervensi proses JR ke MK," kata Viva dalam pesan yang diterima, Selasa (3/1/2023).
Baca juga: Alasan PP Muhammadiyah Usul Sistem Proporsional Tertutup di Pemilu 2024: Minimalisir Politik Uang
Dia lalu menjelaskan soal awalnya MK yang pada tahun 2008 telah mengabulkan gugatan melalui JR terhadap UU Pemilu yang baru disahkan yaitu mengubah dari sistem pemilu proporsional daftar tertutup menjadi sistem pemilu proporsional daftar terbuka berdasarkan suara terbanyak.
Adapun keputusan tersebut termaktub dalam putusan MK Nomor 22-23/PUU-VI/2008.
"PAN hanya mengingatkan bahwa MK mengabulkan gugatan untuk menerapkan sistem pemilu proposional daftar terbuka, karena di putusan MK menyatakan sistem penetapan anggota legislatif berdasarkan nomor urut bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dijamin konstitusi," kata Viva.
Hal tersebut, dikatakan Viva, merupakan pelanggaran atas kedaulatan rakyat, jika kehendak rakyat yang tergambar dari pilihan mereka tidak dipeulikan dalam penetapan anggota legislatif.
Viva laky mengutip amar putusan tersebut bahwa dasar filosofi dari setiap pemilihan atas orang untuk menentukan pemenang adalah berdasarkan suara terbanyak.
"Oleh karena itu memberlakukan sistem nomor urut berarti memasung hak suara rakyat untuk memilih sesuai pilihannya. Selain itu, sistem nomor urut telah mengabaikan tingkat legitimasi politik calon terpilih," lanjutnya.
Karena itulah, Viva menilai saat ini tanggung jawab ada di tangan MK.
"Saat ini tanggung jawab MK harus menjaga stabilitas politik dan harus menjaga marwah sebagai lembaga penjaga konstitusi benar-benar ditegakkan. Bukan sekedar lips service saja," tandasnya.
Diketahui sejumlah kader parpol menggugat UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi. Mereka meminta Pemilu 2024 menggunakan proporsional tertutup, selama ini proporsional terbuka.
Pemohon adalah:
1. Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP Cabang Probolinggo)
2. Yuwono Pintadi (anggota Partai NasDem)
3. Fahrurrozi (bacaleg 2024)
4. Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jaksel)
5. Riyanto (warga Pekalongan)
6. Nono Marijono (warga Depok)
Sebelumnya, Ketua KPU Hasyim Asy'ari menyebut ada kemungkinan Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup.
Hasyim mengatakan aturan terkait sistem pemilihan sedang disidangkan di MK.
Sistem pemilu proporsional tertutup memungkinkan pemilih dalam pemilu legislatif hanya memilih partai, dan bukan calon legislatif.
Sistem itu berbeda dengan proporsional terbuka yang saat ini berlaku, di mana masyarakat bisa memilih para kandidat calon legislatif.
Jika sistem proporsional tertutup berlaku, surat suara hanya akan berisi nama, nomor urut, dan logo partai.
Sementara, partai politik yang menang dan mendapat jatah kursi, berhak menentukan orang yang akan duduk di kursi parlemen itu.
Sistem proporsional tertutup dipakai pada Pemilu 1955, sepanjang Orde Baru, dan terakhir pada Pemilu 1999. Perubahan dilakukan dengan menerapkan sistem proporsional terbuka mulai Pemilu 2004 hingga Pemilu 2019.